Senin, Juli 28, 2008

Kejari Tak Gubris Permohonan Penangguhan Penahanan

NUNUKAN- Setelah tersangka Thoyib Budiharyadi, permohonan penangguhan penahanan juga dilakukan tersangka lainnya Hasan Basri. Hasan Basri kepada koran kaltim mengatakan, dirinya melalui penasehat hukum akan berusaha meminta penangguhan penahanan itu.
Sebab, sebagai pegawai negeri sipil yang menjabat Kepala Bapedalda Nunukan, dirinya masih harus menyelesaikan sejumlah tugas-tugas negara.
Sebelumnya, sekretaris Badukcapil juga mengajukan permohonan yang sama. Menurutnya, alasan permohonan penangguhan penahanan itu terkait, dirinya sebagai kepala keluarga yang menopang perekonomian keluarga. Selain itu, dirinya juga harus menyelesaikan tugas-tugas negara, apalagi Badukcapil memiliki peran yang sangat besar dalam mensukseskan pelaksanaan pemilu dan pilpres 2009.
“Ini kan terkait tugas-tugas negara,”katanya.
Tak hanya itu, Thoyib mengatakan, saat ini ia masih memiliki anak bayi yang perlu perhatian orang tua.
Upaya permohonan penangguhan penahanan juga dilakukan Thoyib beberapa hari lalu, ketika dirinya sakit. Menurut sumber koran kaltim di Polres Nunukan, Thoyib sempat dilarikan ke rumah sakit.
“Katanya dia penyakit jantung, tapi setelah di periksa jantungnya masih normal. Makanya di kembalikan lagi ke rutan,”kata sumber itu.
Thoyib di jebloskan ke rutan Polres Nunukan pada Jumat (11/7) lalu sedangkan Hasan Basri pada Senin (14/7).
Lalu bagaimana tanggapan pihak kejari Nunukan atas permohonan para tersangka itu?.
Meski tak gamblang menyampaikan penolakannya, namun apa yang diungkapkan kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati, mengarah pada penolakan permohonan para tersangka. Selain itu, ada edaran kejaksaan agung, yang meminta tidak dilakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi.
“Kalau dia meminta penangguhan penahanan, ini akan kontradiktif dengan alasan awal melakukan penahanan. Saya tidak mendahului, tapi dalam prosedur saya akan meminta pendapat hukum dari tim penyidik,”katanya.
Suleman mengatakan, dalam permohonan itu ada jaminan dari pihak keluarga jika tersangka tidak akan melarikan diri. Namun, jaminan itu hanya berupa jaminan moral saja.
“Artinya, mereka menjamin tidak akan melarikan diri dan seterusnya. Memang dijamin, tapi apakah kalau dia ternyata melarikan diri, apakah sipenjamin bisa dikenakan sanksi?, dihukum?, kan tidak bisa. itu hanya moral saja,”katanya.
Menurutnya, jika kejari mengabulkan permohonan tersangka, dengan alasan-alasan yang disampaikan itu, bisa jadi satu rutan di Polres Nunukan akan mengajukan permohonan yang sama.
“Disini kita tidak menspesialisasikan, dimata kita semua perbuatan pidana itu sama,”tegasnya.
Kedua tersangka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Keduanya diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga, baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Jumat, Juli 25, 2008

Kepala Bapedalda Jadi Saksi Tersangka Amdal

NUNUKAN- Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri, kemarin (24/7), kembali menjalani pemeriksaan di kantor Kejari Nunukan. Hasan Basri, di mintai keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal dengan tersangkan sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi.
Hasan Basri tiba di kantor Kejari Nunukan sekitar pukul 12.00 wita dengan menggunakan mobil tahanan kejaksaan KT 2174 S.
Dengan menggunakan baju kaos berkerah warna putih les merah dan celana abu-abu gelap serta sendal gunung warna cokelat, Hasan yang juga menjadi tersangka dalam kasus itu mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 13.30 wita di ruang kaur kepegawaian.
Kali ini, Hasan Basri di periksa tanpa didampingi pengacaranya Rabhsody.
“Karena dia kami panggil sebagai saksi tersangka Thoyib, makanya dia tidak didampingi pengacaranya,”kata Satria Irawan SH, jaksa yang memeriksa Hasan Basri. Selain Satria, ikut memeriksa jaksa Suwanda SH.
Dalam kasus itu, Hasan Basri lebih dulu di tetapkan sebagai tersangka dibandingkan tersangka lainnya Thoyib Budiharyadi.
Thoyib ikut di tetapkan sebagai tersangka karena diduga ikut terlibat dalam perencanaan pekerjaan pembuatan dokumen Amdal saat menjabat sebagai kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan Bapedalda Nunukan. Thoyib di jebloskan ke rutan Polres Nunukan pada Jumat (11/7) lalu sedangkan Hasan Basri pada Senin (14/7).
Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Keduanya diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga, baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Kamis, Juli 24, 2008

Berkas Tersangka Amdal, Rampung Dua Pekan Lagi

NUNUKAN- Kejari Nunukan tak ingin berlama-lama membawa ke ‘meja hijau’ kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal pada kantor Bapedalda Nunukan pada tahun 2006.
Kepala kejeksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati menargetkan, dua pekan lagi, berkas tersangka kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi, akan dilimpahkan ke pengadilan.
“Sekarang dalam persiapan pemberkasan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Saya perkirakan, kalau tidak ada kendala dua minggu sudah selesai,”katanya.
Dari tujuh tersangka kasus pembuatan dokumen Amdal, kejari Nunukan telah melakukan penahanan terhadap dua diantaranya yakni Hasan Basri dan Thoyib Budiharyadi.
Keduanya di jebloskan ke rumah tahanan Polres Nunukan sejak pekan lalu setelah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, untuk kasus dugaan korupsi Dana Reboisasi dari Dana Alokasi Khusus (DAK-DR), meskipun alat buktinya sudah cukup, namun belum diambil tindakan hukum penahanan terhadap tersangkanya.
“Kalau alat bukti sudah cukup, cuma kita lebih yakin lagi kalau perhitungan kerugian negaranya dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan,red) sudah ada,”katanya.
Untuk kasus yang merugikan negara hingga Rp1,9 miliar itu, penyidik telah menetapkan pimpinan proyek, Nazarudin sebagai tersangka.
Menurut Suleman, sejak ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya belum pernah melakukan pemanggilan terhadap Nazarudin.
“Kami akan melakukan tindakan sampai ke penahanan, tentunya kalau kita melihat bahwa alat bukti yang ada pada kita sudah cukup untuk itu,”katanya seraya menyebutkan, hingga kini BPKP masih melakukan perhitungan kerugian negaranya.
Hal yang sama juga masih terjadi pada kasus dugaan korupsi pengadaan tanah. Menurut Suleman, hingga kini kerugian negara atas kasus itu sedang dihitung Badan Pemeriksa keuangan (BPK).
“Kapan selesai, itu semua kita serahkan kepada mereka. Kami berharap bisa secepatnya sehingga bisa kami limpahkan ke pengadilan. Kami tidak bisa melakukan pemaksaan, intervensi tapi kami mengharapkan kesungguhan dari mereka. Kita semua betul-betul mengharapkan pemberantasan tindak pidana korupsi,”katanya.
Pihak Kejari Nunukan berharap, BPKP mengimpelementasikan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara BPKP Perwakilan, Kapolda Kaltim, Kajati Kaltim, Kajari dan Kapolres se-Kaltim baru-baru ini di Samarinda.
Isi kesepakatan itu, tidak lain menyangkut percepatan penuntasan kasus korupsi.
“Saya berharap agar ini segera diwujudkan, agar kita sama-sama sejalan segera, untuk menuntaskan tindak pidana korupsi khususnya di Kaltim ini,”harapnya.(noe)

Rabu, Juli 23, 2008

Kajari Bantah Tebang Pilih Tangani Kasus Korupsi


NUNUKAN- Sejak penyidik kejaksaan negeri Nunukan melakukan penahanan terhadap dua tersangka pembuatan dokumen Amdal, muncul sejumlah tanggapan masyarakat. Selain ada yang memberikan dukungan, ada pula yang ragu karena menganggap kejari Nunukan masih tebang pilih melakukan penanganan berbagai kasus korupsi.
“Kasus itu kan semula menyangkut masalah panitia lelangnya. Tapi kok tiba-tiba berubah ke perencaannya, lalu panitia lelangnya tiba-tiba bebas. Selain itu, harusnya PU juga kena’, karena mereka terlibat dalam pembangunan fisik yang di Amdalkan itu,”kata sumber itu.
Selain itu, ia juga menyoroti lambatnya penyelesaikan kasus-kasus besar seperti pengadaan tanah yang hingga kini kasusnya masih gantung.
“Apa mentang-mentang karena bupati terlibat langsung dalam tim 9, sehingga kasus itu dibuat mandeg?,”tanya dia.
Menanggapi hal itu, Kajari Nunukan Suleman Hadjarati SH MH dengan tegas membantah tudingan tebang pilih tersebut.
“Tebang pilih tidak ada, kami hanya melaksanakan apa yang nyata-nyata sudah bisa dilaksanakan,”bantahnya.
Ia mengatakan, pihaknya tidak mau mengambil tindakan mendahului, sebelum semuanya siap.
“Kalau kami sudah mengambil tindakan sampai melakukan penahanan, itu berarti kami sudah berkeyakinan paling tidak, secara administrasi perkara ini sudah bisa kami limpahkan dan secara pembuktian, kami merasa sudah punya alat bukti yang cukup,”katanya.
Di Nunukan, Kejari telah meningkatkan tiga kasus dugaan korupsi dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus itu adalah Dana Alokasi Khsusus Dana Reboisasi, pembuatan dokuemn Amdal dan Pengadaan Tanah.
Untuk kasus pembuatan dokumen Amdal, Kejari telah menetapkan Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan Bapedalda Nunukan Thoyib Budiharyadi sebagai tersangka. Keduanya dijebloskan ke rutan Polres Nunukan setelah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Salah seorang warga yang menolak namanya disebutkan mengatakan, jika kejari Nunukan benar-benar serius menangani korupsi, harusnya substansi kasus Amdal tidak disimpangkan ke perencanaan.(noe)

Selasa, Juli 22, 2008

Berbekal Edaran Disdik, SMA 2 Ngotot Pungut Biaya Pendaftaran

NUNUKAN- Meskipun kejaksaan memberikan warning kepada sekolah-sekolah di Nunukan agar tidak melakukan pungutan di luar ketentuan pusat, namun SMA Negeri 2 Nunukan tetap ngotot melakukan pungutan biaya pendaftaran maupun partisipasi.
Kepala SMA 2 Nunukan Husin Manu mengatakan, untuk pendaftaran siswa baru, pihaknya memang menungut setiap calon siswa sebesar Rp20 ribu.
“Saya sementara ini memungut masih berdasarkan edaran Disdik Nunukan. Karena sampai saat ini belum ada edaran kembali dari Disdik, untuk mengambilkan dana tersebut,”kata Husin sambil menunjukkan edaran yang ditandatangani langsung kepala Disdik Nunukan Walijo.
Husin mengatakan, hingga kini pihaknya belum pernah menerima edaran yang melarang pengutan untuk digunakan membiayai sejumlah fasilitas sekolah.
“Saya belum pernah menerima edaran itu,”tegasnya.
Dikatakannya, jika sekolah memang dilarang memungut partisipasi dari siswa baru, tentu pihaknya akan kesulitan.
Sebab, ada 22 tenaga honor lepas yang dibiayai dari dana partisipasi itu.
“Dari 26 tenaga disini, hanya empat orang yang pegawai negeri. Tenaga honor ini kan perlu kita berikan honor,”katanya.
Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk pembelian alat tulis kantor serta kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan mutu siswa.
“Dana itu bukan kami yang kelola, tapi langsung dari komite. Nah kalau itu dilarang, kami jadi bingung,”katanya.
Husin memberikan gambaran, pada tahun lalu setiap siswa baru dipungut biaya partisipasi sebesar Rp600 ribu dan uang komite sebesar Rp50 ribu setiap bulannya.
Menurutnya, sekolah akan kesulitan berjalan jika hanya mengharapkan bantuan dari Pemkab Nunukan.
“Misalnya saja, kami punya program untuk moubeler karena di sekolah ini belum ada. Sementara itu masih di lelang, mau tidak mau kami pinjam ke sekolah lain,”katanya.
Padahal, kata Husin, seharusnya guru-guru tidak perlu lagi memikirkan masalah moubeler.
“Kami harusnya taunya cuma mengajar,”katanya.
Pemkab Nunukan sendiri hanya membantu sebesar Rp19 ribu persiswa yang dananya digunakan untuk operasional sekolah.
“Kalau dibilang ada dana yang besar untuk sekolah, saya belum pernah menerima. Coba tanyakan ke Disdik itu. Kami dari Pemda hanya dapat bantuan Rp.19 ribu persiswa, kalau dana lain tidak ada. Dana operasional semester lalu saja belum kami terima,”kata Husin.
Hingga kini, pihak sekolah belum memungut partisipasi dari siswa baru. Namun, ia mengatakan, selagi belum ada edaran yang melarang pungutan itu, pihaknya akan menyerahkan hal itu ke komite sekolah.
“Yang jelas kami akan serahkan kepada pengurus komite, kami tidak turut campur. Kami hanya menyerahkan ini program kami, mau didukung atau tidak kami serahkan pada pengurus komite. Jangan sampai sekolah ini asal jalan saja,”ujarnya.(noe)

Hari-Hari Para Tersangka Dibalik Jeruji Besi



Hasan Tak Pikir Urusan Kantor, Thoyib Siapkan Buku Tentang Korupsi

Hasan Basri dan Thoyib Budiharyadi tak pernah menyangka, kegiatan pembuatan dokumen Amdal yang menguntungkan empat perusahaan konsultan justru menjerumuskan keduanya ke rumah tahanan negara polres Nunukan. Nasi kepalang menjadi bubur, keduanya harus menghabiskan waktu dibalik jeruji paling sedikit selama 20 hari. Apa saja kegiatan kedua pejabat ini setelah di jeloskan ke tahanan sejak pekan lalu?

Niko Ruru, Nunukan

Lagu bang Thoyib yang dinyanyikan para tahanan membahana di ruangan tahanan Polres Nunukan, menyambut kedatangan Thoyib Budiharyadi, pada Jumat (11/7) malam lalu. Hari itulah, dalam sejarah hidupnya, pertama kalinya dirinya harus tinggal disel.
Di sel nomor tiga, Thoyib di kumpulkan dengan 19 tahanan Polres lainnya. Di ruangan sebesar 4x4 meter itulah, kini Thoyib mendekam.
“Saya tidak bisa mengatakan saya sehat atau tidak sehat. Ya lihat sendirilah keadaan saya disini,”kata Thoyib saat dikunjungi koran kaltim, baru-baru ini.
Hari pertama Thoyib di jebloskan, sang istri Misbhayanti yang membesuk sempat pingsan.
“Istri saya tidak tahan melihat saya di sel. Makanya kalau mau bertemu, paling di ruangan depan. Tidak boleh langsung ke sel,”katanya.
Soal makan, meski hanya diberikan nasi, telur dan ikan asin, namun itu tak masalah bagi sekretaris Badukcapil Nunukan ini. Prinsipnya, yang penting kenyang.
“Setiap hari hampir seratus orang yang datang membesuk saya. Biasanya kalau pagi banyak pejabat yang datang,”kata Thoyib.
Di tahanan, Thoyib mengaku lebih banyak ngobrol bersama tahanan lainnya dan menjalankan sholat pada waktunya.
“Saya juga mengajar orang ngaji di tahanan sini,”katanya.
Tidak sedikit hikmah yang diperoleh Thoyib semenjak masuk tahanan.
“Alhamdulilah, pegawai yang belum pernah masuk sini semua bisa lihat. Ini juga supaya mereka tahu, perbuatan sedikit saja sudah kena seperti ini. Makanya saya bilang ke staf saya, jangan menjerumuskan pimpinan,”katanya.
Selama di tahanan itu pula, Thoyib berencana membuat buku tentang korupsi di birokrasi Nunukan.
“Nanti bukunya akan saya buat ‘pedas’ isinya. Saya sudah minta bermacam-macam data termasuk dari Bawasda Nunukan,”kata Thoyib dengan sedikit tersenyum.
Sebenarnya, ujar mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan Bapedalda Nunukan ini, tulisan yang akan dibuatnya buku itu, merupakan tesis jika kelak ia bisa mengambil program doktoral di Universitas Brawijaya, Malang.
Thoyib-pun sempat menyampaikan keluh-kesahnya, karena merasa telah di jerumuskan. Ia menceritakan, awalnya ia dipanggil jaksa dalam kapasitas sebagai saksi masalah lelang.
“Untuk panggilan kedua, tiba-tiba saya di panggil menjadi saksi terkait perencanaan pembuatan dokumen Amdal. Makanya saya tidak mau hadir,”katanya.
Panggilan ketiga, dirinya tidak bisa hadir karena mewakili pempinan untuk melaksanakan tugas kantor. Sedangkan pada panggilan keempat lagi-lagi Thoyib mangkir dengan alasan tugas luar daerah.
“Waktu panggilan kelima, saya juga tidak datang. Sebab saya konsultasikan dengan orang di kantor Menpan, katanya ada aturan yang menyebutkan kalau untuk memanggil pejabat harus ijin bupati karena ini proyek pemerintah. Di undang-undang kepegawaian mengatur hal itu, tapi ini tidak dilakukan Kejari Nunukanx,”kata Thoyib yang merasa menjadi korban dalam kasus itu.
Sebenarnya, kata Thoyib, saat lelang sedang berlangsung dirinya telah pindah ke kantor Badukcapil. Sehingga harusnya ia tidak terlibat lagi dalam kasus itu.
Ia sendiri mengungkapkan, di Nunukan sebenarnya banyak bangunan yang melanggar Kepmen LH 12/2007 tentang dokumen Amdal.
“Karena kalau mau ikut aturan, setiap bangunan fisik harus di Amdal dulu. Disini kan banyak bangunan yang belum di Amdal termasuk kantor Polres Nunukan, jalan lingkar yang merusak barapa hektar ,”katanya.
Menurutnya, bangunan tidak bisa digunakan sebelum di Amdal terlebih dahulu.
“Kalau kita bicara masalah kebenaran, kenapa itu tidak diambil?, kenapa yang kecil saja di permasalahkan. Kalau kita bicara jujur, yang nampak saja banyak,”ujarnya.
Berbeda dengan Thoyib, kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri justru sedikit pelit bicara.
Penghuni sel nomor 6, berukuran 3x4 meter ini merasa tetap enjoy karena di tahanan kini ia mendapatkan 11 ‘saudara baru’.
Ia enggan menjawab pertanyaan koran kaltim ketika ditanyai tugas-tugas kantor sepeninggalnya.
“Saya tidak pikir itu lagi. Sekarang saya konsentrasi memikirkan kasus saya. Kalau masalah pekerjaan, siapa yang menggantikan saya sementara, itu bupati yang tau,”kata Hasan Basri, sambil menarik nafas dalam-dalam.
Hasan Basri yang saat ditemui menggunakan kaos berkerah warna putih dan celana panjang hitam, menceritakan, subuh sebelum dirinya diangkut ke rutan Polres Nunukan, ia sempat berpamitan dengan sejumlah jemaah masjid Nurasia Jalan Pelabuhan Baru, Nunukan.
“Bukannya saya sudah tahu kalau akan ditahan. Tapi sejak diberitakan di media, saya hanya memperkirakan saja. Saya bilang ke jemaah, mungkin hari ini kalau ada apa-apa, bisa saja terjadi,”kata Hasan yang mengaku telah dikunjungi sanak keluarga dan sejumlah pejabat Pemkab Nunukan.
Ia hanya sedikit memberikan tanggapan, soal pernyataan Kajari Nunukan Suleman Hadjarati yang menduga, konsultan pembuatan dokumen Amdal fiktif.
“Proyek itu dikerjakan, orangnya hadir. Lalu fiktifnya dimana?,”tanya Hasan Basri.
Hasan Basri dan Thoyib Budiharyadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(***)

Senin, Juli 21, 2008

Kejari Nunukan Bidik Pungli Dikantor Pelayanan Publik

NUNUKAN- Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hajdarati SH MH mengungkapkan, pihaknya tengah mengawasi sejumlah kantor-kantor pemerintah yang melakukan pelayanan publik. Hal itu sesuai instruksi Kejaksaan Agung RI.
"Apakah itu pelayanan publik untuk sekolah, masalah sosial, masalah ketenagakerjaan dan semua kantor pelayanan publik yang berhubungan dengan masyarakat, kemudian ini dimanfaatkan untuk melakukan suatu pengutan-pungutan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,"katanya.
Kajari mengatakan, tidak sedikit kantor pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat yang berpotensi terjadi pungutan liar. Misalnya saat pembuatan KTP, pasport dan sebagainya.
Suleman mengakui, tidak mudah membuktikan pungli dimaksud. Sebab, hampir setiap pembayaran tidak disertai tanda terima.
"Memang sangat-sangat sulit dibuktikan pungli itu. Tapi tergantung lagi partisipasi masyarakat, kalau misalnya sampai lima orang mengadu, itu kami jadikan sampel. Kalau sudah lima, mungkin ada kebenarannya itu,"katanya.
Menurutnya, dari laporan itulah pihaknya akan melihat daftar penerimaan sah yang harusnya dilakukan.
"Kalau dipungut Rp400 ribu, tapi dalam daftar yang sah Rp57 ribu, sisanya kemana?. Nah disitukan ada pungli,"katanya.
Dari sejumlah pelayanan publik itu, jelasnya, juga termasuk penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah.
"Anggaran pendidikan di pusat sangat besar dan hampir semuanya terealisasi. Kok masih ada masyarakat yang mengeluh terutama orang susah. Kalau masyarakat yang mampu tidak terlalu resah, tapi bagi mereka yang untuk makan saja susah, sementara anaknya juga harus sekolah,"katanya.
Suleman mengatakan,"Kalau ekonomi masyarakat susah, untuk beli baju seragam saja susah, terus di bebani lagi katanya uang gedung, uang kursi, uang bangku dan ini dari jaman batu berlaku,"katanya.
Menurutnya, anggaran pendidikan di pusat sangat besar. Bahkan saking banyaknya, untuk menghabiskan menjadi susah.
"Sampai dibuat proyek-proyek besar pengadaan buku di seluruh Indonesia, pengadaan komputer, ada ada saja mereka buat dengan anggaran itu,"katanya.
Nunukan sendiri kebagian Rp10 miliar mulai tahun 2007 dan dilanjutkan pada tahun ini. Dana sebesar itu dibagikan kepada 34 SD yang ada di Nunukan, artinya setiap sekolah mendapatkan dana Rp353 juta. Dana itu langsung dari pusat ke sekolah masing-masing.
"Cuma apakah sampai secara utuh, ini yang menjadi pertanyaan. Supaya ini diperhatikan, jangan hanya ditandatangan saja. Makanya bantuan pusat itu tidak melalui dinas tapi langsung ke sekolah,"katanya.
Ia tak menampik, pungutan-pungutan memang menjadi kebijakan sekolah masing-masing. Namun, pungutan tersebut harus sesuai ketentuan yang telah digariskan.
Misalnya saja, dilarang memungut uang bangku, uang moubeler dan uang gedung. Sedangkan baju masih di perbolehkan karena sekolah hanya memfasilitasi siswa untuk membuat keseragaman pakaian.
"Apapaun alasannya, sekolah tidak boleh memungut. Kalau misalnya ada keperluannya, sesuai prosedur dia mengajukan melalui dinas, dinas ke sana. Kan ada perencanaan anggaran disdik dan itu sudah ditentukan,"katanya.
Dari pantauan intelejen Kejari Nunukan yang disebarkan di sejumlah sekolah di Nunukan, kata Suleman, belum ada laporan terjadinya pungli.(noe)

