Senin, Juni 30, 2008

Kejari Nunukan Tetapkan Nazarudin Jadi Tersangka Korupsi DAK-DR 2002

NUNUKAN- Mantan pimpinan proyek (Pimpro) kegiatan reboisasi pada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan Ir Nazaruddin, resmi menjadi tersangka dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAK-DR) tahun 2002 lalu.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH menegaskan, kasus DAK-DR diduga merugikan negara sebesar Rp1,9 miliar.
“Dalam hal ini pimpro dan perusahaan yang mengerjakan turut bertanggungjawab secara hukum,”ucap Suleman kemarin.
SEtelah melalui penyidikan, lanjut Suleman, tim yang menangani perkara ini membuat kesimpulan jika Nazaruddin dapat mempertanggungjawabkan tindak pidana itu. Dikatakan lagi, dalam kasus itu pihaknya telah bertemu Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP).
“Mereka (BPKP,red) minta sedikit lagi dari kita. Itu sudah kita lengkapi. Saya akan datang lagi ke sana. BPKP minta supaya kita ekspose. Untuk itu kita sudah siap,”katanya.
Menurut Suleman, penyidikan kasus itu tidak diarahkan pada seluruh kegiatan reboisasi di sejumlah kecamatan tetapi hanya pada proyek yang dikerjakan du pulau Nunukan.
“Reboisasi yang seluas 60 hektar itu yang kami mintakan bantuan perhitungan BPKP. Apalagi kasus ini berawal dari temuan BPKP,”katanya.
Ia menambahkan, tahun 2002 lalu tim yang terdiri dari BPKP, Bawasda Kaltim dan dinas kehutanan turun ke Nunukan.Hasil pemeriksaan tim ditemukan kerugian negara pada DAK-DR. Atas dasar temuan itu, BPKP menyampaikan ke kejaksaan tinggi Kaltim.
“Walaupun sedikit terlambat laporan itu kita follow up. Dari temuan itu Kejari Nunukan ada kerugian negara,”paparnya.(noe)

Senin, Juni 23, 2008

Kepala Bapedalda Nunukan Tersangka Kasus Amdal

NUNUKAN- Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkuingan (Bapedalda) Nunukan Hasan Basri, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) di Nunukan.
Hal itu diungkapkan kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH, dimana pada kasus tersebut tinggal selankgah lagi masuk ke penuntutan.
“Yang penting kita melihat siapa kepala Bapedalda yang berhubungan dengan saat tindak pidana itu terjadi,”katanya.
Menurut Suleman, Kepala Bapedalda Nunukan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
“Tersangka mungkin sudah bia saya katakana, karean saya pernah janji bahwa didalam penyidikan kami akan mencari tersangka. Dengan adanya perkembangan yang berjalan, kami sudah bisa menyangka, dan sudah mendapatkan ada beberapa orang yang terlibat. Tentunya yang ada dilingkungan Bapedalda,”ujarnya.
Di Bapedalda sendiri, jelasnya, ada lima pejabat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka termasuk pimpinan proyek Amdal.
“Sebenarnya tersangkanya lebih dari lima yaitu dari Bapedalda dan dri konsultan,”katanya. ‘ Kan rumusannya, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan atau koorporasi. Jadi kalau diri dia sendiri tidak kaya karena itu, berarti ada orang lain yang kaya, sehingga negara menjadi rugi senilai itu ruginya. Itu unsurnya sudah terpenuhi semuanya,”jelasnya.
Ia menambahkan, proyek Amdal melibatkan enam item pekerjaan yaitu pembangunan RSUD Nunukan, terminal bandara Nunukan, embung sungai Bolong dan gedung gabungan dinas-dinas dengan nilai pekerjaan mencapai Rp1,9 miliar.
Lebih lanjut ia mengatakan, pada 11 Juni lalu pihaknya telah menggelar kasus itu di kementrian lingkunan hidup di Jakarta.
“Kami sudah mendapatkan keterangan ahli dari ahli pidana lingkungan. Seorang guru besar di Universitas Sumatera Utara di Medan, Prof Alvi. Beliau sudah memberikan keterangannya,”ujarnya seraya menambahkan pihaknya tinggal meminta keterangan ahli khusus masalah Amdal.
Untuk menangani kasus itu katanya tak perlu meminta data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP).
“Karena cukup jelas hitungannya, kami bisa hitung sendiri. Kalau perhitungan BPKP itu sistem audit kan. Itu kalau kami sendiri tidak bisa menghitung, karena dia menggunakan rumus-rumus atau teori yang khusus untuk perhitungan itu. Nah, kalau itu menurut perhitungan kami tidak sulit menghitungnya,”tuturnya.(noe)

