Jumat, April 11, 2008

Bupati Nunukan Segera Diperiksa

NUNUKAN- Kejaksaan negeri Nunukan membutuhkan ijin dari presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap bupati Nunukan, jika dalam kasus pengadaan tanah yang dilakukan penitia 9 pada tahun 2004 silam, ternyata bupati Nunukan selaku pimpinan daerah juga dibutuhkan keterangannya. Bupati Nunukan secara eks officio merupakan ketua panitia tim 9 yang dibentuk berdasarkan surat keputusan gubernur Kalimantan Timur.
“Jadi kalau kasus tersebut berhubungan dengan pimpinan daerah, maka dibutuhkan ijin presiden. Nah untuk itu kan tidak mudah. Kami harus ke pimpinan dulu,”kata kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati, ditemui diruang kerjanya, Rabu (9/4) kemarin.
Selasa (8/4) lalu Kejaksaan negeri Nunukan menyita 62 hektar tanah di Sungai Jepun, tak jauh dari kantor bupati Nunukan. Penyitaan didasarkan pada penetapan penyitaan pengadilan negeri Nunukan nomor 59/PEN.PID/2008/PN.NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Setelah penyitaan tersebut, dalam waktu dekat lembaga itu akan menyampaikan laporan perkembangan penyidikan.
“Laporan perkembangan penyidikan sedang kami proses. Itu dibuat tertulis dan akan kami laporkan ke pimpinan. Nanti pimpinan akan melihat, kalau dibutuhkan untuk presentasi atau dieksposes, kami siap ekspose ke pimpinan,”katanya.
Selain itu, untuk membawa kasus yang juga melibatkan bupati Bulungan Budiman Arifin-Sekda Nunukan kala itu- hingga ke penuntutan, Kejari Nunukan memerlukan perhitungan kerugian negara dari auditor negara dalam hal ini badan pengawas keuangan dan pembanganan (BPKP) atau badan pemeriksa keuangan (BPK).
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan, setelah kejaksaan negeri Nunukan melakukan penyelidikan dalam kasus pengadaan tanah Pemkab Nunukan tahun 2004 itu, ditemukan perbuatan melawan hukum dan berindikasi merugikan keuangan negara. Sejak Rabu (20/2) lalu, penanganan kasus itu ditingkatkan ke penyidikan.
“Didalam penyidikan itu sendiri, kami mencari pelaku tindak pidana. Karena, tindak pidanannya sudah ada, katakanlah itu melawan hukum, indikasi kerugian negara sudah ada. Sekarang kita cari, siapa sih yang melakukan itu,”jelas mantan jaksa di gedung bundar Kejaksaan Agung RI ini.
Selama melakukan penyidikan, lanjut Suleman, pihaknya telah menyita dokumen yang berhubungan dengan dokumen tanah serta dokumen pembayaran tanah untuk pembebasan tanah yang dimiliki tiga orang itu.
Ditanya mengenai indikasi pelanggaran hukum dalam kasus itu, Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Ditanya apakah yang dimaksudnya tanah tersebut merupakan tanah negara?, Suleman tak menjawabnya secara tegas.
“Kira-kira anda bisa menafsirkannya. Tapi seharusnya pemilik tanah hanya diberikan santunan atau kerohiman semacam itulah,”katanya.
Panitia 9 yang diketuai bupati Nunukan, dibentuk untuk mengganti tanah yang akan digunakan bagi kepentingan umum.
“Tugasnya untuk mengecek kebenaran tanah tersebut secara fisik dan secara administrasi. Itu tufoksi mereka termasuk menegosiasikan harga tanah,”katanya.
Dari penyidikan itu apakah panitia 9 sudah bekerja sesuai prosedur?, menjawab pertanyaan koran kaltim Suleman hanya mengatakan,”Itulah yang masih dalam pengggalian, penyidikan. Apakah mereka sudah melakukan seharusnya, prosedurnya, apa-apa tugas yang dituangkan dalam SK penunjukan panitia itu.”
Menurutnya, panitia 9 hampir sama tugasnya dengan panitia pengadaan barang.
“Jadi ada pimpro, kemudian pimpro membentuk panitia pengadaan. Kalau untuk pengadaan barang dibentuklah penitia pelelangan namanya. Kalau dalam bentuk pengadaan tanah disebut panitia 9. Namanya beda, tapi prosedurnya sama,”katanya.
Ia sendiri belum bisa menilai apakah dalam kasus itu terjadi mark up anggaran.
“Kita melihat yang riil dulu. Bahwa sesuai dengan informasi dan data yang kami dapatkan, kurang lebih 47 hektar atau nilai tanahnya sekitar Rp5 miliar tidak dilindungi dengan dokumen. Setelah kami dalami ternyata ada indikasi itu,”katanya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Terhadap kasus ini, Kajari Nunukan berjanji akan menindaklanjutinya dengan serius.
“Makanya do’akan saja, supaya ini betul-betul jadi dengan apa adanya. Kami melaksanakan ini semua dengan sungguh-sungguh, saya dan teman-teman melaksanakan penyidikan ini dengan tidak main-main,”janji pejabat yang mulai bertugas di Nunukan sejak akhir tahun 2006 lalu.(noe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini