Kamis, Oktober 30, 2008

PH Terdakwa Korupsi, Akan Ajukan Penangguhan Penahanan

NUNUKAN- Meski sebelumnya kejaksaan negeri Nunukan telah menolak penangguhan penahanan kedua terdakwa korupsi pembuatan dokumen Amdal. Namun penasehat hukumnya, akan tetap melakukan tindakan serupa. Mengingat saat ini, kedua terdakwa sudah bukan lagi menjadi tahanan jaksa, melainkan tahanan pengadilan negeri (PN) Nunukan.
Rabhsody selaku ketua tim penasehat hukum (PH) terdakwa Hasan Basri maupun Thoyib Budiharyadi mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan koordinasi terkait rencana meminta penangguhan penahanan.
“Insyaalah akan ada,”ujarnya.
Ia menyadari, ada sejumlah perkara yang tidak boleh ditangguhkan penahanannya. Seperti kasus illegal logging, narkotika, pembunuhan dan korupsi.
“Makanya kami juga berpikir, untuk apa kami ajukan kalau tidak dikabulkan?. Itu jadi pertimbangan kami,”katanya.
Saat ini, pihaknya lebih fokus pada proses persidangan yang sedang berlangsung.
“Jadi untuk sementara, biarlah persidangan ini berjalan. Tapi Insyaallah rencana itu ada. Bagaimanapun, kami harus berusaha,”katanya optimis.
Mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Nunukan, Thoyib Budiharyadi di tahan di rutan Mapolres Nunukan sejak Jumat (11/7) lalu, setelah ia di tetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Kepala Bapedalda Hasan Basri, ditahan sejak Senin (14/7). Saat ini keduanya telah dipindahkan ke lembaga pemasyarakat (Lapas) Nunukan, Sungai Jepun, Nunukan.
Kedua terdakwa diduga melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal yang melibatkan embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung Gabungan Dinas (Gadis) Kabupaten Nunukan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan pada tahun 2006, dengan kerugian negara di taksir mencapai Rp1,5 miliar.
Selain melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, perbuatan terdakwa diduga melanggar Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga Thoyib dan Hasan Basri didakwa melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Selasa, Oktober 28, 2008

Tanggapan Jaksa Dinilai Tak Relevan Dengan Eksepsi

NUNUKAN- Tim penasehat hukum dua terdakwa dugaan korpsi pembuatan dokumen Amdal menilai, tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) tidak relevan dengan eksepsi yang disampaikan penasehat hukum (PH) terdakwa.
Karena itu pihaknya optimis, secara yuridis majelis hakim (MH) tidak akan melanjutkan pemeriksaan perkara itu dalam putusan sela pada Senin (3/11) mendatang.
“Tapi majelis hakim yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara itu,”kata ketua tim PH terdakwa, Rabhsody, di temui usai sidang di PN Nunukan, kemarin.
Rabhsody mengatakan, secara yuridis tanggapan jaksa sama sekali tidak menyentuh eksepsi yang disampaikan pihaknya.
“Itu merupakan kalimat pembuka saja. Tidak ada relevansinya dari eksepsi kami,”ujarnya.
Sidang kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi, kemarin kembali digelar dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.
Dalam sidang dengan ketua MH pengganti I Ketut Wiartha dan anggota Romi Sinarta serta Tri Wahyudi, dua tim JPU menyampaikan tanggapan atas eksepsi PH terdakwa.
Dalam eksepsinya, terdakwa mengajukan keberatan dan menilai pengadilan tidak berwenang mengidili perkara itu, dakwaan tidak dapat diterima dan surat dakwaan harus dibatalkan.
PH menilai, dakwaan jaksa kabur sehingga MH diharapkan tidak melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.
Menanggapi keberatan terdakwa, JPU menilai, PH terdakwa tidak cermat membaca dan memahami dakwaan.
“Penasehat hukum harusnya bisa membedakan masalah tata usaha negara. Karena dalam kasus dugaan korupsi ini, Bapedalda tidak mematuhi ketentuan undang-undang dalam proses Amdal. Dengan demikian perkara korupsi dititikberatkan pada akibat pelanggaran aturan diatas,”kata Satria, salah seorang jaksa yang membacakan tanggapan tersebut.
Ia mengatakan, pendapat PH yang mengatakan, kejaksaan tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, tidaklah beralasan secara hukum. Karena, kejaksaan diberikan kewenangan berdasarkan undang-undang.
Satria mengatakan, dakwaan yang dibuat JPU sudah memenuhi ketentuan sehingga sudah memenuhi syarat formil dan materiil.
“Justru alasan penasehat hukum yang tidak beralasan. Dengan demikian, penasehat hukum tidak faham terhadap dakwaan kabur,”jelas Satria.
Karena itu, JPU meminta agar dalam putusan sela pada persidangan mendatang, MH tak menerima seluruh eksepsi penasehat hukum terdakwa.
“Memutus bahwa dakwaan jaksa sah secara hukum dan pemeriksaan terdakwa dilanjutkan,”harap jaksa.
Dalam sidang itu, JPU hanya membacakan eksepsi terdakwa Hasan Basri. Sedangkan eksepsi terdakwa Thoyib Budiharyadi tidak dibacakan.
“Eksepsi langung kami serahkan tapi dianggap telah dibacakan. Karena tanggapannya sama saja seperti yang dibacakan tadi,”kata ketua JPU Kurnia.
Sama seperti pada persidangan sebelumnya, sidang kasus korupsi pertama di Nunukan ini, dihadiri puluhan simpatisan dan keluarga kedua terdakwa. Bahkan diantara pengunjung sidang, hadir kepala dinas perhubungan Faridil Murad dan mantan camat Nunukan Hajjah Asmah Gani serta sejumlah PNS di lingkungan Bapedalda Nunukan.
Soal tudingan PH yang menyebutkan tanggapan JPU tidak relevan, salah seorang JPU, Satria, mengatakan, pihaknya tidak perlu menyampaikan tanggapan menyeluruh atas eksepsi PH terdakwa itu.
“Eksepsinya yang tidak relevan. Kami hanya menyampaikan tanggapan berdasarkan pasal 156 KUHAP. Itu saja,”ujarnya.(noe)