Jumat, Juni 20, 2008

Kejari Nunukan Tak Lanjutkan Kasus Listrik

NUNUKAN- Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati mengungkapkan, pihaknya tidak bisa melanjutkan kasus pengadaan genset milik Pemkab Nunukan. Sebab, dari hasil pengumpulan data, ternyata tidak ditemukan peristiwa pidana.
“Kami tidak melakukan penyelidikan atas kasus itu, tapi baru sebatas mengumpulkan data,”katanya.
Menurutnya, jaksa telah melakukan pengumpulan data termasuk meminta keterangan dari pejabat Pemkab Nunukan maupun dari PLN termasuk penyuplai genset tersebut.
“Semua sudah kita panggil ternyata tidak kita temukan peristiwa pidana. Makanya tidak kita lanjutkan ke penyelidikan,”katanya.
Menurutnya, kasus itu sendiri berangkat dari adanya indikasi peristiwa tindak pidana.
“Tapi ternyata tidak ada. Karena ternyata, apa yang kita temukan itu sudah ada data-data, termasuk keterangan yang cukup mendukung kalau pengadaan genset itu sudah sesuai prosedur,”katanya.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan pihak yang berkompeten, bahwa genset itu memang barang baru.
“Berkas-berkas yang menunjukkan itu juga ada. Sehingga kasusnya tidak kita tindaklanjuti,”katanya.(noe)

Kamis, Juni 19, 2008

Periksa Bupati, Pekan Depan Kasus Tanah Di Ekspose Didepan Jaksa Agung


NUNUKAN- Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH, Selasa (17/6) mengungkapkan, tanggal 23 Juni pekan depan, pihaknya akan memaparkan perkembangan kasus pengadaan tanah, di hadapan Jaksa Agung RI Hendarman Supandji.
Pemaparan itu, jelasnya, terkait permintaan ijin kepada presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad. Dalam kasus itu, bupati bertindak selaku ketua panitia 9 saat pengadaan tanah pada tahun 2004 lalu.
“Insyaalah tidak ada perubahan jadwal. Itu akan kami paparkan, karena permintaan ijin kepada presiden disampaikan melalui kejaksaan agung,”kata pria kelahiran Gorontalo ini.
Proyek pengadaan tanah yang rencananya di peruntukkan lapangan golf itu, menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Dua bulan lalu Kejaksaan negeri Nunukan menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, tak jauh dari kantor bupati Nunukan. Penyitaan didasarkan pada penetapan penyitaan pengadilan negeri Nunukan nomor 59/PEN.PID/2008/PN.NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Tak hanya bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret bupati Bulungan Budiman Arifin-kala itu sekda Nunukan-karena keduanya terlibat langsung dalam tim 9. Budiman Arifin pernah di periksa penyelidik Kejari Nunukan.
Sebelumnya, kata Suleman, dalam kasus itu pihaknya telah melakukan pemaparan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Sekaligus pada saat itu, kami diberi keterangan oleh ahli. Jadi keterangan ahli dari aspek tanahnya sudah kami dapat,”kata mantan kasi intel Kejari Kalianda, Lampung ini.
Sementara, dari aspek kerugian negaranya, akan diperoleh saat pemaparan Jumat (20/6) lusa, di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim di Samarinda.
“Sekaligus kita meminta keterangan ahli disitu,”kata Suleman yang masih enggan menyebutkan nama-nama tersangka dalam kasus itu.
Soal indikasi pelanggaran hukum dalam kasus itu, Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelas ayah lima anak ini.
Ditanya apakah yang dimaksudnya tanah tersebut merupakan tanah negara?, Suleman tak menjawabnya secara tegas.
“Kira-kira anda bisa menafsirkannya. Tapi seharusnya pemilik tanah hanya diberikan santunan atau kerohiman semacam itulah,”jelas Suami Rusmini itu.(noe)

