Sabtu, April 12, 2008

Gara-gara Cairkan Cek, A Jadi Tersangka Kasus Tanah

NUNUKAN- Malang benar nasib A, hanya karena mencairkan cek pembayaran tanah dia kini harus menjadi tersangka.
Pengadaan tanah Pemkab Nunukan tahun 2004 itu, dilakukan melalui panitia 9 yang ex officio dijabat Bupati Nunukan.
Untuk kepentingan umum, Pemkab Nunukan membebaskan tanah seluas 62 hektar, di Sungai Jepun, tak jauh dari kantor Bupati Nunukan.
A sendiri merupakan pengusaha perkreditan motor. Lalu bagaimana ia bisa tersangkut kasus itu?.
Pekan lalu, wartawan koran kaltim, sempat menemui A di kantor kejaksaan negeri Nunukan. Kala itu, ia mengaku akan menjalani pemeriksaan karena telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Nunukan.
A menceritakan, keterlibatannya dalam kasus itu bermula saat dirinya berhubungan dengan seorang pengusaha bernama R.
R membeli tanah dari seorang warga, namun pembayarannya tidak dilakukan cash. Melainkan lewat sepeda motor, sebagai pembayaran awal.
Motor bebek merk shogun itu di peroleh R dari daeler motor Suzuki milik A.
Namun, karena pengambilannya dilakukan secara kredit, R menjaminkan surat tanah milik warga itu kepada A.
Nah, giliran Pemkab Nunukan akan melakukan pembayaran, ternyata tak bisa dibayarkan langsung kepada R. Karena surat tanah masih berada pada A.
"Surat tanahnya saya tahan, karena pembayaran kredit motor belum lunas,"kata A dengan wajah pasrah.
Setelah melakukan pembicaraan lebih jauh termasuk dengan panitia pembebasan tanah, di capailah solusi agar A yang mencairkan biaya pembayaran tanah.
"Waktu itu saya diminta mencairkan cek pembayaran tanah tersebut,"kata A.
A mengaku, cek yang dicairkannya berjumlah Rp7 miliar. Jumlah itu terbagi dalam tiga lembar cek. Ia mencairkan uang itu di bank BPD Nunukan.
A tak menyangka, akibat perbuatannya itu justru menjerumuskan dirinya sendiri.
A sendiri mengaku pasrah dan siap menghadapi resiko apapun termasuk harus di penjara.
"Nanti saya pasti masuk ke lembaga pemasyarakatan. Mungkin saya nanti yang pertama mengisi LP Nunukan yang baru dibangun,"kata A.
Berbeda dengan pengakuan A, kepala Kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati justru mengatakan jika saat ini pihaknya baru mencari tersangka dalam kasus tersebut.
"Makanya sering saya katakan, saat ini kami masih mencari pelakunya. Siapa sih pelakunya, itu yang kami gali,"kata Suleman.(noe)