Keluhkan Pemberitaan Media, Tersangka Korupsi Merasa Dihakimi

NUNUKAN- Gencarnya pemberitaan media lokal mengenai penahanan tersangka korupsi pembuatan dokumen Amdal di Nunukan, ternyata membawa dampak yang luar biasa bagi diri maupun keluarga para tersangka. Tak hanya kepala Bapedalda Hasan Basri dan keluarganya, sekretaris Badukcapil Thoyib Budiharyadi juga merasakan hal yang sama.
“Tolong saya jangan dihakimi. Saya merasakan bagaimana kalian-kalian (wartawan,red) ini menghakimi saya melalui media,”keluh Hasan Basri kepada wartawan, saat di temui di rutan Polres Nunukan, baru-baru ini.
Menurut pria yang dijebloskan ke rutan Polres Nunukan sejak Senin (14/7) lalu ini, sejak gencar diberitakan di media massa, masyarakat menjadi berpandangan negatif terhadap dirinya.
“Di situ saya disebutkan merugikan keuangan negara sampai Rp1,6 miliar. Jadi seakan-akan saya yang mengambil uang sebanyak itu. Padahal saya tidak menerima apa-apa,”katanya.
Menurutnya, ada perbedaan persepsi antar pemahaman masyarakat terhadap hukum.
“Kalau yang mengerti tidak masalah. Tapi yang tidak mengerti pasti langsung memvonis saya bersalah. Saya yang mengambil uang itu. Padahal persidangan belum berjalan, kerugian negara juga belum tentu ada karena belum diaudit. Tapi karena diberitakan di media, masyarakat langsung bertanya kok Pak Hasan bisa begitu ya orangnya,”keluhnya.
Ia memohon, agar para kuli tinta tidak terlalu mem-follow up, pemberitaan tentang dirinya.
“Terutama foto saya kalau bisa jangan dimunculkan. Tapi itu hak kalian, terserah saja. Cuam saya minta tolong, kalau bisa janganlah,”katanya.
Dampak penahanan dan pemberitaan terhadap tersangka lainnya Thoyib Budiharyadi, juga dirasakan keluarga terdekatnya. Bahkan, sejak Thoyib ditahan pada Jumat (11/7) lalu, salah seorang anak tersangka tak mau lagi bersekolah.
“Mungkin anaknya merasa malu karena bapaknya di tuduh korusi. Dengar-dengar anak ini minta pindah ke Surabaya karena merasa malu,”kata sumber yang menolak disebutkan namanya.
Sementara itu, harapan kedua tersangka memperoleh bantuan pengacara dari Pemkab Nunukan, tegas-tegas di tolak kabag hukum Setkab Nunukan Djemmi.
Menurut Djemmi, Pemkab Nunukan tidak akan menyediakan pengacara seperti yang disebutkan tersangka kasus Amdal, Hasan Basri.
Menurutnya, Pemkab Nunukan tidak bisa mendampingi pejabat yang tersangkut kasus tindak pidana korupsi. Baik itu kepada kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri maupun Sekretaris Badukcapil Thoyib Budiharyadi.
"Itu sudah menyangkut masalah pribadi, personal atau perorangan. Kalau kami berikan itu, berarti kami setuju dengan tindak pidana yang dilakukan,"katanya.
Dua pengamat nasional yakni Ryaas Rasyid dan Indra J Piliang, juga punya pendapat yang sama dengan Djemmi.
Pengamat politik CSIS Indra J Piliang mengatakan, secara etika upaya Pemkab Nunukan itu tak patut dilakukan.
"Karena nanti bisa terkena kasus Burhanuddin Abdullah (mantan gubernur BI,red) baru,"ujar Indra melalui telepon selulernya.
Ia berpendapat, sebaiknya niat itu diurungkan Pemkab Nunukan.
"Sebaiknya jangan. Kita memerlukan pertanggungjawaban keuangan yang bagus,"katanya.
Mantan menteri otonomi daerah Ryaas Rasyid mengilustrasikan hal itu dengan kasus Bank Indonesia ynag menyeret gubernurnya Burhanuddin Abdullah sebagai pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengapa kasus Bank Indonesia terjadi, itu karena menggunakan dana BI untuk membayar pengacara,"katanya mengingatkan.
Sekedar gambaran, dana bantuan hukum bagi para mantan pejabat bank sentral yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dikucurkan Dewan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, sebesar Rp100 miliar untuk keperluan bantuan hukum dan dana lobi di Dewan Perwakilan Rakyat. Akibatnya, Burhanudin Abdullah diseret KPK.
Menanggapi penolakan Pemkab Nunukan itu, Hasan Basri tak mau berkomentar banyak. Namun, saat ini ia telah didampingi penasehat hukum yang dibiayainya sendiri, yaitu Rabhsody .
Berbeda dengan Hasan Basri, Thoyib Budiharyadi justru mengungkapkan kekesalannya terhadap Pemkab Nunukan, bahkan ia akan menuntut balik Pemkab jika kelak ia dinyatakan tidak bersalah.
“Kalau pemerintah tidak memberikan bantuan pengacara, jelas saya merasa di khianati,”kata Thoyib dengan wajah sedih bercampur kesal.
Ia mengatakan, sudah seharusnya Pemkab memberikan perlindungan hukum kepada aparatnya.
“Di perusahaan saja ada, masa’ di pemerintahan tidak ada,”kata sekretaris Badukcapil Nunukan ini.
Thoyib mengatakan, apa yang dilakukannya merupakan kegiatan pemerintah, sehingga jika terjadi apa-apa, pemkab harus turun tangan.
“Kan ini program pemerintah. Nanti tidak saya laksanakan dibilang tidak disiplin. Saya kerja ini bukan cuma cari uang. Kalau mau cari uang jangan di pemerintahan,”katanya.
Dikatakannya, dirinya sudah berkoordinasi dengan asisten III setkab Nunukan Taufiqurahman terkait permintaan bantuan hukum itu.
“Lalu pak Taufiq telpon asisten I Pak Karim, katanya tidak ada anggaran. Terus tanya di korpri, katanya sekretarisnya lagi struk ringan,”katanya.
Thoyib yakin, menyediakan pengacara bagi pejabat yang disangkakan korupsi karena melakukan kegiatan Pemkab, tidak dilarang.
Ia menceritakan pengalamannya, menjadi kuasa hukum Pemkab Nunukan saat menjabat sebagai kabag hukum setkab Nunukan diawal berdirinya kabupaten ini.
“Di Pemkab itu ada tim penyelesaian kasus-kasus. Itu ada dananya di bagian hukum. Termasuk memberikan bantuan hukum kepada tersangka seperti saya,”kata Thoyib yang merasa Pemkab Nunukan lepas tangan atas kasus yang menimpanya.
Menurutnya, KORPRI sebagai organisasi masyarakat yang didalamnya orang-orang pemerintah, dapat menyediakan pengacara tentunya dengan dana dari bagian hukum setkab Nunukan.
“Jadi bisa dana itu digunakan. Termasuk tipikor. Karena yang saya lakukan ini proyek pemerintah bukan umum. Saya ini bukan robot, saya pegawai pemerintahan. Lain halnya kalau saya melakukan mark up,”ujarnya.
Tak mendapatkan bantuan hukum dari Pemkab Nunukan, Thoyib berencana mencari pengacara yang dibiayai sendiri.
“Tapi itu masih dibicarakan dengan keluarga. Soalnya saya lagi krisis, warung saya tutup lagi,”katanya.
Hasan Basri dan Thoyib Budiharyadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Sabtu, Juli 19, 2008

Tersangka Korupsi Keberatan Diminta Mengganti Kerugian Negara

NUNUKAN- Dua tersangka dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, menyesalkan tindakan Kejari Nunukan, jika harus menyita harta mereka untuk dijadikan pengganti kerugian negara.
Baik Hasan Basri maupun Thoyib Budiharyadi merasa sama sekali tidak menikmati uang proyek pembuatan dokumen Amdal itu. Sehingga menurut keduanya, tidak tepat kalau apa yeng mereka peroleh selama bekerja puluhan tahun, harus digunakan mengganti uang yang dituduhkan merugikan negara itu.
Kepada koran kaltim, kepala Bapedalda Hasan Basri mengatakan, apa yang dimilikinya selama ini merupakan penghasilan selama ia bekerja sebagai pegawai negeri sipil sekitar 26 tahun.
“Bagimana mungkin harta saya mau disita?. Itu kejadiannya tahun berapa?,”tanya Hasan yang ditemui di sel rutan Polres Nunukan.
Menurut hasan Basri, harusnya jaksa menghitung berapa harta yang diperolehnya saat proyek pembuatan dokumen amdal dilaksanakan.
“Coba dihitung, berapa banyak harta saya yang bertambah pada saat itu,”kata pejabat yang dijebolskan ke rutan Polres Nunukan sejak Senin (14/7) lalu ini.
Hal senada juga dikemukakan tersangka lainnya Thoyib Budiharyadi. Ia mengatakan, dirinya sama sekali tidak pernah menerima uang ucapan terima kasih dari konsultan yang mengerjakan proyek itu. Ia yakin, dirinya tidak sama dengan PNS lainnya.
“Saya beda dengan teman-teman yang lain. Sekarang keadaan saya sangat beda. Kendaraan dinas saya diambil. Ada kendaraan yang saya punya, terpaksa saya jual. Lalu saya kredit mobil adik saya tapi belum lunas, jadi masih nama orang karena belum balik nama,”katanya.
Selain itu, warung makan Bakso Bakar Arema Malang, di Jalan Kartini, bukanlah miliknya melainkan adik kandungnya.
“Sekarang saja, bakso bakar terpaksa ditutup karena tidak ada yang jaga. Akhirnya empat orang karyawan menganggur,”kata mantan kabid pemantuan dan pengawasan Bapedalda Nunukan, yang sejak Jumat (11/7) lalu di jebloskan ke rutan Polres Nunukan.
Thoyib justru mempertanyakan, harta apa lagi miliknya yang harus disita.
“Yang saya punya itu harta siapa? Mobil, warung, itu semua harta adik saya. Ada barang-barang di rumah, itu saya bawa dari Bulungan waktu bertugas disana. Selama di Nunukan ini apa yang saya beli?,”tanya sekretaris Badukcapil Nunukan ini.
Seperti diberitakan, Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati mengatakan, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan melakukan penyitaan terhadap harta milik Thoyib Budiharyadi maupun Hasan Basri.
“Mereka yang ada disitu kemungkinan saja mencari pengganti kerugian negara itu. Apabila, kerugian negara itu tidak bisa dimintakan dari pengusaha yang mengerjakan proyek itu,”katanya.
Suleman menjelaskan, penyitaan harta dalam pemberantasan tindak korupsi, memang bisa dilakukan.
“Karena dalam tindak pidana korupsi ini, bukan hanya untuk menghukum orang saja. Tapi menyelamatkan keuangan negara yang tadi,”katanya.
Menurutnya, lebih tepat pada siapa pengantian kerugian negara itu akan dibebankan, itu akan dilihat lebih lanjut.
“Makanya lebih tepat pada siapa itu dibebankan. Kalau misalnya kepada yang menikmati (pengusaha,red) tidak bisa lagi kita dapat, kepada mereka yang membuat orang jadi kaya yang kita bebankan,”katanya.
Kedua pejabat itu dijerat pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perbuatan para tersangka diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.(noe)

Takut Dibui, Sekolah Ramai-Ramai Kembalikan Uang Partisipasi Siswa Baru

NUNUKAN- Takut bermasalah secara hukum, Sejumlah kepala sekolah di Nunukan terpaksa mengambalikan uang partisipasi yang terlanjur di pungut dari siswa baru.
Rabu (16/7) lalu misalnya, pihak SMA Negeri 1 Nunukan mengembalikan Rp250 ribu kepada siswa baru yang sebelumnya di pungut uang partisipasi sebesar Rp460 ribu.
“Saya juga tidak tahu kenapa uangnya dikembalikan. Tapi semua siswa tadi uangnya dikembalikan separuh,”kata salah seorang siswa.
Dari informasi yang diterima korankaltim, dana sisanya sebesar Rp210 ribu digunakan untuk keperluan pembelian pakaian olahraga dan atribut sekolah lainnya.
Sementara itu, di SMK Negeri Nunukan yang memungut partisipasi sebesar Rp700 ribu juga harus mengembalikan sebagian uang yang dipungut itu kepada siswanya.
Menurut salah seorang guru, pengembalian dana itu terkait permintaan dari pihak kejaksaan negeri Nunukan.
“Di sekolah-sekolah banyak jaksa yang mengawasi,”kata guru yang menolak namanya disebutkan itu.
Kepala SMA 2 Nunukna Husin Manu, justru mengaku belum tahu kalau ada instruksi untuk mengembalikan uang partisipasi.
“Tapi sampai saat ini kami belum memungut uang partisipasi dari siswa,”katanya.
Menurut Husin, pihaknya baru memungutu uang pendaftara senilai Rp20 ribu sesuai dengan edaran kepala dinas pendidikan Nunukan Walijo.
Sementara itu, kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH tak membantah, sejumlah intelejen di turunkan ke sekolah-sekola untuk mengawasi pungutan-pungutan yang dilakukan terhadap siswa baru.
“Mudah-mudahan intelejen saya ini tidak terkontaminasi. Kalau dia terkontaminasi dan saya tahu, saya akan pecat dia duluan dan akan saya laporkan ke atas,”katanya.
Suleman mengatakan, ada instruksi agar sekolah-sekolah tidak melakukan pungutan-pungutan di luar ketentuan yang sudah ditetapkan.
“Diantarnya, tidak boleh memungut uang bangku, uang maubeler, uang gedung. Ini yang dilarang, kalau baju masih bisa sekolah hanya memfasilitasi,”katanya.(noe)