Selasa, Juni 17, 2008

Polisi Sidik Ulang Kasus Sembakung

NUNUKAN- Dua Kapolres Nunukan telah berganti, namun kasus percetakan sawah di desa Atap, Kecamatan Sembakung hingga kini tak juga tuntas. Dalam kasus itu, Polres Nunukan telah menetapkan dua tersangka yakni kepala dinas PU Nunukan Abdul Azis Muhammadiyah dan Direktur PT Tuberki Ayang Effendi.
Kapolres Nunukan AKBP Purwo Cahyoko kepada koran kaltim mengakui, kasus itu memang peninggalan Kapolres sebelumnya.
“Makanya saya suruh buka kembali kasus itu. Kita sudah lakukan penyidikan ulang, itu ditindaklanjuti lagi,”kata Kapolres, baru-baru ini.
Ia mengatakan, berkas kedua tersangka itu, akan dibongkar lagi, untuk disesuaikan petunjuk jaksa.
“Apa yang menjadi petunjuk jaksa, itu yang akan kita penuhi,”katanya.
Purwo mengatakan, dari penyidikan ulang ini, tidak tertutup kemungkinan ada pihak lain yang dijadikan tersangka dalam kasus itu.
“Nantinya kan kita tentukan siapa yang harus diperiksa, siapa lagi yang harus dijadikan tersangka,”katanya.
Meski berkas perkara Ayang Effendi sudah empat kali masuk dan di tolak jaksa, namun berkas perkara Abdul Azis hingga kini belum pernah dimasukkan ke jaksa.
“Kalau kepala PU-nya, saya lihat sementara ini belum pernah masuk ke jaksa. Makanya karena kasus itu ada kaitannya, petunjuk dari jaksa itu akan kita tindaklanjuti lagi,”jelasnya.
Dijelaskannya, jaksa menilai kasus itu saling berkaitan karena keduanya berbuat atas dasar kooperasi atau bersama-sama.
“Kalau yang diminta jaksa, yang membuat dia (Ayang,red) berbuat seperti itu siapa?. Jadi ada keterkaitannya, itu yang akan kita tindaklanjuti secara bersama-sama,”kata Purwo.
Soal target penyelesaian kasus itu, Purwo tak bisa memastikannya. “Sebetulnya kita ingin secepatnya, tapi kita disibukkan pilkada. Jadi yang lebih utama kita utamakan, tapi itu juga tidak kita tinggalkan supaya ada kepastian hukum. Mudah-mudahan pilkada tidak ada putaran dua, tuntas, langsung kita tindaklanjuti itu,”janjinya.
Dalam kasus tersebut, polisi pernah menahan direktur PT Tuberki Ayang Efendi. Ayang ditahan karena kegiatan yang dilakukan pada Desember 2005 hingga 5 Maret 2007 dianggap melanggar pasal 50 ayat (3) huruf ‘e’ Jo pasal 78 ayat (2),(4),(5),(8),(13) UU RI Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Lahan seluas 500 hektar untuk pekerjaan tersebut, 250 hektar diantaranya termasuk dalam kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) sedangkan sisanya masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK).
Proyek itu didanai secara multiyears melalui APBD Nunukan tahun 2005 hingga 2010 dengan nilai kontrak Rp29,706 miliar. Adapun waktu pelaksanaan mencapai 1825 hari kalender sejak diterbitkannya SPMK.
Dari catatan koran kaltim, Azis Muhammadiyah, tanggal 30 November 2005 mengeluarkan surat penunjukan pelaksanaan pekerjaan kepada PT Tuberki untuk melakukan pekerjaan pembangunan jaringan irigasi dan percetakan sawah desa Atap, Kecamatan Sembakung.(noe)