Jumat, April 11, 2008

Bupati Nunukan Segera Diperiksa

NUNUKAN- Kejaksaan negeri Nunukan membutuhkan ijin dari presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap bupati Nunukan, jika dalam kasus pengadaan tanah yang dilakukan penitia 9 pada tahun 2004 silam, ternyata bupati Nunukan selaku pimpinan daerah juga dibutuhkan keterangannya. Bupati Nunukan secara eks officio merupakan ketua panitia tim 9 yang dibentuk berdasarkan surat keputusan gubernur Kalimantan Timur.
“Jadi kalau kasus tersebut berhubungan dengan pimpinan daerah, maka dibutuhkan ijin presiden. Nah untuk itu kan tidak mudah. Kami harus ke pimpinan dulu,”kata kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati, ditemui diruang kerjanya, Rabu (9/4) kemarin.
Selasa (8/4) lalu Kejaksaan negeri Nunukan menyita 62 hektar tanah di Sungai Jepun, tak jauh dari kantor bupati Nunukan. Penyitaan didasarkan pada penetapan penyitaan pengadilan negeri Nunukan nomor 59/PEN.PID/2008/PN.NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Setelah penyitaan tersebut, dalam waktu dekat lembaga itu akan menyampaikan laporan perkembangan penyidikan.
“Laporan perkembangan penyidikan sedang kami proses. Itu dibuat tertulis dan akan kami laporkan ke pimpinan. Nanti pimpinan akan melihat, kalau dibutuhkan untuk presentasi atau dieksposes, kami siap ekspose ke pimpinan,”katanya.
Selain itu, untuk membawa kasus yang juga melibatkan bupati Bulungan Budiman Arifin-Sekda Nunukan kala itu- hingga ke penuntutan, Kejari Nunukan memerlukan perhitungan kerugian negara dari auditor negara dalam hal ini badan pengawas keuangan dan pembanganan (BPKP) atau badan pemeriksa keuangan (BPK).
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan, setelah kejaksaan negeri Nunukan melakukan penyelidikan dalam kasus pengadaan tanah Pemkab Nunukan tahun 2004 itu, ditemukan perbuatan melawan hukum dan berindikasi merugikan keuangan negara. Sejak Rabu (20/2) lalu, penanganan kasus itu ditingkatkan ke penyidikan.
“Didalam penyidikan itu sendiri, kami mencari pelaku tindak pidana. Karena, tindak pidanannya sudah ada, katakanlah itu melawan hukum, indikasi kerugian negara sudah ada. Sekarang kita cari, siapa sih yang melakukan itu,”jelas mantan jaksa di gedung bundar Kejaksaan Agung RI ini.
Selama melakukan penyidikan, lanjut Suleman, pihaknya telah menyita dokumen yang berhubungan dengan dokumen tanah serta dokumen pembayaran tanah untuk pembebasan tanah yang dimiliki tiga orang itu.
Ditanya mengenai indikasi pelanggaran hukum dalam kasus itu, Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Ditanya apakah yang dimaksudnya tanah tersebut merupakan tanah negara?, Suleman tak menjawabnya secara tegas.
“Kira-kira anda bisa menafsirkannya. Tapi seharusnya pemilik tanah hanya diberikan santunan atau kerohiman semacam itulah,”katanya.
Panitia 9 yang diketuai bupati Nunukan, dibentuk untuk mengganti tanah yang akan digunakan bagi kepentingan umum.
“Tugasnya untuk mengecek kebenaran tanah tersebut secara fisik dan secara administrasi. Itu tufoksi mereka termasuk menegosiasikan harga tanah,”katanya.
Dari penyidikan itu apakah panitia 9 sudah bekerja sesuai prosedur?, menjawab pertanyaan koran kaltim Suleman hanya mengatakan,”Itulah yang masih dalam pengggalian, penyidikan. Apakah mereka sudah melakukan seharusnya, prosedurnya, apa-apa tugas yang dituangkan dalam SK penunjukan panitia itu.”
Menurutnya, panitia 9 hampir sama tugasnya dengan panitia pengadaan barang.
“Jadi ada pimpro, kemudian pimpro membentuk panitia pengadaan. Kalau untuk pengadaan barang dibentuklah penitia pelelangan namanya. Kalau dalam bentuk pengadaan tanah disebut panitia 9. Namanya beda, tapi prosedurnya sama,”katanya.
Ia sendiri belum bisa menilai apakah dalam kasus itu terjadi mark up anggaran.
“Kita melihat yang riil dulu. Bahwa sesuai dengan informasi dan data yang kami dapatkan, kurang lebih 47 hektar atau nilai tanahnya sekitar Rp5 miliar tidak dilindungi dengan dokumen. Setelah kami dalami ternyata ada indikasi itu,”katanya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Terhadap kasus ini, Kajari Nunukan berjanji akan menindaklanjutinya dengan serius.
“Makanya do’akan saja, supaya ini betul-betul jadi dengan apa adanya. Kami melaksanakan ini semua dengan sungguh-sungguh, saya dan teman-teman melaksanakan penyidikan ini dengan tidak main-main,”janji pejabat yang mulai bertugas di Nunukan sejak akhir tahun 2006 lalu.(noe)