Bupati Nunukan Dilaporkan ke KPK


NUNUKAN- Dua mahasiswa asal Kabupaten Nunukan melaporkan ke komisi pemberantasan korupsi (KPK) Bupati Nunukan Abdul hafid Ahmad. Laporan itu terkait kebijakan bupati mengeluarkan ijin alihfungsi lahan hutan untuk perkebunan dan pembangunan jalan termasuk kebijakan pemberian ijin perkebunan yang menyebabkan terjadinya illegal logging. Di KPK, kedua mahasiswa tersebut di terima salah seorang staf KPK, Moelyono.
“Benar, ada mahasiswa yang melaporkan bupati Nunukan ke KPK terkait alihfungsi lahan dan illegal logging. Tapi kami minta nama mahasiswa ini tidak di publikasikan. Kami menjaga keamanan mereka,”kata A Rahmat Kusuma, koordinator umum Indonesian Guard (IG) For forest and Mountain, Jakarta, yang ikut mendampingi mahasiswa ini, melaporkan bupati ke kantor KPK, di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Untuk membuktikan ucapannya itu, Rahmat bahkan menunjukkan selembar tanda terima laporan.
Kepada koran kaltim, Rahmat mengatakan, mahasiswa itu terpaksa melaporkan buapti Nunukan, karena diduga telah terjadi pelanggaran dalam alihfungsi lahan di Nunukan baik untuk perkebunan maupun untuk pembangunan jalan termasuk illegal logging.
“Kan sudah jelas, menteri kehutanan pernah mengatakan kepada aparat, tolong usut pemerintah daerah yang mengalihfungsikan lahan tanpa ijin alhifungsi lahan,”katanya.
Dikatakannya, tidak mungkin menanam kelapa sawit di tengah hutan, di lahan yang masih termasuk kawasan budidaya kehutanan (KBK), seperti yang terjadi di Nunukan.
IG memprediksikan, kasus alihfungsi lahan yang terjadi di Riau, besarnya hanya sekitar 10 persen dari yang terjadi di Nunukan.
“Dan ini bukan hanya alihfungsi lahan hutan untuk perkebunan dan jalan saja. Tapi ada kegiatan illegal loggingnya. Hutan dibabat untuk kepala sawit, tapi batangannya dimana?, mana kayunya?,”tanya dia.
Dari data IG, jelasnya, sedikitnya ada 23 perusahaan yang telah mendapatkan ijin pemanfaatan kayu (IPK).
“Apakah layak KBK ditanami sawit?. Tapi bupati Nunukan telah mengeluarkan IPK sampai 23 perusahaan,”katanya.
Rahmat menegaskan, pengalihfungsian lahan hutan untuk perkebunan tidak bisa dilakukan di kawasan hutan lindung.
“Jadi itu tidak boleh. Karena dalam aturan itu sudah jelas, mana yang bisa ditanami untuk perkebunan dan mana yang tidak boleh,”katanya.
IG juga menyoroti sejumlah pemberian ijin perkebunan yang tumpang tindih. Misalnya saja. Bupati mengeluarkan ijin perkebunan kelapa sawit di hutan kepada PT Tunas Mandiri Lumbis. Namun pada lahan yang sama, bupati juga merekomendasikan petani calon menananam di lahan yang sama dengan bantuan dana bergulir. Selain itu, ada pula lahan perkebunan yang dikeluarkan di lahan PT Adindo Hutani Lestari.
“Inilah sumber konflik. Apa tidak berantem itu orang,”katanya. Dikatakannya, kasus alihfungsi lahan di Nunukan memang menjadi perhatian khusus dari sejumlah LSM lingkungan. Sebab, sebagai daerah perbatasan yang merupakan pintu gerbang Indonesia, Nunukan menjadi contoh bagaimana pengelolaan hutan di Indonesia.
Pihaknya sendiri dalam waktu dekat bersama-sama LSM lain seperti Walhi dan Green Peace akan turun ke Nunukan, untuk melakukan investigasi lapangan lebih lanjut berdasarkan data-data awal yang telah diterima.
“Ini semuanya akan kami sampaikan kepada menteri kehutanan. Kalau bupati tidak bersalah, kami mendukung program alihfungsi lahan yang dilakukan bupati Nunukan. Tapi kalau itu bersalah, harus di ambil tindakan hukum,”katanya.
Pada kesempatan itu Rahmad menambahkan, selain melaporkan kasus alhfungsi lahan itu ke KPK, laporan yang sama juga telah disampaikan ke kejaksaan agung.(noe)

Jumat, Juli 18, 2008

Tersangka Korupsi Salahkan Bupati dan DPRD Nunukan


NUNUKAN- Thoyib Budiharyadi, tersangka dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal mengaku heran dengan penetapannya sebagai tersangka kasus tersebut. Menurutnya, secara teknis pelaksanaan, panitia lelang yang lebih bertanggungjawab. Sedangkan dari segi perencanaan, bupati dan DPRD Nunukan harusnya ikut dijebloskan seperti dirinya. Karena, baik bupati maupun DPRD Nunukan ikut menyetujui anggaran pekerjaan pembuatan dokumen Amdal itu.
Thoyib yang sejak Jumat (11/7) lalu dijebloskan ke rumah tahanan negara (Rutan) Polres Nunukan berpendapat, dirinya telah dijerumuskan mantan bawahannya di panitia lelang.
“”Kok Rahmad selaku ketua panitia lelang dibiarkan sekolah di Jakarta. Sedangkan saya masuk ke tahanan. Harusnya dia yang paling bertanggungjawab. Makanya saya tekankan ke staf saya, jangan menjerumuskan pimpinan,”katanya.
Ia mengatakan, jika pekerjaan Amdal setelah pembangunan proyek fisik dianggap menyalahi aturan, harusnya saat perencanaan anggaran, usulan itu sudah ditolak.
Mantan kabid pengawasan dan pemantauan linkungan Bapedalda Nunukan ini menjelaskan, perencanaan pekerjaan itu dimulai dari satuan kerja perangkat daerah dalam hal ini Bapedalda.
“Jadi bagian program membuat perencanaan atas perintah kepala Bapedalda. Kemudian sekretaris membuat usulan, lalu dimasukkan di rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) selanjutnya di bahas di panitia anggaran,”jelasnya.
Setelah dibahas di panitia anggaran, katanya, anggaran yang sudah dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Nunukan itu, akan disahkan DPRD dan bupati Nunukan.
“Disitu banyak yang menandatangani mulai dari Bappeda, keuangan, Sekda, bupati dan DPRD juga ditandatangan. Jadi banyak kaitannya,”kata sekretaris Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Nunukan ini.
Ia mengatakan, Panggar harusnya meneliti semua usulan yang disampaikan. Sehingga, kalau ada yang dianggap tidak sesuai aturan, itu harus dicoret.
“Karena ini pangkalnya dari perencanaan. Kalau salah, kenapa anggarannya bisa keluar?. Ini kan tidak dicoret, bisa lolos, di berikan anggaran. Jadi yang mengesahkan ini baik bupati dan DPRD harus ikut bertanggungjawab,”katanya.
Thoyib memberikan contoh, ada anggaran di Badukcapil terpaksa harus dicoret karena tidak bisa dilaksanakan.
Sementara itu, Kamis (17/7) pagi kemarin, sejumlah massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Nunukan Anti Korupsi (Almanak) melakukan aksi damai ke kantor kejari Nunukan. Massa menyampaikan dukungan moral atas upaya kejaksaan negeri Nunukan melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di Nunukan.
Massa tiba di kantor Kejari Nunukan pukul 09.45 WITA menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat dengan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Anggota satuan polisi pamong praja dan Polisi dari Polres Nunukan disiagakan di kantor Kejari Nunukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sejumlah spanduk dan poster di bentangkan demonstran dalam aksinya itu diantaranya bertuliskan, “Seret koruptor yang menghabiskan uang rakyat”, “Tangkap korutor kelas kakap”,
“Saya salut dengan kejari Nunukan”
Ada pula spanduk bertuliskan,"kami mendukung kejari supaya Nunukan tidak tercemar dengan orang yang tidak bertanggungjawab.”
“Ini amanah yang kami sampaikan kepada kejari. Kami masyarakat tidak berbuat apa-apa, semuanya kami serahkan kepada kejari Nunukan"kata Rendi dalam orasinya.
Pada kesempatan itu, koordinator aksi Mansyur R, juga sempat membacakan surat dari LSM Indonesian Guard, Jakarta, yang isinya mendukung langkah Kejari Nunukan memberantas korupsi di Nunukan.
Setelah bergantian menyampaikan orasinya, sekitar 20 menit kemudian massa di temui kasi intel kejari Nunukan Kurnia SH Mhum. Ia meminta lima perwakilan warga untuk menyampaikan aspirasinya. Perwakilan massa itu diantaranya Rendi, Haji Mustarich, Mansyur, Daniel Duma, Syam mansyur dan Rafael Dosi.
Bertempat di aula gedung Kejari lantai II, perwakilan ini diterima kaur pembinaan Pasarai, kasi intel Kurnia, kasi Pidum Jabal Nur dan kasi Pidsus Handry Prabowo serta hampir seluruh jaksa.
Dalam pertemuan itu, warga menyampaikan uneg-unegnya dan harapan agar penegakan hukum benar-benar di jalankan di Nunukan.
“KPK bukan satu-satunya lembaga penegakan hukum. Kalau kejaksaan optimal bekerja, masyarakat tidak akan terlalu menuntut KPK,”kata Daniel Duma.
Sementara Haji Mustarich mengatakan, selama ini Nunukan bukannya menjadi negara hukum, melainkan negara penghukum.
“Tapi setelah ada kejadian ini (penahanan tersangka,red) masyarakat Nunukan menjadi bangga terhadap kejari,”katanya.
Mustarich berharap, penahanan terhadap tersangka kasus Amdal, tidak mengaburkan kasus dugaan korupsi lainnya yang diduga melibatkan petinggi didaerah ini.
“Jadi jangan sampai kasus Amdal itu hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat,”harapnya.
Kasi intel Kurnia kepada massa mengatakan, kejaksaan dan masyarakat satu tujuan untuk melakukan pemberantasan korupsi.
“Namun kami berharap agar masyarakat tetap kondhusif. Jangan sampai muncul pro dan kontra,”harapnya.
Kurnia menegaskan, pihak kejari Nunukan tidak hanya menyelesaikan tiga kasus korupsi seperti yang menjadi target dari Kejagung RI.
“Ini memang menjadi tugas kami untuk melakukan pemberantasan korupsi. Kalau perintah dari kejagung, itu hanya support,”katanya.
Seperti diketahui, saat ini kejari Nunukan tengah melakukan penyidikan tiga dugaan korupsi yakni dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, Dana Reboisasi dari Dana Alokasi Khusus dan pengadaan tanah. Untuk kasus pembuatan dokumen amdal, Kejari Nunukan telah melakukan penahanan terhadap kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan Sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi.(noe)