Jumat, Juni 13, 2008

Warga Sembakung Desak Penuntasan Alihfungsi Lahan

NUNUKAN- Desakan agar aparat segera menangani kasus alihfungsi lahan di Nunukan juga disampaikan warga pedalaman di Kecamatan Sembakung.
Tokoh pemuda setempat Anto Bolokot mengatakan, kasus alihfungsi lahan hutan menjadi persawahan juga terjadi di kecamatan Sembakung.
Secara khusus Anto mendesak agar pihak kepolisian yang telah menangani kasus percetakan sawah di Sembakung itu, segera menuntaskan penanganannya. Sebab, dalam kasus itu tersangkanya sudah jelas.
“Polisi telah menetapkan direktur PT Tuberki Ayang Efendi sebagai tersangka. Bahkan yang bersangkutan pernah di tahan. Selain itu, polisi juga telah menetapkan kepala dinas PU Nunukan Abdul Azis Muhammadiyah sebagai tersangka, tapi sampai sekarang penanganannya tidak jelas,”katanya.
Anto menilai, proyek percetakan sawah di Sembakung bukanlah murni aspirasi masyarakat, akan tetapi hanya akal-akalan pemerintah saja.
"Itu kan proyek yang di ada-adakan saja. Tujuannya supaya ada proyek,"katanya.
Anto memberikan alasan, warga Atap, Sembakung, lebih banyak berkebun daripada bekerja disawah.
"Yang bekerja di persawahan itu hanya sebagian orang saja. Nah ini kan yang penting ada proyek, ada dananya yang bisa menguntungkan segelintir orang,"katanya.
Menurutnya, jika pemerintah memiliki niat baik, harusnya dana untuk proyek itu dialihkan ke kegiatan lain yang lebih menyentuh masyarakat.
"Masyarakat Sembakung sangat dirugikan dengan proyek itu. Itukan menggunakan uang rakyat," Anto mempertanyakan, "Mengapa uang tersebut tidak digunakan sebaik mungkin untuk kesejahteraan rakyat. Padahal di Sembakung masih banyak warga yang miskin."(noe)

Kamis, Juni 12, 2008

Kejari Didesak Tangani Kasus Alihfungsi Lahan di Nunukan


NUNUKAN- Tidak hanya anggota DPRD Nunukan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Nunukan juga mendesak agar Kejaksaan Negeri Nunukan segera menangani kasus alihfungsi lahan yang terjadi di Nunukan.
Ketua LSM L-Haerindo Mansur R mengatakan, aparat hukum khususnya kejaksaan negeri Nunukan jangan ragu-ragu mengambil alih penanganan kasus itu.
“Saya sangat mendukung pernyataan sekretaris komisi I, Kornalius Tadem. Jadi aparat harus menyelesaikan kasus ini secara hukum.”desaknya.
Menurutnya, kasus alihfungsi lahan yang terjadi di Nunukan, tak jauh berbeda seperti di Bagan Siapi-Api.
“Itu kan sama saja seperti yang terjadi di Nunukan. Lahan sudah dialihfungsikan untuk kegiatan lain, sementara ijin dari menteri kehutanan belum ada,”katanya.
Seperti diberitakan, Kepala dinas PU Nunukan Abdul Azis Muhammadiyah mengakui, ada sejumlah pembangunan di Nunukan yang sudah dilaksanakan di hutan lindung, namun belum mendapatkan ijin menteri kehutanan. Seperti, pembangunan jalan di hutan lindung pulau Nunukan.
Pada kesempatan yang sama, Mansur juga meminta aparat menindaklanjuti alihfungsi lahan yang terjadi di Panamas.
“Tim pusat segera diturunkan untuk mengkaji alihfungsi lahan itu. Sedangkan aparat harus menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi disana,”katanya.
Khusus kasus alihfungsi lahan di Panamas, Mansur berharap DPRD Nunukan membentuk panitia khusus (Pansus), untuk mengkaji lebih lanjut, kasus yang terjadi disana.
Sekretaris komisi I DPRD Nunukan Kornalius Tadem menilai, kasus tersebut sama persis seperti yang terjadi di Sumatera, yang akhirnya menyeret anggota DPR RI Al Amin Nasution menjadi ‘pasien’ komisi pemberantasan korupsi (KPK). Sebab, alihfungsi lahan itu dilakukan tanpa persetujuan menteri kehutanan terlebih dahulu. Selain itu, dalam prosesnya, dewan tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan program itu.
“Kita lihat saja, bagaimana aparat penegak hukum di Nunukan berpendapat soal alihfungsi hutan lindung seperti itu di daerah ini,”ketua DPC PDS Nunukan ini.
Menurutnya, kalau di daerah lain dilakukan tindakan tegas terhadap kasus serupa, harusnya di Nunukan juga demikian.
“Kenapa kalau di Nunukan terjadi seperti itu, kok tidak diberlakukan undang-undang?. Menurut saya, aparat penegak hukum baik Polres maupun Kejari Nunukan harus bertindak tegas. Jangan takut menegakkan aturan, menegakkan undang-undang,”ujar alumni fakultas hukum UWGM Samarinda ini.(noe)

Selasa, Juni 10, 2008

Polda Ambil Alih Kasus Money Loundry


NUNUKAN- Kasus money loundry (pencucian uang,red) yang melibatkan sejumlah pejabat setkab dan pejabat kecamatan di kabupaten Nunukan, kini tengah ditangani Polda Kaltim.
Hal tersebut diakui Kapolres Nunukan AKBP Purwo Cahyoko, kepada koran kaltim baru-baru ini.
“Kasus itu bukan kami yang menanganinya, tetapi langsung Polda,”katanya singkat.
Di Nunukan, ada lima kasus pencucian uang. Kasus tersebut sebelumnya juga ditangani penyelidik kejaksaan negeri Nunukan.
Kasus itu sendiri, awalnya terdeteksi oleh PPATK, dari transaksi rekening bank yang dilakukan para pelaku.
Dari temuan itu, hasilnya dilaporkan ke sejumlah pihak terkait baik kejaksaan agung, polri maupun KPK.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati, baru-baru ini mengatakan, kasus pencucian uang kemungkinan juga terjadi di Kabupaten Berau dan Malinau.
Sehingga sejak awal, ia sudah mendengar rencana pihak kepolisian mengambil alih kasus tersebut.
“Informasinya memang ada instansi lain yang juga menangani kasus ini. Nanti saya koordinasi dengan instansi lain itu, apakah mereka sedang menangani itu juga,”katanya.
Kejari mengatakan, jika Polri juga menangani kasus tersebut, pihaknya akan menyerahkan pananganan kasus itu agar tidak terjadi tumpang tindih.
“Kalau mereka sudah menangani, kita tinggal memback up saja. Alat bukti yang kita miliki kita berikan untuk mendukung mereka. Sebaliknya kalau mereka tidak melanjutkan, dan mereka punya bukti, kita juga koordinasi meminta bantuan mereka untuk membantu alat bukti itu,”katanya.
Suleman memberikan sedikit bocoran, kasus tersebut tidak melibatkan pejabat tinggi di daerah.
“Tapi mereka orang yang langsung berhadapan langsung mengelola anggaran itu. Kita tidak tahu kenapa harus masuk rekening pribadi. Mungkin maksudnya untuk penyelamatan keuangan karena habis masa tahun anggaran. Karena itu, mereka mencairkan dana tersebut kemudian di masukkan ke rekening pribadi,”jelasnya.
Soal besaran dana yang dimasukkan rekening pribadi, Suleman juga tak ingat jumlahnya.
“Besarnya relatif sekali. Saya tidak ingat persis angkanya, tapi itu cukup signifikan kalau untuk ukuran daerah,”jelasnya.(noe)