Kamis, April 10, 2008

Kejari Nunukan Sita 62 Hektar Tanah

NUNUKAN- Tim dari kejaksaan negeri Nunukan yang dipimpin kasi intel Kurnia, Selasa (8/4) kemarin melakukan penyitaan tanah seluas 62 hektar yang terletak di Sungai Jepun, tak jauh dari kantor bupati Nunukan.
Penyitaan yang juga diikuti pihak kepolisian, badan pengelola kekayaan dan keuangan daerah (BPKKD) Nunukan serta badan pertanahan nasional (BPN) Nunukan itu, dilakukan tanpa adanya perlawanan atau keberatan dari pihak manapun.
Empat buah plang penyitaan di pasang di sejumlah sudut lahan tersebut, menandai penyitaan tanah yang didasarkan pada penetapan penyitaan pengadilan negeri Nunukan nomor 59/PEN.PID/2008/PN.NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati, kepada koran kaltim menjelaskan, penyitaan tanah tersebut merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan alat-alat bukti dan barang bukti.
“Alat bukti itu bisa saja ada di dalam barang bukti. Diantaranya dokumen-dokumen itu bisa sebagai alat bukti yang mati, yang bisa bicara setelah kita bacakan isinya,”jelasnya.
Dokumen tersebut, katanya, bisa dijadikan alat bukti tersendiri. Dari penyitaan dokumen itulah, tanah yang menjadi objek permasalahan juga harus disita.
“Tujuannya, agar tanah tadi walaupun dia barang tidak bergerak, barang tetap, tetapi itu kan bisa disalahgunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan lain. Sehingga, dalam keadaaan penyidikan tidak boleh dialihfungsikan atau digunakan untuk kepentingan-kepentingan apapun diatas tanah tersebut,”kata Suleman menguraikan.
Selain menyita tanah, pihaknya juga telah menyita dokumen-dokumen yang berhubungan dengan dokumen tanah dan dokumen pembayaran tanah tersebut.
Lahan itu sendiri, sebelum dibebaskan di miliki tiga orang. Kepada mereka inilah, Pemkab Nunukan melalui penitia 9 melakukan pembayaran.
Pembebasan tanah tersebut dilakukan tahun 2004 silam dengan menelan anggaran dari APBD Nunukan sebesar Rp7 miliar.
Kasus yang ditangani sejak awal tahun 2007 tersebut, mulai ditingkatkan penanganannya ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu.
Suleman Hadjarati masih enggan membeberkan tersangka dalam kasus tersebut dengan alasan, masih mencari siapa pelaku dalam kasus yang merugikan keuangan negara tersebut.(noe)

Rabu, April 09, 2008

Kajari Nunukan Bakal Dimutasi?

NUNUKAN- Kabar tak sedap kembali terdengar ditelinga masyarakat Nunukan. Setelah Kapolres Nunukan AKBP Sang Made Mahendra Jaya yang dimutasi pekan lalu, kabarnya Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH juga akan dimutasi dalam waktu dekat ini. Keduanya selama ini dikenal getol, melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi bahkan hingga ke lingkaran kekuasaan di Nunukan.
Dikonfirmasi kebenaran informasi itu, Suleman Hajdarati tak membenarkan tak juga membantahnya.
“Kalau rencana itu setiap saat ada ditingkat pimpinan di kejaksaan agung. Itu merupakan rutinitas di lingkungan kami dalam hal mutasi tersebut,”kata Suleman, diwawancarai koran kaltim secara khusus baru-baru ini.
Pejabat yang baru bertugas setahun lebih di Nunukan ini mengatakan, dilakukannya mutasi tergantung pada penilaian pimpinan kejaksaan di pusat.
“Dan kami pun siap dimutasi kapan saja,”tegas pria kelahiran Gorontalo tahun 1954 silam ini.
Sementara ini, kata Suleman, dirinya menolak berkomentar jika rencana mutasi terhadap dirinya dikaitkan dengan penanganan kasus korupsi di Nunukan.
“Saya tidak bisa mengatakannya. Itu diluar konteks kemampuan saya. Tapi secara langsung saya tidak pernah mendengarkan itu. Yang pasti, bahwa kami akan dimutasi. Entah kapan saya juga tidak tahu,”kata jaksa yang lebih banyak bertugas di ibukota negara.
Ditanya apakah akhir-akhir ini ada permintaan dari pemkab Nunukan untuk tidak melanjutkan penanganan dugaan korupsi di lingkungan Setkab Nunukan, Suleman mengatakan, secara terang-terangan itu tidak pernah ada.
Menurutnya, kalaupun penanganan korupsi di Nunukan tak berjalan sesuai target waktu yang ditentukan, itu karena kejari Nunukan lebih fleksibel memberikan waktu kepada pejabat di Nunukan untuk menjalani pemeriksaan.
“Karena volume kerja mereka yang begitu tinggi. Sehingga kita juga kita tidak bisa memaksakan mereka hadir dengan jadwal biasa. Mereka punya waktu, kita panggil begitu seterusnya sampai mereka bisa datang. Tapi kalau mereka ada keperluan, kita berikan kesempatan,”kata Suleman yang menegaskan, sejauh ini belum ada intimidasi maupun intervensi dari pihak luar dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Nunukan.
Begitu juga soal upaya suap yang kemungkinan bisa dilakukan pejabat yang menjadi target penanganan sejumlah kasus di daerah ini.
“Tentunya hal itu merupakan godaan bagi kami semua. Godaan itu tetap ada. Tentunya itu bisa saja terjadi, mungkin nanti akan ada. Tapi kami berusaha semaksimal mungkin untuk tidak terpengaruh dengan godaan-godaan itu,”janjinya.(noe)