Tanggapan Jaksa Dinilai Tak Relevan Dengan Eksepsi

NUNUKAN- Tim penasehat hukum dua terdakwa dugaan korpsi pembuatan dokumen Amdal menilai, tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) tidak relevan dengan eksepsi yang disampaikan penasehat hukum (PH) terdakwa.
Karena itu pihaknya optimis, secara yuridis majelis hakim (MH) tidak akan melanjutkan pemeriksaan perkara itu dalam putusan sela pada Senin (3/11) mendatang.
“Tapi majelis hakim yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara itu,”kata ketua tim PH terdakwa, Rabhsody, di temui usai sidang di PN Nunukan, kemarin.
Rabhsody mengatakan, secara yuridis tanggapan jaksa sama sekali tidak menyentuh eksepsi yang disampaikan pihaknya.
“Itu merupakan kalimat pembuka saja. Tidak ada relevansinya dari eksepsi kami,”ujarnya.
Sidang kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi, kemarin kembali digelar dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.
Dalam sidang dengan ketua MH pengganti I Ketut Wiartha dan anggota Romi Sinarta serta Tri Wahyudi, dua tim JPU menyampaikan tanggapan atas eksepsi PH terdakwa.
Dalam eksepsinya, terdakwa mengajukan keberatan dan menilai pengadilan tidak berwenang mengidili perkara itu, dakwaan tidak dapat diterima dan surat dakwaan harus dibatalkan.
PH menilai, dakwaan jaksa kabur sehingga MH diharapkan tidak melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.
Menanggapi keberatan terdakwa, JPU menilai, PH terdakwa tidak cermat membaca dan memahami dakwaan.
“Penasehat hukum harusnya bisa membedakan masalah tata usaha negara. Karena dalam kasus dugaan korupsi ini, Bapedalda tidak mematuhi ketentuan undang-undang dalam proses Amdal. Dengan demikian perkara korupsi dititikberatkan pada akibat pelanggaran aturan diatas,”kata Satria, salah seorang jaksa yang membacakan tanggapan tersebut.
Ia mengatakan, pendapat PH yang mengatakan, kejaksaan tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, tidaklah beralasan secara hukum. Karena, kejaksaan diberikan kewenangan berdasarkan undang-undang.
Satria mengatakan, dakwaan yang dibuat JPU sudah memenuhi ketentuan sehingga sudah memenuhi syarat formil dan materiil.
“Justru alasan penasehat hukum yang tidak beralasan. Dengan demikian, penasehat hukum tidak faham terhadap dakwaan kabur,”jelas Satria.
Karena itu, JPU meminta agar dalam putusan sela pada persidangan mendatang, MH tak menerima seluruh eksepsi penasehat hukum terdakwa.
“Memutus bahwa dakwaan jaksa sah secara hukum dan pemeriksaan terdakwa dilanjutkan,”harap jaksa.
Dalam sidang itu, JPU hanya membacakan eksepsi terdakwa Hasan Basri. Sedangkan eksepsi terdakwa Thoyib Budiharyadi tidak dibacakan.
“Eksepsi langung kami serahkan tapi dianggap telah dibacakan. Karena tanggapannya sama saja seperti yang dibacakan tadi,”kata ketua JPU Kurnia.
Sama seperti pada persidangan sebelumnya, sidang kasus korupsi pertama di Nunukan ini, dihadiri puluhan simpatisan dan keluarga kedua terdakwa. Bahkan diantara pengunjung sidang, hadir kepala dinas perhubungan Faridil Murad dan mantan camat Nunukan Hajjah Asmah Gani serta sejumlah PNS di lingkungan Bapedalda Nunukan.
Soal tudingan PH yang menyebutkan tanggapan JPU tidak relevan, salah seorang JPU, Satria, mengatakan, pihaknya tidak perlu menyampaikan tanggapan menyeluruh atas eksepsi PH terdakwa itu.
“Eksepsinya yang tidak relevan. Kami hanya menyampaikan tanggapan berdasarkan pasal 156 KUHAP. Itu saja,”ujarnya.(noe)