Kamis, Juli 17, 2008

Kajari Berharap, Pengadilan Satu Kata Berantas Korupsi

NUNUKAN- Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH berharap, pengadilan bisa satu kata menindak para pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Ia mengatakan, ada kekhawatiran terhadap pihak-pihak di luar kejaksaan yang akan melarikan substansi tuntutan ke aspek lain.
“Memang ada kekhawatiran kami, kalau yang salah dilegalkan untuk melepaskan pelaku dari jerat hukum. Mudah-mudahan tidak terjadi demikian,”harapnya.
Suleman mengatakan, pihaknya sangat serius menindak para pelaku tindak pidana korupsi.
“Lepas dari kejaksaan, akan kita limpahkan ke pengadilan tentunya kita berkaitan dengan penahanan dan seterusnya. Penahanan juga ada permasalahan. Mungkin yang senang dan tidak senang pasti ada, khususnya bagi keluarga, koleganya yang tidak sejalan dengan kita,”katanya.
Selain itu, pihaknya juga harus berhadapan dengan penasehat hukum pelaku.
“Kita sepakat dengan penasehat hukum untuk memberikan hak-hak terdakwa sebagaimana mestinya. Namun kalau untuk kepentingan kliennya saja dan tidak memperhatikan kepentingan umum itu sangat disayangkan. Karena pelaku harus ditindak, tapi jangan hanya untuk kepentingan semata,”katanya.
Dan yang pasti, katanya, pihak kejaksaan harus berhadapan dengan pengadilan yang menurutnya, belum tentu satu pandangan menyikapi persoalan itu.
“Kami akui, tidak 100 persen sela-sela itu kita tutupi. Tapi kalau celah yang kecil bisa digunakan untuk membebaskan (terdakwa,red) itu sangat kami sayangkan. Kita yang sangat-sangat semengat dan menggebu-gebu ini, bisa pupus. Tapi kami tidak gentar, sampai dimana kami berjuang. Cuma itu yang kami harapkan, pihak lain juga mendukung,“katanya.
Suleman yakin, mayoritas masyarakat Nunukan memberikan dukungan penuh pada pihaknya untuk melakukan tindakan pemberantasan korupsi.
“Jadi kalau ada pihak lain yang menghambat, tentunya hal itu sangat kami sayangkan. Apalagi yang menghambat ini dalam lingkup yang seharusnya tidak melakukan itu. Saya tidak bisa katakan siapa itu, tapi setelah dari sini, ada pihak lain yang bisa menentukan nasib perkara ini,”katanya.
Mantan jaksa di gedung bundar Kejagung RI ini mengatakan, penyidik atau penuntut umum Kejari Nunukan hanya mendasarkan diri pada faktor yuridis dengan tidak mempertimbangkan subjektifitas.
“Kalau itu sangat relatif. Jadi kami hanya berpandangan pada hal yang sifatnya objektif, yang dasarnya yuridis. Pasal ini mengandung unsur ini, bahwa ini tidak bisa dibebaskan, harus dibuktikan dan terbukti dan dinyatakan pelakunya bersalah. Ini yang menjadi pandangan kami,”katanya.
Suleman berkeinginan agar harapan masyarakat tidak disia-siakan percuma.
“Artinya, kemauan keras kami dan itu merupakan ekseptasi dari masyarakt pada umumnya di Indonesia khususnya di Nunukan, yang mengharapkan supaya tindak pidana korupsi di berantas. Nah kami sebagai pasukan dibagian depan, walaupun kami hanya segelintir orang dengan kemauan yang keras, tentunya masyarakat di belakang kita,”katanya.
Menurutnya, jika ada yang coba menghambat, sama saja pihak-pihak itu belum reformatif.
Ia menegaskan, didalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, kejari juga dihadapkan pada persoalan internal maupun eksternal.
“Faktor eksternal misalnya, didalam tingkat penyidikan, kita harus meminta ijin ke presiden, kita harus ekspose diinstansi lain, kalau kita memerlukan ahli. Tidak semudah yang kita bayangkan,”katanya.
Sementara itu lambatnya hasil perhitungan kerugian negara yang dimintakan ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan serta Badan Pemeriksa Keuangan, membuat Kejari Nunukan harus menjajaki kemungkinan lain memperoleh perhitungan kerugian negara atas kasus-kasus dugaan korupsi yang telah dilakukan penyidikan.
Kemarin, suleman Hadjarati melakukan pembicaraan dengan kepala Bawasda Nunukan Abdul Salam.
“Ini hanya silahturahmi saja sebenarnya,”katanya.
Suleman mengatakan, Bawasda Nunukan bisa melakukan perhitungan kerugian negara karena lembaga itu memiliki auditor.
“Mereka itu sebagai auditor daerah. Selama ini kan cuma dikenal auditor pemerintah dari BPK dan BPKP,”katanya.
Sebenaranya, kata Suleman, untuk hal-hal yang tidak terlalu rumit, tanpa perhitungan dari BPK, BPKP ataupun Bawasda, pihaknya bisa melakukan perhitungan sendiri.
"Kecuali hal-hal yang sifatnya teknis, bisa saja bawasda dilibatkan,"katanya.
Pihaknya yakin, kerugian negara sama seperti yang diperkirakan penyidik.
"Tapi untuk lebih objektifnya, kita harus minta bantuan pihak luar. Seharusnya hal yang gampang ini tidak perlu kita minta audit. Misalnya di daerah itu ada pengadaan 10 unit mobil, anggarannya sudah digunakan untuk 10 unit, tapi mobilnya cuma lima. Lima ini kan tidak ada mobilnya, itu tidak perlu dihitung auditor negara, BPK, BPKP ataupun bawasda, kita pun bisa menghitung dan itu dibolehkan,"katanya.(noe)

Rabu, Juli 16, 2008

Pengusaha Kabur, Harta Thoyib Bakal Disita

NUNUKAN- Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati mengatakan, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan melakukan penyitaan terhadap harta milik Thoyib Budiharyadi, tersangka kasus pembuatan dokumen Amdal pada kantor Bapedalda Nunukan tahun 2006 lalu.
“Bahkan bukan hanya Pak Thoyib. Mereka yang ada disitu kemungkinan saja mencari pengganti kerugian negara itu. Apabila, kerugian negara itu tidak bisa dimintakan dari pengusaha yang mengerjakan proyek itu,”katanya.
Suleman mengatakan, perusahaan konsultan pembuat dokumen Amdal itu diduga fiktif. Beberapa kali diminta hadir secara sah, namun para pengusaha itu tak datang.
Bahkan, untuk melakukan pencekalan terhadap empat pengusaha tersebut, pihak kejari merasa kesulitan. Sebab, identitas lengkap mereka tidak diketahui.
Suleman menjelaskan, penyitaan harta dalam pemberantasan tindak korupsi, memang bisa dilakukan.
“Karena dalam tindak pidana korupsi ini, bukan hanya untuk menghukum orang saja. Tapi menyelamatkan keuangan negara yang tadi,”katanya.
Menurutnya, lebih tepat pada siapa pengantian kerugian negara itu akan dibebankan, itu akan dilihat lebih lanjut.
“Makanya lebih tepat pada siapa itu dibebankan. Kalau misalnya kepada yang menikmati (pengusaha,red) tidak bisa lagi kita dapat, kepada mereka yang membuat orang jadi kaya yang kita bebankan,”katanya.
Karena dengan menyalahgunakan wewenangnya itulah, para pejabat dimaksud menyebabkan terjadinya kerugian negara dan membuat orang lain menjadi kaya.
“Karena itu mereka harus mempertangungjawabkan perbuatannya,”katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam rumusan UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, rumusan pasal 3 menyebutkan, setiap orang, dengan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan atau suatu koorporasi, akibatnya negara rugi.
“Itu ada empat unsurnya,”katanya.
Sedangkan pada pasal 3, pada perbuatan melawan hukum diganti dengan menyalahgunakan wewenang.
“Nah mereka selaku pegawai negeri, selaku pejabat punya wewenang kan?. Wewenang ini yang disalahgunakan, akibatnya negara rugi. Kemudian yang menikmati kerugian negara siapa?, konsultan-konsultan yang membuat itu,”katanya.
Meskipun dalam penyidikan, para tersangka ini mengatakan tidak pernah menerima atau menikmati sepeserpun, namun kata Kajari, dia telah memperkaya orang lain yakni konsultan itu.
Dalam kasus pembuatan dokumen Amdal, penyidik kejari Nunukan telah menahan dua tersangka yakni sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi terkait jabatannya selaku kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda, serta kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri yang ditahan Senin (14/7) lalu.
Keduanya di jebloskan ke rutan polres Nunukan setelah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Mereka diduga terlibat dalam pekerjaan pembuatan dokumen Amdal melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan yang meliputi, embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Baik Thoyib maupun Hasan Basri, disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Warga Sebatik Juga Dukung Kejaksaan

NUNUKAN-Dukungan terhadap kejari Nunukan menuntaskan berbagai tindak pidana korupsi di Nunukan terus mendapat dukungan dari masyarakat.
Dari perbatasan RI-Malaysia, dukungan itu disampaikan anggota DPRD Nunukan asal kecamatan Sebatik Muslimin Rasulu.
Muslimin kepada koran kaltim kemarin mengaku bangga atas prestasi Kejari Nunukan dibawah kepemimpinan Suleman Hadjarati yang berhasil melakukan penyidikan terhadap tiga kasus korupsi.
"Jujur saya bangga dengan beliau yang telah menjebloskan para tersangka dugaan korupsi,"katanya.
Dukungan serupa juga disampaikan ketua LSM L-Haerindo Mansyur R terhadap kejaksaan.
Mansyur mengatakan, sudah selayaknya hukum di jadikan panglima di daerah ini.
"Ini langkah maju buat penegak hukum yang sangat proaktif menangani kasus-kasus korupsi yang ada di Nunukan. Korupsi memang harus diperangi,"katanya.
Menurutnya, penegakan hukum memang tidak mengenal siapapun dia.
"Tapi saya juga berharap, jangan hanya kelas teri yang disikat. Kami tunggu realisasi selanjutnya, bagaimana dengan pengambil kebijakan yang lebih besar,"katanya.
Mansyur memastikan, masyarakat Nunukan mayoritas mendukung pemberantasan korupsi di Nunukan.
"Kalau ada yang tidak mendukung kejaksaan, jangan-jangan dia juga ikut menikmati uang hasil korupsi itu,"ujarnya.
Yang membuat Mansyur bangga, kejari Nunukan berani mengambil tindakan hukum serius dengan melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Padahal di daerah lain, walaupun sudah menjadi tersangka tapi belum ditahan,"katanya.
Sementara terkait rencana pemerintah kabupaten Nunukan menyediakan pengacara bagi tersangka korupsi, Mansyur dengan tegas menolak apabila pengacara itu dibiayai melalui APBD.
"Setahu saya, belum ada tersangka korupsi yang dibiayai melalui APBD,"katanya.
Mansyur khawatir, langkah pemerintah itu justru memunculkan masalah hukum baru.(noe)

Selasa, Juli 15, 2008

Kepala Bapedalda Akhirnya Di Kerangkeng


NUNUKAN- Penyidik kejaksaan negeri Nunukan, Senin (14/7) sore kemarin akhirnya melakukan penahanan terhadap kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Nunukan Haji Hasan Basri.
Hasan Basri ditahan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal pada kantor Bapedalda Nunukan tahun 2006 silam. Hasan merupakan tersangka kedua dalam kasus itu yang dijebloskan ke rutan Polres Nunukan.
Sebelumnya, pada Jumat (11/7) malam lalu, Kejari melakukan penahanan terhadap kepala Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi terkait jabatannya selaku kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda, kala itu.
Hasan Basri yang masih menggunakan seragam PNS warna hijau, sekitar pukul 17.55 wita, keluar dari ruang kaur kepegawaian tempat ia diperiksa mulai pukul 10.00 wita.
Dengan didampingi sejumlah jaksa, ia diangkut menggunakan mobil tahanan kejaksaan warna cokelat KT 2174 S. Sedangkan pengacaranya Rapsodi Rustam SH, naik ke mobil dinas kepala Bapedalda, kijang biru KT 21 S.
Kepada wartawan, Hasan Basri yang matanya tampak sembab, menolak memberikan keterangan.
“Ke pengacara saya saja,”elaknya.
Saat koran kaltim mencoba mengkonfoirmasikan penahanan itu kepada Rapsodi, yang bersangkutan juga menolak memberikan komentar, dan langsung menutup pintu mobil yang dinaikinya.
Sejak diperiksa pada pukul 10.00 wita, Hasan Basri didampingi pengacaranya. Jaksa penyidik yang memeriksanya sempat memberikan kesempatan hingga dua kali kepada Hasan Basri untuk sholat dan isitirahat.
Tak tanggung-tanggung, selama pemeriksaan Hasan Basri harus berhadapan langsung dengan lima jaksa yang dipimpin kasi intel Kurnia SH MHum dengan anggota kasi pidsus Henry Prabowo SH, Gusti Hamdani SH MH, Suwanda SH dan Satria Irawan SH.
Hasan Basri dan pengacaranya sempat menolak penahanan tersebut.
“Beliau sudah menandatangani surat penolakan penahanan,”kata Satria Irawan.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH yang didampingi tim penyidik menjelaskan, meski selama ini Hasan Basri termasuk sangat kooperatif selama menjalani pemeriksaan, namun itu bukan alasan untuk tidak menahannya.
“Penahananan itu, tujuan kita toh pada akhirnya kalau diputus juga akan ditahan. Hanya untuk pada awal ini, kita lebih menghendaki supaya dari kami ada suatu keseriusan,”katanya.
Menurutnya, dengan melakukan penahanan, berarti ada outline waktu karena penahanan hanya dibatasi 20 hari yang diperpanjang selama 40 hari.
“Nah kalau kami sendiri sudah ada preasure begitu, tentu itu juga membuat kita menjadi ketakutan kalau masanya (penahanan,red) ini berakhir,”katanya.
Selain itu, penahanan terpaksa dilakukan untuk memudahkan kerja penyidik.
“Kalau ditahan, akan lebih mudah kita memeriksa. Itu alasan kita. Jadi kalau kita perlukan, tinggal kita bon saja dia kesini. Jadi tidak perlu lagi layangkan panggilan tiga hari sebelumnya, itu membuat penyidik lama,”katanya.
Sementara itu, Suleman juga mengatakan, pihaknya memang agak lama melakukan penahanan meskipun kasus itu telah ditingaktkan penangannya ke penyidikan.
“Kenapa lama, karena korupsi harus ditangani serius. Nanti alat bukti itu sudah ditangan kita antara 60 sampai 70 persen, baru kita berani melakukan tindakan hukum lainnya,”katanya.
Dari penyidikan kasus ini, jelasnya, hampir dipastikan masih ada tersangka baru dalam kasus itu.
“Tersangka baru sebenarnya sudah ada dikantong kami. Tapi kami lihat momentum, kita akan tindaklanjuti lagi,”katanya.
Sementara, soal penolakan penahanan yang dilakukan Hasan Basri, ia menilai hal itu sebagai sesuatu yang wajar.
“Memang penasehat hukum harus memperjuangkan kepentingan tersangka. Kalau dia pasif saja, justra akan dipertanyakan,”katanya.
Melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan, dilakukan pekerjaan pembuatan dokumen Amdal pada embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Penyidik kejari Nunukan menetapkan tiga pejabat bapedalda sebagai tersangka setelah melihat perbuatan para pejabat ini melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Mereka disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

MINTA PENANGGUHAN PENAHANAN

Pada hari yang sama, tersangka Thoyib Budiharyadi yang lebih dulu dijebloskan ke rutan, kemarin meminta penangguhan penahanan.
Permintaan tersebut disampaikan langsung istri tersangka dengan didampingi salah seorang staf ahli Setkab Nunukan Hajjah Asmah Gani.
“Asmah Gani datang sebagai keluarga tersangka, bukan atas nama institusi,”kata Suleman menegaskan.
Suleman mengatakan, untuk pembebasan itu pihak keluarga hanya memberikan jaminan moral saja.
“Artinya, mereka menjamin tidak akan melarikan diri dan seterusnya. Memang dijamin, tapi apakah kalau dia ternyata melarikan diri, apakah sipenjamin bisa dikenakan sanksi?, dihukum?, kan tidak bisa. itu hanya moral saja,”katanya.
Menurutnya, alasan meminta penangguhan itu yakni, Thoyib sebagai kepala keluarga yang menjadi tulang punggung kelaurga, kemudian masih perlu melakukan tugas-tugas serta masih memiliki anak bayi.
“Tapi saya rasa, kalau saja itu dijadikan dasar, satu rutan akan mengajukan permohonan yang sama. Disini kita tidak menspesialisasikan, dimata kita semua perbuatan pidana itu sama,”katanya.
Meski belum menegaskan sikap, tampaknya permohonan tersebut bakal ditolak. Hal itu diperkuat edaran kejaksaan agung, yang meminta tidak dilakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi.
“Kalau dia meminta penangguhan penahanan, ini akan kontradiktif dengan alasan awal melakukan penahanan. Saya tidak mendahului, tapi dalam prosedur saya meminta pendapat hukum dari tim penyidik,”katanya.(noe)

Senin, Juli 14, 2008

Mantan Menteri kesal Koruptor Dibiayai APBD

NUNUKAN-Rencana pemerintah kabupaten Nunukan menyediakan pengacara bagi tersangka korupsi di Nunukan tak hanya menjadi sorotan warga Nunukan.
Dua pengamat nasional yakni Ryaas Rasyid dan Indra J Piliang, dengan tegas mengingatkan bahaya membiayai pengacara tersangka korupsi dengan menggunakan APBD Nunukan.
Pengamat politik CSIS Indra J Piliang mengatakan, secara etika upaya Pemkab Nunukan itu tak patut dilakukan.
"Karena nanti bisa terkena kasus Burhanuddin Abdullah (mantan gubernur BI,red) baru,"ujar Indra melalui telepon selulernya.
Ia berpendapat, sebaiknya niat itu diurungkan Pemkab Nunukan.
"Sebaiknya jangan. Kita memerlukan pertanggungjawaban keuangan yang bagus,"katanya.
Mantan menteri otonomi daerah Ryaas Rasyid mengilustrasikan hal itu dengan kasus Bank Indonesia ynag menyeret gubernurnya Burhanuddin Abdullah sebagai pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengapa kasus Bank Indonesia terjadi, itu karena menggunakan dana BI untuk membayar pengacara,"katanya mengingatkan.
Sekedar gambaran, dana bantuan hukum bagi para mantan pejabat bank sentral yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dikucurkan Dewan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, sebesar Rp100 miliar untuk keperluan bantuan hukum dan dana lobi di Dewan Perwakilan Rakyat.
Akibatnya, Burhanudin Abdullah diseret KPK.
Sementara, Kabag Hukum Setkab Nunukan Djemmi secara tegas menyatakan, Pemkab Nunukan tidak akan menyediakan pengacara seperti yang disebutkan tersangka kasus Amdal Hasan Basri.
Menurutnya, Pemkab Nunukan tidak bisa mendampingi pejabat yang tersangkut kasus tindak pidana korupsi. Baik itu kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri maupun Sekretaris Badukcapil Thoyib Budiharyadi yang keduanya menjadi tersangka kasus Amdal.
"Itu sudah menyangkut masalah pribadi, personal atau perorangan. Kalau kami berikan itu, berarti kami setuju dengan tindak pidana yang dilakukan,"katanya.(noe)

Perusahaan Konsultan Amdal Diduga Fiktif

NUNUKAN- Pengembangan penyidikan yang dilakukan penyidik Kejari Nunukan terkait dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan,red), mengungkapkan sejumlah fakta baru. Diantaranya, empat perusahaan konsultan yang mengerjakan proyek itu, ditengarai fiktif.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH, Minggu (13/7) kemarin mengungkapkan, selama penyelidikan maupun penyidikan, para konsultan yang mengerjakan proyek tersebut sangat sulit dihubungi.
Di dalam dokumen, alamat perusahaan itu berada di Jakarta, Makassar maupun Samarinda. Namun saat di panggil secara sah, ternyata perusahaan itu tidak beralamat seperti yang di sebutkan.
“Dihubungi melalui telepon, juga tidak ada. Kantornya tidak ada disitu,”ujar pria kelahiran Gorontalo ini.
Melalui anggaran tahun 2006 pada kantor Bapedalda Nunukan, ke empat perusahaan itu telah melaksanakan enam item pekerjaan pembuatan dokumen Amdal pada embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten Nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan, dengan kerugian negara akibat pekerjaan itu ditaksir mencapai Rp1,697 miliar.
Suleman menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan agar pemilik perusahaan itu di masukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kami akan melengkapi paling tidak keterangan RT setempat, sekaligus untuk menunjukkan ada atau tidak alamat itu. Ini juga untuk menunjukkan bahwa, perusahaan itu fiktif atau tidak. Karena ada kemungkinan itu fiktif, makanya tidak ada di Nunukan,”kata ayah lima anak ini.
Suami Rusmini ini memaklumi, jika panitia lelang harus memilih perusahaan dari luar daerah untuk mengerjakan proyek itu. Sebab, sebagai daerah yang baru terbentuk dengan SDM yang terbatas, perusahaan konsultan Amdal di Nunukan, belum ada.
“Tapi paling tidak mereka melakukan tindakan antisipasi. Mereka harus memastikan, perusahaan yang saya undang ini betul-betul bonafitas, atau kredibilitas. Perusahaan itu bisa bertangungjawabkan secara administrasi maupun secara sah,”kata jaksa yang telah menginjakkan kaki di Jakarta sejak duduk di bangku SMA.
Dalam kasus itu, mantan jaksa di gedung bundar Kejagung RI ini menduga, para pejabat di Bapedalda telah melakukan kerjasama dengan perusahaan yang tidak kredibel dan bonafit.
“Itu tidak boleh. Menurut ketentuan, didalam pelelangan itu, yang menjadi pertimbangan tim atau panitia lelang, sejauhmana perusahaan-perusahaan yang mereka tunjuk atau mereka loloskan dalam pra kualifikasi, sebelum menentukan konsultan itu sebagai pemenang,”jelasnya.
Akibat tak jelasnya alamat termasuk identitas pemilik perusahaan, Kejari Nunukan juga menjadi kesulitan melakukan pencekalan ke luar negeri.
“Bahkan identitasnya tidak kami dapatkan. Hanya nama, coba. Hanya nama si Polan, konsultan ini, alamatnya ini. Padahal itukan harus jelas umurnya berapa, tanggal lahirnya berapa dan sebagainya,”kata mantan kasi intel Kejari Kalianda, Lampung ini.
Meski permohonan pencekalan itu telah disampaikan melalui Kejati Kaltim dua pekan lalu, namun Suleman memastikan, pencekalan hanya dapat dilakukan terhadap tiga pejabat Bapedalda yang telah di tetapkan sebagai tersangka, yakni kepala Bapedalda Hasan Basri, mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Thoyib Budiharyadi serta salah seorang pejabat Bapedalda lainnya yang identitasnya belum bisa diungkapkan ke publik.
Pada kesempatan itu Kajari mengatakan, pihaknya tengah membidik para pengusaha itu untuk dijadikan tersangka dalam kasus yang sama. Alasannya, pengusaha tersebut turut menikmati uang hasil perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerugian negara.
Dijelaskannya, konsultan punya kewenangan memeriksa kondisi fisik di lapangan, setelah dia ditetapkan sebagai pemanang lelang.
“Konsultan berkewajiban melihat ke lapangan, mana nih yang mau saya buatkan dokumennya. Kalau mau buat bendungan, apa yang harus dia teliti. Kan begitu, oh itu tanah kosong. Dia kan ahli, dia bisa membuat dokumen sehingga harusnya dia mengerti,”kata pria yang menjabat sebagai Kajari Nunukan sejak akhir 2006 lalu.
Dikatakannya, jika konsultan itu tahu di lokasi itu ternyata sudah ada bangunan, harusnya dia berhak menolak. Sebab, Amdal merupakan syarat sebelum proyek pembangunan fisik di kerjakan.
“Kenapa harus disuruh Amdal kalau sudah ada bangunannya?. Jadi kesadaran moral tidak ada, sepertinya kan ada suatu kong kalingkongnya. Ini tidak boleh. Aturan mengatakan begitu, bukan pak Suleman, bukan pak Kajari yang mengatakannya,”katanya.
Sementara itu, pasca penahanan sekretaris badan kependudukan dan catatan sipil Nunukan, Thoyib Budiharyadi, Jumat (11/7) malam lalu, santer beredar kabar jika tindakan hukum serupa juga akan dilakukan terhadap Hasan Basri.
Apalagi, sesuai yang disampaikan jaksa penyidik Satria Irawan SH, pada Senin (14/7) hari ini, Hasan Basri kembali menjalani pemeriksaan kedua, setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi hal itu, Suleman Hadjarati mengatakan, selama ini Hasan Basri masih kooperatif.
“Apa memang Hasan Basri mau kabur?, kaburnya kemana dia?. Dia orang disini, tidak mungkin beliau kabur,”katanya.
Namun Suleman memastikan, meski Hasan Basri kooperatif, hal itu bukan alasan untuk tidak melakukan penahanan. “Kalau dia diluar (tahanan,red), bisa saja dia mengatakan pak saya lagi di Samarinda atau kami lagi ada acara keluarga. Tapi kalau di tahanan kan, kapan saja kita mau,”katanya.
Yang pasti, katanya, ditahan atau tidaknya Hasan Basri, tergantung pada keputusan tim penyidik.
Penyidik kejari Nunukan menetapkan tiga pejabat bapedalda sebagai tersangka setelah melihat perbuatan para pejabat ini melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Mereka disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Untuk kasus itu, Kejari Nunukan telah memperoleh keterangan ahli dari kementerian lingkungan hidup dan ahli hukum lingkungan dari Universtias Sumatera Utara.(noe)

Minggu, Juli 13, 2008

Biaya Pengacara Tersangka Korupsi, Lebih Baik Untuk Pendidikan

NUNUKAN- Rencana pemkab Nunukan menyediakan pengacara bagi tersangka dugaan korupsi, terus ditentang sejumlah elemen masyarakat di Nunukan. Selain DPRD dan Serikat Pelajar Nunukan (SPN), penolakan juga disampaikan aktifis Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Nunukan, Arianto.
Arianto kepada koran kaltim Jumat kemarin mengatakan, sangat naif membiayai orang yang diduga merampok uang rakyat. Apalagi dananya berasal dari uang rakyat.
Ia mengatakan, untuk membiayai belasan pejabat Pemkab Nunukan yang menjadi tersangka, tidak sedikit uang dari kas daerah yang harus dikeluarkan.
"Biayanya bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran. Itu kan jumlah yang tidak sedikit. Untuk apa kita membiayai perampok uang rakyat dengan uang rakyat?,"tanya Galank, panggilan akrab Arianto.
Menurutnya, lebih baik uang tersebut digunakan untuk pengembangan kualitas pendidikan di Nunukan.
"Uang itu kan bisa untuk beasiswa atau untuk membangun sekolah. Atau lebih baik digunakan memperbaiki jalan menuju SMK yang rusak parah,"katanya.
Tak hanya itu, dengan jumlah anggaran yang sedemikian besar, Pemkab Nunukan juga bisa membantu pengobatan bagi warga yang tidak mampu.
Pada kesempatan itu, Galank juga mengatakan, dengan membiayai para tersangka tersebut, sama saja Pemkab mendukung tindakan para koruptor itu.
"Kok tersangka korupsi harus dibela?,"tanya dia.
Harusnya, kata Galank, pemerintah mendukung langkah kejaksaan negeri Nunukan menuntaskan dugaan korupsi yang terjadi di Nunukan.
"Kalau Pemkab Nunukan mendukung pemerintahan bersih yang bebas korupsi, kenapa para tersangka ini harus dibela?,"ujarnya.
Apalagi, kata Galank, indikasi korupsi itu jelas-jelas dilakukan yang bersangkutan secara pribadi.
"Kalau dia mengatakan itu dilakukan secara institusi, berarti seluruh institusi kan harus bertanggungjawab,"katanya.
Pemerintah kabupaten Nunukan akan memberikan bantuan hukum kepada para pejabat yang menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu diakui kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nunukan, Drs Hasan Basri, salah seorang tersangka yang tersangkut kasus Amdal.
Hasan Basri mengatakan, Pemkab melalui bagian hukum akan menyediakan pengacara untuk mendampingi dirinya selama menjalani proses hukum ini.
“Yang pasti pengacaranya nanti dari Pemda, rencananya nanti begitu. Saya belum tahu siapa, tapi tergantung pada kabag hukum nanti,”katanya.
Dengan demikian, kata Hasan, segala pembiayaan terhadap pengacara rencananya berasal dari kas daerah. Hasan beralasan, apa yang dilakukannya, mengatasnamakan pemerintah daerah.(noe)

Sabtu, Juli 12, 2008

Aneh, Pengacara Tersangka Dugaan Korupsi Dibiayai APBD


NUNUKAN- Kebijakan pemerintah kabupaten Nunukan, menyediakan pengacara untuk pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi korupsi, dipertanyakan sejumlah pihak di Nunukan. Apalagi, dana untuk membiayai pengacara itu berasal dari APBD Nunukan.
Anggota komisi I Viktor Ola Tokan mengaku heran dengan kebijakan tersebut.
“Kok pengacaranya harus dari Pemda yang menyediakannya?,”tanya ketua PDK Nunukan ini.
Menurut Viktor, tidak tepat rasanya jika pejabat yang diindikasikan korupsi itu, justru dibantu pengacara yang dibiayai dari kas daerah.
“Apa-apaan itu?, kenapa bisa begitu?,”kata Viktor terheran-heran.
Lontaran serupa juga disampaikan sekretaris komisi I DPRD Nunukan Kornalius Tadem.
Menurut Kornalius, tindakan korupsi yang dilakukan pejabat di maksud, merupakan tindakan pribadi.
“Kalau dia mengatakan itu atas nama pemerintah daerah, tidak ada aturan yang membolehkan korupsi. Kalau dia bekerja sesuai aturan, tidak mungkin bisa terjadi korupsi. Didalam aturan, semuanya sudah jelas,”kata ketua PDS Nunukan ini.
Kornalius heran, karena pejabat pejabat yang menyebabkan kerugian uang negara yang notabenenya uang milik rakyat, justru harus disediakan pengacara dengan biaya uang rakyat, untuk membela pejabat dimaksud.
Sementara itu, ketua serikat pelajar Nunukan (SPN) Sadam Husain, dengan tegas menolak rencana Pemkab Nunukan menyediakan pengacara yang terindikasi korupsi.
Saddam menganggap kebijakan tersebut sudah sangat kebablasan. Menurutnya, tak seharusnya pejabat terindikasi korupsi dibiayai dengan menggunakan uang rakyat.
“Pemkab ini sangat aneh. Pemkab tidak mau membayar pengacara KPUD Nunukan yang jelas-jelas telah membantu sehingga bupati dan wakil bupati bisa menduduki jabatannya dengan mulus. Tapi pejabat yang diduga korupsi, justru dibantu pengacara dengan biaya dari daerah,”katanya.
Pemerintah kabupaten Nunukan akan memberikan bantuan hukum kepada para pejabat yang menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu diakui kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nunukan, Drs Hasan Basri, salah seorang tersangka yang tersangkut kasus Amdal.
Hasan Basri mengatakan, Pemkab melalui bagian hukum akan menyediakan pengacara untuk mendampingi dirinya selama menjalani proses hukum ini.
“Yang pasti pengacaranya nanti dari Pemda, rencananya nanti begitu. Saya belum tahu siapa, tapi tergantung pada kabag hukum nanti,”katanya.
Dengan demikian, kata Hasan, segala pembiayaan terhadap pengacara rencananya berasal dari kas daerah. Hasan beralasan, apa yang dilakukannya, mengatasnamakan pemerintah daerah.(noe)

Jumat, Juli 11, 2008

Sekretaris Badukcapil Dijebloskan ke Tahanan


NUNUKAN- Mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Nunukan, Thoyib Budiharyadi selaku tersangka dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, menolak penahanan terhadap dirinya yang dilakukan penyidik kejaksaan negeri Nunukan.
Thoyib yang sejak hari ini ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut, menolak menandatangani berita acara penahanannya. Namun, ia bersedia menandatangani surat penolakan penahanan yang disodorkan penyidik Satria Irawan.
Thoyib di jebloskan ke rumah tahanan Polres Nunukan, jalan Ujang Dewa, Nunukan, setelah menjalani pemeriksaan sekitar tiga jam di ruang kaur kepegawaian kantor Kejari Nunukan.
Sekitar pukul 18.45 WITa usai menjalani pemeriksaan ssebagai saksi dan tersangka, Thoyib kemudian diangkut dengan menggunakan mobil tahanan Kejari Nunukan KT 2178 FA, menuju rutan Polres Nunukan, yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari kantor kejaksaan.
Kepada koran kaltim, sesaat sebelum masuk ke mobil tahanan itu, Thoyib yang menggunaka topi hitam, baju kaos oblong cokelat dan celan biru itu mengatakan, dirinya menolak penahanan itu karena dirinya tidak tahu proses hukum terhadap dirinya yang semula hanya menjadi saksi, namun saat pemeriksaan langsung di tetapkan sebagai tersangka disusul penahanan.
“Ini kan tidak adil, kepala Bapedalda (Hasan Basri,red) yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka justru tidak ditahan,”katanya.
Thoyib khawatir, penahannnya akan menggangu tugas-tugas negara menjelang pelaksanaan pemilu dan pilpres 2009 mendatang. Mengingat, saat ini ia menjabat sebagai sekretaris badan kependudukan dan catatan sipil Kabupaten Nunukan.
“Kenapa saya menolak ditahan, karena saya banyak tugas. Ini jelas menganggu persiapan pilpres dan pemilu. Tapi kan harusnya kami rapat, Senin rapat lagi. Kalau saya ditahan, ini terganggu. Makanya saya minta tidak ditahan,”katanya.
Untuk proses selanjutnya, kata Thoyib, dirinya akan melakukan pembelaan dengan meminta penasehat kepada Pemkab Nunukan. Alasannya, apa yang dilakukannya merupakan kegiatan pemerintah daerah.
Thoyib sendiri yakin, dalam kasus itu dirinya tidak bersalah.
“Saya yakin saya tidak tahu. Saat itu saya kan sudah dimutasi. Kalau masalah lelang dan kegiataannya, berdasarkan hasil lelang sedangkan kegiatan tempo hari (waktu itu,red) saya tidak ada disitu. Seharusnya di stop kegiatan itu itu,”katanya.
Menurutnya, dirinya sama sekali tidak terlibat dlaam pembuatan dokumen Amdal tersebut.
“Dulu bidang saya cuma pengawasan dan pemantauan. Saya memantau sedangkan proyek Amdal itu dilakukan pihak ketiga,”jelasnya.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hajdarati dikonfirmasi terpisah mengatakan, penahanan terpaksa dilakukan karena empat kali sebelumnya di panggil sebagai saksi, yang bersangkutan tidak datang.
“Daripada menyulitkan kita dalam tindakan lanjutan, lebih baik dilakukan penahanan,”katanya.
Thoyib akan menjalani penahanan hingga tanggal 30 Juli mendatang.
“Itu 20 hari pertama, dan dapat diperpanjang,”tegasnya
Saat ditanya mengapa upaya hukum serupa tidak dilakukan terhadap kepala bapedalda Nunukan Hasan Basri yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, Suleman hanya mengatakan, pihaknya telah memiliki pertimbangan dasar hukum yang kuat.
“Pertama, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, kemudian dikahwatirkan merusak barang bukti serta dikhawatirkan akan melakukan tindak pidana lagi. Itu alasan subjektif. Nah kalau alasan objektifnya, sepanjang diancam hukuman diatas lima tahun, itu bisa kita menahan, tidak ada larangan,”katanya.
Namun, Thoyib justru merasa alasan itu tidak tepat dikenakan padanya.
“Saya ini PNS, saya tinggal di perumahan PNS. Tidak mungkin saya melarikan diri, saya ini orang Nunukan yang tinggal di Nunukan,”katanya beralasan.
Setelah penahanan, Kejari Nunukan segera melakukan pemberkasan.
“Pemberkasan secepatnya kita lakukan. Alat bukti kita sudah cukup, dari ahli, bukti surat dan keterangan saksi sudah cukup. Alat bukti kita sudah lebih dua,”katanya.
Rencananya berkas Thoyib akan dibuat terpisah dengan tersangka lain dalam kasus itu.
Suleman meminta, penahanan terhadap Thoyib tidak terlalu dibesar-besarkan.
“Maling ayam juga ditahan tidak ada yang mempermasalahkan, sepanjang sudah memenuhi unsur-unsur yang disangkakan itu penahanan sudah bisa dilakukan,”katanya.
Suleman yakin, penahanan Thoyib yang juga sekretaris Badukcapil Nunukan, dipastikan tidak menggangu proses pendataan dalam rangka pelaksaan pemilu dan pilpres 2009.
“Gubernur BI setelah ditahan, tidak ada yang rebut. Kita menahan karena penegakan hukum ini kan tergantung niat, kalau kita betul-betul konsisten,”katanya.
Sebelumnya, penyidik terpaksa membawa paksa Thoyib, sebab setelah dipanggil empat kali sebagai saksi, yang bersangkutan tidak datang.
Tim yang dipimpin kasi pidsus Henry Wibowo SH, sekitar ukul 15.20 wita mulai bergerak dari kantor kejari dengan didampingi dua polisi berpakaian preman, serta sejumlah jaksa yakni Satria Irawan, Suhardi, Iswan Noor dan Faruq.
Tim pertama kali bergerak di komplek perumahan PNS Nunukan, Jalan Ujang Dewa. Namun yang bersangkutan tidak ada di rumah nomor A8, tempat tinggalnya.
Dengan menggunakan mobil tahan KT 2174 S, tim akhirnya menujuk ke Rumah Makan Bakso Bakar Malang, Jl. Kartini.
Di rumah makan miliknya, Thoyib sedang bersama istrinya di salah satu kamar. Semula ia menolak turun.
Hendry dan dua polisi akhirnya naik ke lantai dua, tempat Thoyib beristirahat bersama istrinya.
Namun di depan kamar itu, terpampang tulisan,”MAAF SEKEDAR PERINGATAN, KAR’NA INI KAMAR PRIBADI JADI YANG MERASA ORANG LAIN DILARANG KERAS MASUK KE KAMAR INI ALIAS HARAM YANG BKN MUHRIM”.
Diketok tak keluar, salah seorang polisi akhirnya membuka paksa pintu kamar tersebut. Thoyib akhirnya keluar kamar dengan telanjang dada.
Saat dijelaskan perihal penjemputannya sebagai saksi, Thoyib sempat menolak. Setelah berdebat panjang dengan Satria, Thoyib akhirnya bersedia dibawa ke kantor Kejari Nunukan.
Namun, ia masih menolak dinaikkan ke mobil tahanan dengan alasan akan datang sendiri menggunakan mobil pribadinya.
“Boleh saya ikut mobil kamu, tapi awas ya. Awas,”ancamnya.
Thoyib tersangkut kasus Amdal yang sebelumnya telah menetapkan kepala Bapedalda sebagai tersangka. Proyek itu mlibatkan embung sungai bilal, embung sungai bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung gabungan dinas kabupaten nunukan, instalasi pengeloahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan pada tahun 2006.
Kerugian negara akibat pekerjaan itu di taksir mencapai Rp1,697.151.000.
Kejari Nunukan menetapkan tiga pejabat bapedalda sebagai tersangka dan empat orang konsultan yang mengerjakan proyek itu.
Selain melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, proyek itu manyalahi Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Untuk kasus itu, Kejari Nunukan telah memperoleh keterangan ahli dari kementrian lingkungan hidup dan ahli hukum lingkungan dari Universtias Sumatera Utara.
Suleman menegaskan, penjemputan paksa Thoyib saat itu, masih dalam kapasitasnya sebagai saksi.
“Setelah menjalani pemeriksaan disini, statusnya kemudian ditingkatkan menjadi tersangka. Setelah dirasa perlu, akhirnya kami melakukan penahanan. Jadi kami tidak melakukan penangkapan paksa,”katanya.(noe)

Bela Pejabat Terindikasi Korupsi, Pemkab siapkan Pengacara


NUNUKAN- Pemerintah kabupaten Nunukan akan memberikan bantuan hukum kepada para pejabat yang menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu diakui kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nunukan, Drs Hasan Basri, salah seorang tersangka yang tersangkut kasus Amdal.
Hasan Basri mengatakan, Pemkab melalui bagian hukum akan menyediakan pengacara untuk mendampingi dirinya selama menjalani proses hukum ini.
“Yang pasti pengacaranya nanti dari Pemda, rencananya nanti begitu. Saya belum tahu siapa, tapi tergantung pada kabag hukum nanti,”katanya.
Dengan demikian, kata Hasan, segala pembiayaan terhadap pengacara rencananya berasal dari kas daerah.
“Karena saya bertindak selaku pemerintah daerah,”kata Hasan.
Pada bagian lain Hasan Basri menilai, penetapan dirinya sebagai tersangka, tidak tepat.
“Tapi jaksa kan kacamatanya lain. Karena saya merasa ini demi pembangunan Nunukan. Saya sudah benar, apa yang saya lakukan setiap kegiatan itu, harus ada dokumen lingkungannya,”katanya.
Hasan Basri mengakui, dalam kasus itu pihaknya mengerjakan Amdal setelah dilakukan pembangunan proyek fisik.
“Itulah situasinya yang agak berbeda. Tapi nanti kita lihat,”katanya.
Ia menegaskan, tidak ada aturan yang melarang pembuatan Amdal setelah bangunan fisik di kerjakan.
“Sekarang kita pilih, pilih bangunan itu hancur tanpa dokumen atau kita buat dokumen, meski terlambat tetapi ada.
Jadi kalau bangunan itu dibiarkan semaunya tanpa Amdalnya, bagaiamana nanti. Amdal itu kan pedoman, bagiamana kalau ada apa-apa, bagaiamana menyelamatkan lingkungan,”katanya.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun Hasan Basri masih bisa berlega hati. Pasalnya, dalam kegiatan itu, katanya, dirinya sama sekali tidak terlibat dengan masalah uang meski satu peserpun.
Hasan Basri ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi di kantor Bapedalda Nunukan, terkait penggunaan anggaran tahun 2006.
Ia disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain dianggap melanggar peraturan pemerintah nomor 27 tentang Amdal, perbuatan yang dilakukan tersangka juga melanggar peraturan menteri Lingkungan hidup nomor 17.(noe)

Kamis, Juli 10, 2008

Hari Ini, Tiga Dugaan Korupsi Diekspose di Kejati

NUNUKAN- Menjelang pelimpahan berkas tiga perkara dugaan tindak pidana korupsi di Nunukan, Rabu (9/7) hari ini, bertempat di kantor Kejaksaan Tinggi Kaltim, akan diadakan ekspose. Ekspose akan dilakukan langsung kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH.
Suleman sesaat sebelum keberangkatannya ke Samarinda menjelaskan, dilakukannya ekspose perkara tersebut, sebagai upaya koordinasi agar apa yang dilakukan di Nunukan juga di ketahui pimpinan diatasnya.
“Kami satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sehingga apapun yang kami perbuat, kejati juga harus tahu semuanya. Ini untuk pengendalian, karena kami tidak lepas dari pengawasan struktur yang lebih diatas,”katanya.
Di Nunukan, Kejari Nunukan melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi Amdal, DR-DAK dan pengadaan tanah.
Untuk kasus Amdal, penyidik telah menetapkan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri sebagai tersangka. Sedangkan dalam kasus DAK-DR, tersangkanya mantan pimpro kegiatan reboisasi Ir Nazarudin.
Pada bagian lain, mantan jaksa di gedung bundar kejagung RI ini mengatakan, penahanan yang kemungkinan akan dilakukan terhadap tersangka bukanlah tindakan istimewa dalam penegakan hukum. Sebab, hal itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sejak dilakukan tindakan penyelidikan, penyidikan, hingga pelimpahan berkas perkara ke pengadilan dalam penuntutan.
“Itu juga sekaligus rangkaian dari pemanggilan saksi, ahli, penahanan bahkan sampai pada eksekusi,”katanya.
Ia sendiri mengatakan, berkas perkara tiga kasus dugaan korupsi itu sudah hampir rampung.
“Sudah tidak ada lagi yang terlalu sulit kalau masalah berkasnya. Tapi ini menyangkut pihak-pihak lain, intansi-instansi lain, yang masih perlu kami koordinasi, perlu lagi follow up. Tapi selama ini bukan kita diamkan, selalu kita tindaklanjuti tapi step by step,”katanya.
Suleman berharap, dalam bulan ini berkas perkara tiga dugaan korupsi itu sudah dilimpahkan ke pengadilan.(noe)

Rabu, Juli 09, 2008

Kepala Bapedalda ‘Dikeroyok’ Tiga Jaksa

NUNUKAN- Untuk pertama kalinya sejak di tetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Amdal, Senin (7/6) kemarin, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Nunukan Drs Hasan Basri, menjalani pemeriksaan di kantor Kejari Nunukan.
Tak tanggung-tanggung, dalam pemeriksaan itu, Hasan Basri langsung ‘di keroyok’ tiga jaksa masing-masing Satria Irawan, Suwanda dan Hendrik.
Hasan Basri tiba di kantor Kejari Nunukan, Jl. Ujang Dewa, pada pukul 13.45 WITA dengan menggunakan mobil dinas, kijang biru KT 21 S. Ia mulai menjalani pemeriksaan pada pukul 14.05 WITA, diruang kaur kepegawaian, dan baru berakhir pada pukul 15.50 WITA.
Satria Irawan, salah seorang penyidik kasus tersebut mengungkapkan, Hasan Basri ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi di kantor Bapedalda Nunukan, terkait penggunaan anggaran tahun 2006.
“Kami hari ini telah memeriksa Drs Hasan Basri selaku tersangka. Ini pertama kalinya dia diperiksa sebagai tersangka dan kami juga sudah menjelaskan hak-hak daripada tersangka,”jelasnya.
Satria menjelaskan, Hasan Basri disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam hal ini, Hasan Basri selaku tersangka akan menyediakan penasehat hukumnya. Kewajiban kami menanyakan, apakah tersangka bersedia di dampingi penasehat hukumnya. Ternyata secara pribadi beliau akan didampingi penasehat hukumnya, yang akan ditunjuk selanjutnya. Untuk pemeriksaan lanjutan, kita lakukan seminggu kedepan,”katanya.
Soal peran Hasan Basri dalam kasus itu, Satria menjelaskan, tersangka karena jabatannya bertanggungjawab mulai dari perencanaan sampai kegiatan berjalan.
“Dalam arti, beliau yang mengetahui segala bentuk kegiatan yang dilakukan Bapedalda, karena anggaran ini masuk DASK Bapedalda anggaran 2006,”kata jaksa lajang ini.
Selain melanggar peraturan pemerintah nomor 27 tentang Amdal, perbuatan yang dilakukan tersangka juga melanggar peraturan menteri Lingkungan hidup nomor 17.
Ditambahkannya, Amdal merupakan persyaratan dan wajib di lakukan sebelum pembangunan proyek dilakukan.
“Kan kita tahu kalau Amdal itu syarat sebelum proyek dibangun. Disini saya lihat, seharusnya kegiatan ini tidak perlu dibuatkan Amdal. Cukup dokumen UPL/UKL,”jelasnya.
Sementara soal penahanan tersangka, Satria mengatakan, pihaknya belum perlu melakukan hal itu.
“Tersangka tidak serta merta harus ditahan. Tapi apabila telah memenuhi syarat subjektif atau objektif, kan nantinya akan ada tindakan. Sehingga kami belum mengambil tindakan untuk menahan tersangka karena beliau masih kooperatif. Dalam hal ini, kita tidak tahu kedepannya,”katanya.
Pekerjaan Amdal melibatkan enam item pekerjaan yaitu RSUD Nunukan, terminal bandara Nunukan, embung sungai Bilal, embung sungai Bolong dan gedung gabungan dinas-dinas. Nilai pekerjaan mencapai Rp.1,9 miliar.
Ditemui terpisah, kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH mengatakan, sejauh ini pihaknya belum melibatkan instansi terkait kasus Amdal tersebut seperti dinas pekerjaan umum Nunukan.
“Karena dinas-dinas lain sifatnya sebagai pelaksanaan teknisnya. Kalau Amdal itu, Bapedalda selaku pengawas pelaksanaan Amdal,”katanya.
Seharusnya, kata Suleman, rencana Amdal berasal dari instansi teknis, bukan dari Bapedalda.
Ia sendiri berharap, kasus Amdal telah masuk pengadilan pada bulan ini.
“Maunya kita bulan ini sudah ke penuntutan. Sedapat mungkin, segera kita lanjutkan,”harapnya(noe)

Jumat, Juli 04, 2008

Jelang Tahan Tersangka, Kajari Nglurug DPRD

Kasus Korupsi Nunukan

NUNUKAN-- Menjelang detik-detik penahanan para tersangka sejumlah dugaan korupsi di Nunukan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan Suleman Hadjarati mengunjungi sejumlah pihak untuk berkoordinasi. Kemarin, giliran DPRD Nunukan yang dikunjunginya. Menurut sumber Koran Kaltim, kunjungan ke sejumlah lembaga itu untuk mengkoordinasikan langkah-langkah yang akan ditempuh Kejari sebelum menahan para tersangka.
Di gedung wakil rakyat, Kajari diterima Ketua DPRD Nunukan Ngatidjan Ahmadi dan wakil ketua masing-masing Abdul Wahab Kiak dan Muhammad Saleh.
"Cuma silahturahmi saja. Bukan kami yang mengundang," kata Ngatidjan.
Ditanya, apakah kunjungan itu terkait rencana penahanan tersangka? "Kalau itu masalah teknis, yang jelas kami mendukung langkah pemberantasan korupsi di Nunukan," jawab Ngatidjan.
Sebelumnya, Kajari berjanji akan menahan tersangka dalam bulan ini jelang Hari Bhakti Kejaksaan. "Ini akan menjadi reward bagi kami," katanya. Pekan lalu, Kejari secara resmi telah mengumumkan nama tersangka 2 kasus dugaan korupsi.
Mereka adalah Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri yang dijadikan tersangka kasus Amdal. Sedangkan mantan Pimpro proyek reboisasi Nazarudin sebagai tersangka dugaan korupsi dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR).
Sementara itu, Rabu (2/6) kemarin santer terdengar di kalangan warga jika Kejari akan melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi itu. Dikonfirmasi terkait hal itu, Kajari membantahnya. "Belum ada itu," katanya singkat.
Kejari telah meningkatkan status penanganan 3 kasus dugaan korupsi di Nunukan masing-masing dugaan korupsi DAK-DR, Amdal dan pengadaan tanah oleh Tim 9 pada 2004 lalu. "Kalau pengadaan tanah belum bisa saya umumkan tersangkanya," kata Kajari. (noe)