Kamis, Oktober 23, 2008

Audit BPKP Ditangan, Bulan Depan Tersangka DAK-DR Dibui

NUNUKAN- Nazaruddin cs, harus siap-siap menjadi penghuni baru Lembaga Pemasyarakat Nunukan. Pasalnya, setelah menerima hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berkas para tersangka dugaan korupsi dana alokasi khusus dana reboisasai (DAK-DR), termasuk Nazaruddin, bulan depan akan dilimpahkan ke pengadilan negeri Nunukan.
“Perkiraan bulan November dua kasus (DAK DR dan pengadaan tanah,red) sudah dilimpahkan,”ujar kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Sulaiman Hadjarati, kemarin.
Apakah pelimahan berkas disertai penahanan tersangka?
“Kami lihat nanti perkembangan, tapi kemungkinan besar. Kami tidak bisa main-main, karena kami memang melihat perbuatan itu sama-sama kriminal. Illegal logging ditahan, kenapa itu (korupsi,red) tidak?,”ujarnya.
Meski tinggal selangkah lagi, namun Suleman masih enggan menyebutkan nama para tersangka lainnya.
“Yang pasti lebih dari satu. Nanti ada waktunya saya umumkan. Sekarang belum bisa, karena mereka belum dicekal. Nanti kalau diberitahu nama-namanya, mereka bisa kabur duluan,”katanya.
Tak hanya kasus DAK DR, dugaan korupsi pengadaan tanah yang melibatkan bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad sebagai ketua tim 9, bulan depan juga dipastikan akan masuk ke pengadilan. Sebab, BPK telah menyelesaikan audit kerugian negaranya.
“BPK sudah selesai, mereka sudah mengirim dan sekarang dalam perjalanan,”tegasnya.
Namun, ijin presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, hingga kini masih dalam proses.
“Kita tunggu saja,’katanya.
Suleman mengatakan, karena dalam kedua kasus dugaan korupsi itu, tersangkanya lebih dari satu, berkas perkara yang akan dilimpahkan ke pengadilan, juga dibuatkan secara terpisah.
Dalam kasus DAK DR, penyidik kejari Nunukan secara resmi telah menetapkan mantan pimpinan proyek (Pimpro) kegiatan reboisasi Ir Nazarudin, sebagai tersangka.
"Dalam hal ini Pimpro dan perusahaan yang mengerjakan turut bertanggungjawab secara hukum,"kata Suleman.
Menurut Suleman, kasus DAK-DR diduga merugikan negara sekitar Rp1,9 miliar. Penyidikan kasus tidak diarahkan pada seluruh kegiatan reboisasi di sejumlah kecamatan tetapi hanya pada proyek yang di kerjakan di Pulau Nunukan. "Rebosiasi yang seluas 60 hektar, itu yang kami mintakan bantuan perhitungan dari BPKB. Apalagi kasus ini berawal dari temuan BPKP,"katanya.
Ia menambahkan, tahun 2004 lalu tim yang terdiri dari BPKP, Bawasda Kaltim, Dinas Kehutanan turun ke Nunukan. Hasil pemeriksaan tim ditemukan kerugian negara di DAK-DR. Atas dasar temuan itu, BPKP menyampaikan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Sedangkan untuk kasus pengadaan tanah, Kajari telah melakukan ekspose dihadapan jaksa agung Hendarman Supandji terkait permintaan ijin presiden guna memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad. Dalam kasus itu, bupati secara eks officio menjabat sebagai ketua tim 9.
Dikatakannya, proyek pengadaan tanah yang rencananya di peruntukkan lapangan golf itu menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan pada 2004 silam.
Untuk kasus itu, Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan.(noe)

Senin, Oktober 20, 2008

Terdakwa Korupsi Tak Sampaikan Eksepsi

NUNUKAN- Sidang kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal dengan terdakwa mantan Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan Kabid Pemantauan dan Pengawasan Lingkungan Thoyib Budiharyadi, Senin (20/10), hari ini kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan dengan agenda penyampaian eksepsi.
Namun dalam kesempatan itu, masing-masing terdakwa dipastikan tidak akan menyampaikan eksepsi.
Meski merasa keberatan atas dakwaan yang disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun kedua terdakwa menyerahkan penyampaian eksepsi kepada tim penasehat hukumnya yang terdiri dari Rabsody, Nunung dan Roni.
"Saya tidak akan menyampaikan apa-apa, semuanya diserahkan kepada pengacara,"kata Tohyib maupun Hasan Basri.
Pekan lalu, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sugeng Hiyanto dengan anggota Romi Sinarta dan Tri Wahyudi itu, jaksa penuntut umum (JPU) masing- masing terdakwa sama-sama mendakwa kedua pelaku dengan pasal berlapis.
Pada dakwaan primer, Hasan maupun Thoyib didakwa melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  jo pasal 55 ayat (1) ke (1), jo pasal 64 ayat (1) ke (1) KUHP.
Sementara dalam dakwaan subsider, JPU menjerat terdakwa dengan pasal 3 jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah melalui UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan, Hasan Basri sebagai Kepala Bapedalda bersama terdakwa Thoyib Budiharyadi pada September 2005 hingga Desember 2006, telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan negara.
Hasan Basri selaku Kepala Bapedalda telah bertindak selaku pemrakarsa.  Seharusnya, kata jaksa, pemrakarsa dalam hal ini adalah dinas teknis bukan Bapedalda.
Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan Bapedalda menggunakan dana untuk hal itu.
Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan 6 proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Sehingga, ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun  2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006.
Padahal, dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal seharusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan. “Tidak ada ketentuan yang membolehkan dokumen Amdal dibuat menyusul,” tegas jaksa.
Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C.
Sementara di bidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas.
Selain itu, terungkap pula jika sejumlah proyek yang di Amdal itu, sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan serupa. Sehingga terjadi 2 kali kegiatan Amdal. “Penetapan kegiatan Amdal tidak perpedoman pada PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Maka dokumen Amdal secara formil tidak prosedural dan secara teknis itu tidak dapat digunakan,”sebut jaksa.
Perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan bertambahnya harta konsultan yang mengerjakan proyek itu. Sehingga, kerugian keuangan negara melalui Pemkab Nunukan sebesar Rp1,5 miliar dari anggaran Rp1,7 miliar yang telah dipotong pajak.(noe)

Jumat, Oktober 17, 2008

SK Pencopotan Terdakwa Korupsi Sedang Diproses

NUNUKAN- Asisten III Setkab Nunukan Taufiqurahman menegaskan, surat keputusan (SK) pemberhentian kedua terdakwa korupsi, sudah diterbitkan. Hanya saja, kata dia, SK itu masih dalam proses penyampaian kepada yang bersangkutan.
“Saat pelantikan kemarin, SK pemberhentiannya sebenarnya sudah ada. Cuma masih dalam proses,”kata Taufiqurahman, di temui di kantor DPRD Nunukan, kemarin.
Menurutnya, dengan pelantikan pejabat baru, secara otomatis jabatan keduanya juga ikut dicopot.
“Jadi saya tegaskan, SK-nya sudah ada. Hanya saja belum sampai kepada yang bersangkutan,”tegasnya.
Mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal, merasa hingga kini dirinya belum pernah dicopot dari jabatannya tersebut. Sebab, ia belum pernah menerima surat keputusan pemberhentiannya.
“Mana suratnya kalau saya telah diberhentikan?,”tanya dia.
Tanggapan serupa juga disampaikan mantan sekretaris Badukcapil Nunukan, Thoyib Budiharyadi, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Thoyib mengaku belum pernah diberitahu secara resmi perihal pemberhentiannya dari jabatan itu.
Baik Hasan maupun Thoyib merasa, secara yuridis mereka masih sah menduduki jabatan itu. Ini artinya, ada dua kepemimpinan ganda di jabatan tersebut.
“Kami masih sah menjabat. Kalau kami dinon-jobkan, mana surat non-jobnya?, Karena pencopotan itu harus disertai surat pemberhentian dari jabatan. Bukan berarti, dengan mengangkat pejabat baru, kami otomatis telah diberhentikan dari jabatan itu,”kata Hasan, ditemui di sela sidang pembacaan dakwaan, Senin (13/10) lalu.
Meski merasa masih sah memegang jabatan tersebut, namun Thoyib hanya bisa pasrah.
“Itu urusan pemda, saya ini kan menerima saja. Tapi saya belum pernah menerima surat pemberhentian,”katanya.
Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Ahmad, Kamis (9/10) secara resmi mencopot dua pejabat yang tersangkut kasus korupsi pembuatan dokumen Amdal di kantor Bapedalda Nunukan. Pencopotan itu ditandai dengan pelantikan pejabat yang menggantikan kedua terdakwa tersebut.
Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dicopot dan digantikan Tomi Harun yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sedangkan jabatan Thoyib Budiharyadi sebagai sekretaris Badukcapil Nunukan, kini diduduki Sri Kustarwati.(noe)

Kamis, Oktober 16, 2008

Terdakwa Korupsi Merasa Jabatannya Belum Pernah Dicopot

NUNUKAN- Mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal, merasa hingga kini dirinya belum pernah dicopot dari jabatannya tersebut. Sebab, ia belum pernah menerima surat keputusan pemberhentiannya.
“Mana suratnya kalau saya telah diberhentikan?,”tanya dia.
Tanggapan serupa juga disampaikan mantan sekretaris Badukcapil Nunukan, Thoyib Budiharyadi, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Thoyib mengaku belum pernah diberitahu secara resmi perihal pemberhentiannya dari jabatan itu.
Baik Hasan maupun Thoyib merasa, secara yuridis mereka masih sah menduduki jabatan itu. Ini artinya, ada dua kepemimpinan ganda di jabatan tersebut.
“Kami masih sah menjabat. Kalau kami dinon-jobkan, mana surat non-jobnya?, Karena pencopotan itu harus disertai surat pemberhentian dari jabatan. Bukan berarti, dengan mengangkat pejabat baru, kami otomatis telah diberhentikan dari jabatan itu,”kata Hasan, ditemui di sela sidang pembacaan dakwaan, Senin (13/10) lalu.
Meski merasa masih sah memegang jabatan tersebut, namun Thoyib hanya bisa pasrah.
“Itu urusan pemda, saya ini kan menerima saja. Tapi saya belum pernah menerima surat pemberhentian,”katanya.
Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Ahmad, Kamis (9/10) secara resmi mencopot dua pejabat yang tersangkut kasus korupsi pembuatan dokumen Amdal di kantor Bapedalda Nunukan. Pencopotan itu ditandai dengan pelantikan pejabat yang menggantikan kedua terdakwa tersebut.
Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dicopot dan digantikan Tomi Harun yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sedangkan jabatan Thoyib Budiharyadi sebagai sekretaris Badukcapil Nunukan, kini diduduki Sri Kustarwati.
Sejak Senin (6/10) lalu, kedua pejabat itu resmi menjadi terdakwa kasus korupsi, setelah berkas keduanya dilimpahkan dari Kejaksaan negeri Nunukan ke pengadilan negeri Nunukan.
Berkas perkara Hasan Basri terigestrasi nomor 153/pid.b/2008/PN.Nnk sedangkan Thoyib Budiharyadi dengan berkas perkara nomor 154/pid.d/2008/PN.Nnk.
Mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Nunukan, Thoyib Budiharyadi di tahan di rutan Mapolres Nunukan sejak Jumat (11/7) lalu, setelah ia di tetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Kepala Bapedalda Hasan Basri, ditahan sejak Senin (14/7). Saat ini keduanya telah dipindahkan ke lembaga pemasyarakat (Lapas) Nunukan, Sungai Jepun, Nunukan.
Kedua terdakwa diduga melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal yang melibatkan embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung Gabungan Dinas (Gadis) Kabupaten Nunukan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan pada tahun 2006, dengan kerugian negara di taksir mencapai Rp1,5 miliar.
Selain melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, perbuatan tersangka diduga melanggar Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga Thoyib dan Hasan Basri didakwa melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)

Rabu, Oktober 15, 2008

Sekda Nunukan Diperiksa Kejari

NUNUKAN- Sekretaris kabupaten Nunukan, Zainuddin HZ, Selasa (14/10) kemarin menjalani pemeriksaan sebagai saksi di kantor kejaksaan negeri Nunukan, Jl. Ujang Dewa Nunukan.
Zainuddin diperiksa, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kantor Dispenda kabupaten Nunukan pada tahun anggaran 2005 lalu.
Zainuddin yang didampingi ajudannya tiba di kantor Kejari Nunukan, menggunakan mobil dinas panther warna coklat bernomor polisi KT 12 S, sekitar pukul 10.15 WITA. Ia kemudian menjalani pemeriksaan di lantai dua kantor kejari, dengan jaksa penyelidik Gusti Hamdani SH MH, mulai pukul 10.30 WITA.
Sekitar pukul 12.30 WITA, Zainuddin tampak keluar ruangan dan meninggalkan kantor Kejari Nunukan. Selanjutnya, pada pukul 14.00 wita, ia kembali menjalani pemeriksaan lanjutan.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Haji Suleman Hadjarati SH MH menyebutkan, pemeriksaan tersebut terkait dengan penyelidikan yang sedang dilakukan kejari Nunukan.
“Masih lid belum penyidikan,”kata Kajari melalui telepon selulernya dari Jakarta.
Suleman mengatakan, pemeriksaan itu terkait dugaan tindak pidana korupsi di Dispenda.
“Mungkin, mungkin masalah di dispenda itu,”ujar Kajari yang kemarin mengaku berada di kantor Kejagung RI.
Kasus tipikor tahun anggaran 2005 di Dispenda Kabupaten Nunukan, diduga merugikan uang negara sebesar Rp 1 miliar.
Dana sebesar itu ternyata tidak bisa dipertanggungjawabkan karena pengeluaran keuangan tidak didukung surat atau bukti yang kuat.
Selain penyelidikan kasus dugaan tipikor di Dispenda Nunukan, jajaran kejari Nunukan juga telah konsentrasi menyelidiki kasus dugaan korupsi di kantor dinas perikanan dan kelautan (Diskanla) Nunukan.
Kasus itu terkait pengadaan alat penangkap ikan sebanyak 20 bagan, pada tahun anggaran 2006/2007 senilai Rp 400 juta.(noe)

Selasa, Oktober 14, 2008

Dua Terdakwa Korupsi, Diancam Pidana Seumur Hidup


NUNUKAN- Sidang kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan Drs HM Hasan Basri MSi dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan Thoyib Budiharyadi, Senin (13/10) kemarin mulai digelar di pengadilan negeri Nunukan. Sidang keduanya digelar dalam waktu terpisah.
Dalam kedua sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Sugeng Hiyanto SH MH dengan anggota Romi Sinarta SH dan Tri Wahyudi SH itu, jaksa penuntut umum (JPU) masing-masing terdakwa, sama-sama mendakwa kedua pelaku dengan pasal berlapis.
Pada dakwaan primer, Hasan maupun Thoyib didakwa melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke (1), jo pasal 64 ayat (1) ke (1) KUHP. Terdakwa dinilai secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sehingga keduanya diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.
Sementara dalam dakwaan subsider, JPU menjerat terdakwa dengan menggunakan pasal 3 jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah melalui UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Kedua terdakwa dianggap dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Untuk dakwaan subsider, terdakwa diancam dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.
Sidang terdakwa Hasan Basri dengan JPU Henry Prabowo SH, Suwanda SH dan Satria SH, dimulai pukul 11.45, dihadiri istri serta sejumlah pendukung dan kerabat terdakwa. Tampak hadir, salah seorang mantan pejabat Nunukan Hj Asmah Gani serta sejumlah PNS dilingkungan kantor Badan Lingkungan Hidup Nunukan.
Sejumlah anggota polisi dengan menggunakan senjata laras panjang, diturunkan mengamankan jalannya sidang tersebut.
Selama persidangan, Hasan yang mengenakan baju biru muda lengan panjang dan Thoyib yang menggunakan peci putih dan berbaju lengan panjang biru tua, tampak sangat tenang mendengarkan dakwaan yang disampaikan jaksa.
Kedua terdakwa ternyata menggunakan penasehat hukum yang sama, yakni Rabsody SH, Nunug SH dan Roni SH.Kedua terdakwa ternyata menggunakan penasehat hukum yang sama, yakni Rabsody SH, Nunug SH dan Roni SH.
Dalam dakwaan setebal 21 halaman yang dibacakan secara bergantian, JPU mengungkapkan, Hasan Basri sebagai kepala Bapedalda bersama terdakwa Thoyib Budiharyadi pada September 2005 hingga Desember 2006, telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan negara.
“Pada awal September 2005, dalam rapat koordinasi internal, Hasan Basri memerintahkan secara lisan kepada Thoyib dan kepala subdit Herlina, untuk menyusun dan menginventarisir kegiatan proyek fisik yang wajib dilakukan amdal,”sebut jaksa.
Hasan Basri selaku kepala Bapedalda, telah bertindak selaku pemrakarsa. Seharusnya, kata jaksa, pemrakarsa yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah dinas teknis bukan bapedalda.
Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan Bapedalda menggunakan dana untuk hal itu.
Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan enam proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Sehingga ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006.
Padahal dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal harusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan.
“Tidak ada ketentuan yang membolehkan dokumen Amdal dibuat menyusul,”tegas jaksa.
Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C.
Sementara dibidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas.
Selain itu, terungkap pula jika sejumlah proyek yang di Amdal itu, sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan serupa. Sehingga terjadi dua kali kegiatan Amdal.
“Penetapan kegiatan Amdal tidak perpedoman pada PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Maka dokumen Amdal secara formil tidak prosedural dan secara teknis itu tidak dapat digunakan,”sebut jaksa.
Perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan bertambahnya harta konsultan yang mengerjakan proyek itu. Sehingga kerugian keuangan negara melalui Pemkab Nunukan sebesar Rp1,5 miliar.
Setelah sidang Hasan Basri selesai pukul 13.15 wita, sidang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan, terdakwa lainnya Thoyib Budiharyadi, yang dimulai pukul 13.45 wita.
Kali ini, JPU yang diketuai Kurnia SH M. Hum dengan anggota Gusti H SH MH dan Iswan Noor SH, tidak membacakan secara lengkap dakwaan subsider sehingga sidang sudah berakhir pada pukul 14.45 wita. Dakwaan setebal 23 halaman itu, berisi dakwaan yang tidak berbeda jauh dengan dakwaan terhadap Hasan Basri.
Atas dakwaan JPU, dua terdakwa melalui pensehat hukumnya akan mengajukan eksepsi pada persidangan Senin pekan depan.
Ditemui usai sidang, baik Thoyib maupun Hasan Basri merasa keberatan atas dakwaan jpu. Namun keduanya enggan berkomentar lebih jauh.
“Semuanya saya serahkan pada pengacara saya. Yang jelas saya keberatan,”kata Hasan maupun Thoyib.
Sementara itu, sidang kemarin sempat diwarnai insiden kecil. Salah seorang pendukung kedua terdakwa sempat memaki-maki jaksa karena dinilai tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Bahkan pelaku yang bernama Ambransyah itu sempat mendatangi salah seorang jaksa.
“Jangan cuma yang satu milir, usut yang puluhan miliar. Ini daerah kami, kami tidak mau terus menerus diinjak-injak di daerah kami,”kata Ambransyah dengan penuh emosi.
Jaksa Satria, hanya memberikan penjelasan, jika pihaknya bekerja melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang.(noe)

Jumat, Oktober 10, 2008

Bupati Copot Jabatan Dua Terdakwa Korupsi

NUNUKAN- Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Ahmad, Kamis (9/10) kemarin secara resmi mencopot dua pejabat yang tersangkut kasus korupsi pembuatan dokumen Amdal di kantor Bapedalda Nunukan. Pencopotan itu ditandai dengan pelantikan pejabat yang menggantikan kedua terdakwa tersebut.
Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dicopot dan digantikan Tomi Harun yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sedangkan jabatan Thoyib Budiharyadi sebagai sekretaris Badukcapil Nunukan, kini diduduki Sri Kustarwati.
Sejak Senin (6/10) lalu, kedua pejabat itu resmi menjadi terdakwa kasus korupsi, setelah berkas keduanya dilimpahkan dari Kejaksaan negeri Nunukan ke pengadilan negeri Nunukan.
Berkas perkara Hasan Basri terigestrasi nomor 153/pid.b/2008/PN.Nnk sedangkan Thoyib Budiharyadi dengan berkas perkara nomor 154/pid.d/2008/PN.Nnk.
Mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Nunukan, Thoyib Budiharyadi di tahan di rutan Mapolres Nunukan sejak Jumat (11/7) lalu, setelah ia di tetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Kepala Bapedalda Hasan Basri, ditahan sejak Senin (14/7). Saat ini keduanya telah dipindahkan ke lembaga pemasyarakat (Lapas) Nunukan, Sungai Jepun, Nunukan.
Kedua terdakwa diduga melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal yang melibatkan embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung Gabungan Dinas (Gadis) Kabupaten Nunukan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan pada tahun 2006, dengan kerugian negara di taksir mencapai Rp1,697.151.000.
Selain melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, perbuatan tersangka diduga melanggar Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga Thoyib dan Hasan Basri disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, bertempat di lantai V kantor bupati Nunukan, Kamis (9/10), bupati Nunukan memimpin jalannya upacara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan, pejabat struktural eselon I,II, III dan IV dilingkungan pemkab Nunukan.
Mutasi kali ini melibatkan 456 pejabat dengan rincian 327 pejabat struktural yang dilantik sedangkan sisanya 129 PNS hanya menduduki jabatan struktural sebagai pelaksanan tugas (plt).
Pelantikan pejabat secara besar-besaran ini disamping karena perubahan nomenklatur SKPD, juga karena adanya penambahan jabatan struktural. Dari sejumlah camat yang dilantik kemarin, hanya tiga kecamatan saja yang pejabatnya definitif. Sedangkan enam kecamatan lainnya masih dijabat pj sekretaris kecamatan merangkap plt camat. Itu terjadi karena eselon untuk menduduki jabatan camat, justru naik dari sebelumnya.
Sejumlah posisi baru diantaranya, Kepala Bapedalda yang dulunya diduduki Hasan Basri kini di duduki Tomi Harun. Abdul Salam yang semula Bawasda kini menjadi staf ahli bupati.
Jabatan asisten tata pemerintahan yang semula diduduki Abdul Karim kini diduduki mantan kabag hukum Djemmi. Sedangkan Karim di posisi barunya di inspektorat kabupaten Nunukan.
Andi Firman Lantara yang menjabat sekretaris DPRD digantikan Indra Jaya.
Sedangkan H Jafar SE yang semula kepala kantor kesbangpol menjadi Kabag humas dan protokol. Kaharuddin Tokong yang semula plt kasubbag humas dan protokol, kemarin dikukuhkan menduduki posisi itu secara definitif sebagai kasubag humas.
Adapun Ilham Zain yang semula kasubdin perdagangan menduduki posisi baru sebagai sekretaris dinas perindustrian perdagangan koperasi.
Bupati Nunukan dalam sambutannya berharap, pelantikan yang dilakukan kali ini dapat difahami para pejabat sebagai amanah.
“Harap diingat dan direnungkan, jabatan bukan merupakan hak saudara sebagai PNS tetapi lebih merupakan amanah dari saya selaku bupati Nunukan,”kata Hafid.(noe)

Kamis, Oktober 09, 2008

Berkas Siap, Dua Kasus Korupsi Segera Ke-Pengadilan

NUNUKAN- Setelah Senin (6/10) lalu, kejaksaan negeri Nunukan melimpahkan berkas dua tersangka korupsi pembuatan dokumen Amdal ke pengadilan negeri Nunukan, dalam waktu dekat dua kasus korupsi lainnya segera menyusul.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati kepada wartawan mengatakan, pihaknya telah menyiapkan berkas kedua kasus dugaan korupsi masing-masing, dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR) dan pengadaan tanah oleh tim 9. Hanya saja, berkas itu belum dilengkapi hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Berkas kami sudah siap. Kalau hasil audit dari BPK dan BPKP turun, kita masukkan jadi satu, kita jilid dalam berkas kita, lalu dimasukkan lagi ke pengadilan,”katanya.
Ia mengatakan, berkas dua perkara korupsi itu akan dilimpahkan kepengadilan pada tahun ini juga.
“Kami optimisi tahun ini, tidak ada yang ditahan-tahan,”katanya.
Kalaupun hasil audit BPK dan BPKP tak juga turun menjelang akhir tahun ini, pihaknya akan menempuh cara lain.
“Kami berupaya dengan cara yang juga punya kekuatan hukum. Bahwa menghitung itu juga tidak harus BPK atau BPKP. Nanti, apakah kami akan menggunakan auditor publik lainnya atau bagaimana, itu nanti kami lihat kedepan,”ujarnya.
Mantan jaksa gedung bundar kejari Nunukan ini optimis, BPK dan BPKP juga konsisten.
“Harapan kami juga demikian, kebetulan mereka membantu kita memberantas korupsi sehingga tugas dan kewenangannya juga mereka laksanakan sesuai harapan yang kita mintakan,”harapnya.
Di Nunukan, Kejari telah meningkatkan tiga kasus dugaan korupsi dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus itu adalah Dana Alokasi Khsusus Dana Reboisasi, Amdal dan Pengadaan Tanah.
Dalam kasus DAK DR, penyidik kejari Nunukan secara resmi telah menetapkan mantan pimpinan proyek (Pimpro) kegiatan reboisasi Ir Nazarudin, sebagai tersangka.
"Dalam hal ini Pimpro dan perusahaan yang mengerjakan turut bertanggungjawab secara hukum,"katanya.
Menurut Suleman, kasus DAK-DR diduga merugikan negara sekitar Rp1,9 miliar. Penyidikan kasus tidak diarahkan pada seluruh kegiatan reboisasi di sejumlah kecamatan tetapi hanya melakukan penyidikan pada proyek yang di kerjakan di Pulau Nunukan. "Rebosiasi yang seluas 60 hektar, itu yang kami mintakan bantuan perhitungan dari BPKB. Apalagi kasus ini berawal dari temuan BPKP,"katanya.
Sedangkan untuk kasus pengadaan tanah,, Kajari telah melakukan ekspose dihadapan jaksa agung Hendarman Supandji terkait permintaan ijin presiden guna memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad. Dalam kasus itu, bupati secara eks officio menjabat sebagai ketua tim 9.
Dikatakannya, proyek pengadaan tanah yang rencananya di peruntukkan lapangan golf itu menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan pada 2004 silam.
Untuk kasus itu, Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan. Budiman Arifin juga pernah diperiksa sebagai saksi oleh penyelidik Kejari Nunukan.
Sebelumnya, kata Suleman, dalam kasus itu pihaknya telah melakukan pemaparan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Sekaligus pada saat itu, kami diberi keterangan oleh ahli. Jadi keterangan ahli dari aspek tanahnya sudah kami dapat,” kata mantan kasi intel Kejari Kalianda, Lampung ini.(noe)

Selasa, Oktober 07, 2008

Kasus Korupsi Pertama, Akhirnya Masuk Pengadilan

NUNUKAN- Berkas dua tersangka dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, masing-masing kepala Bapedalda Nunukan nonaktif Hasan Basri dan Sekretaris Badukcapil nonaktif Thoyib Budiharyadi, Senin (6/10) kemarin akhirnya dilimpahkan dari Kejaksaan Negeri Nunukan ke Pengadilan Negeri Nunukan. Dengan demikian, kasus itu tercatat sebagai perkara korupsi pertama di Nunukan yang sampai ke meja hijau.
Penyerahan berkas perkara kedua tersangka korupsi yang dibuat secara terpisah itu, di serahkan langsung Kajari Nunukan H Suleman Hadjarati SH MH kepada Kepala PN Nunukan Sugeng Hiyanto SH MH sekitar pukul 12.00 wita, kemarin.
Kajari didampingi Kasi Pidsus Hendri Prabowo, sejumlah jaksa seperti Iswan Noor, Luqman Edi, Suwanda dan staf kejaksaan, Suardi.
Usai menerima berkas perkara kedua tersangka itu, panitera muda tindak pidana PN Nunukan Hadi Riyanta langsung melakukan register terhadap berkas Hasan Basri dengan nomor
153/pid.b/2008/PN.Nnk sedangkan Thoyib Budiharyadi dengan berkas perkara nomor 154/pid.d/2008/PN.Nnk.
Suleman kepada wartawan mengatakan, berkas tersebut sengaja dibuat terpisah, untuk memudahkan pembuktian saat di persidangan nantinya.
Sementara Sugeng kepada wartawan mengatakan, pihaknya akan menyelesaikan persidangan perkara koruosi ini sampai berakhir.
“Persoalan hasilnya apa, nanti kita lihat belakangan,”katanya.
Ia mengatakan, begitu menerima berkas perkara tersangka korupsi tersebut, pihaknya akan memeriksa apakah perkara itu menjadi keweangan PN untuk mengadilinya atau tidak.
“Kalau ketua PN memeriksa kemudian itu masuk wewenang kami, saya akan menunjuk majelis hakim untuk perkara itu. Dan MH akan menentukan kapan hari sidangnya. Jadi kami registrasi dulu dibagian pidana,”ujarnya.
Saat ditanya komitmennya terkait penahanan para terdakwa, Sugeng menegaskan pihaknya tidak punya komitmen apa-apa. Ini tentunya berbeda dengan komitmen kejaksaan agung yang tidak akan menangguhkan penahanan tersangka korupsi.
“Soal tahanan saya belum bicara sampai disitu karena itu kewangan hakim. Kalau pertimbangannya bagaimana, kewenangan itu saya tidak tahu. Kami tidak punya komitmen, apakah itu ditahan atau tidak, karena kewenangan itu ada pada hakim. Saya sebagai ketua PN tidak bisa intervensi,”katanya.
Ia mengatakan, dirinya selaku ketua PN Nunukan akan bertindak secara profesional.
“Hakim datang kepada ketua PN tidak meminta advis, minta petunjuk atau apa itu tidak. Kalau mereka mengambil sikap apakah menahan atau tidak, mereka hanya sekedar pemberitahuan saja bukan meminta ijin kepada saya. Wewenang mutlak ada pada majelis hakim yang memeriksa perkara ini,”tegasnya.
Adapun Suleman Hadjarati mengatakan, pelimpahan kasus korupsi ini merupakan karya agung yang pernah dilahirkan jajaran Kejari Nunukan. Sebab, sejak terbentuk tahun 2001 silam atau tujuh tahun lamanya, belum pernah Kejari Nunukan memproses, menyidik apalagi sampai melimpah perkara korupsi ke pengadilan.
“Ini adalah pekerjaan perdana yang kami lakukan di Nunukan yaitu melimpahkan dua berkas perkara sekaligus. Ini karya teragung kami yang perlu kami banggakan, yang menjadi support kepada kami ke depan. Bukan hanya sekedar dibanggakan, tetapi menjadi motivasi dan mendorong kami untuk semakin meningkatkan kinerja khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,”katanya bangga.
Suleman berharap, karya mereka ini bisa terwujud dan terbukti di pengadilan.
“Bahwa apa yang kami dakwakan kepada terdakwa, betul-betul sesuai dengan alat bukti dan dapat meyakinkan hakim untuk mengambil keputusan nantinya,”katanya.
Kajari mengatakan, penyidikan kasus itu sendiri sudah dimulai sejak Februari hingga 23 September 2008.
Mantan kabid pengawasan dan pemantuan lingkungan Bapedalda Nunukan, Thoyib Budiharyadi di tahan di rutan Mapolres Nunukan sejak Jumat (11/7) lalu, setelah ia di tetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Kepala Bapedalda Hasan Basri, ditahan sejak Senin (14/7). Saat ini keduanya telah dipindahkan ke lembaga pemasyarakat (Lapas) Nunukan, Sungai Jepun, Nunukan.
Kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal yang melibatkan embung Sungai Bilal, embung Sungai Bolong, kanal Sebuku-Sembakung, gedung Gabungan Dinas (Gadis) Kabupaten Nunukan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RSUD Nunukan dan perluasan bandara Nunukan pada tahun 2006, dengan kerugian negara di taksir mencapai Rp1,697.151.000.
Selain melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, perbuatan tersangka diduga melanggar Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Sehingga Thoyib dan Hasan Basri disangka melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(noe)