Senin, Juni 09, 2008

Dewan Kembali Persoalkan Alihfungsi Lahan

NUNUKAN- Alihfungsi lahan untuk pembangunan jalan di kawasan hutan lindung pulau Nunukan, kembali menuai sorotan DPRD Nunukan.
Sekretaris komisi I DPRD Nunukan Kornalius Tadem menilai, kasus tersebut sama persis seperti yang terjadi di Sumatera, yang akhirnya menyeret anggota DPR RI Al Amin Nasution menjadi ‘pasien’ komisi pemberantasan korupsi (KPK). Sebab, alihfungsi lahan itu dilakukan tanpa persetujuan menteri kehutanan terlebih dahulu. Selain itu, dalam prosesnya, dewan tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan program itu.
“Kita lihat saja, bagaimana aparat penegak hukum di Nunukan berpendapat soal alihfungsi hutan lindung seperti itu di daerah ini,”ketua DPC PDS Nunukan ini.
Menurutnya, kalau di daerah lain dilakukan tindakan tegas terhadap kasus serupa, harusnya di Nunukan juga demikian.
“Kenapa kalau di Nunukan terjadi seperti itu, kok tidak diberlakukan undang-undang?. Menurut saya, aparat penegak hukum baik Polres maupun Kejari Nunukan harus bertindak tegas. Jangan takut menegakkan aturan, menegakkan undang-undang,”ujar alumni fakultas hukum UWGM Samarinda ini.
Ia mengatakan, pembukaan jalan di hutan lindung jelas melanggar aturan karena dilakukan secara tidak prosedural.
“Masyarakat boleh mengambil apa yang ada di dalam hutan lindung itu, tetapi tidak boleh membuat aktifitas yang sifatnya industri atau menggunakan alat-alat berat dan sebagainya. Kalau jalan setapak tidak masalah, kalau berkebun tidak jadi persoalan,”katanya.
Menurutnya, jika ada aturan yang melarang, siapapun tidak boleh membuka jalan di hutan lindung.
“Saya bicara aturan. Mau Pemkab atau presiden, tapi kalau aturannya melarang, tetap tidak boleh,”katanya.
Menurutnya, polisi maupun jaksa, perlu menyelidiki lebih jauh, apakah benar ada aturan yang memperbolehkan pembukaan jalan di hutan lindung, termasuk yang memperbolehkan perambahan hutan.
“Saya serahkan semuanya kepada aparat penegak hukum. Itu tugasnya jaksa dan kepolisian untuk menyikapinya,”kata Kornalius.
suami Naima Suma Yathi ini, juga menyayangkan sikap dinas pekerjaan umum (PU) Nunukan yang menganulir persetujuan pimpinan DPRD Nunukan sebagai bentuk persetujuan terhadap pembukaan jalan di hutan lindung Nunukan.
“Saya menyayangkan pernyataan dinas PU yang menyebutkan DPRD telah memberikan persetujuan. Sekarang, itu persetujuan bagaimana?,”tanya dia.
Dijelaskannya, surat persetujuan itu dikeluarkan dewan hanya untuk pembukaan jalan di hutan lindung Taman Nasional Kayang Mentarang yang belakangan berubah nama menjadi Taman Nasional Krayan.
“Kenapa kok rekomendasi itu dianulir untuk pembukaan jalan di hutan lindung Nunukan?. PU tidak bisa membedakan rekomendasi seperti itu. Menurut saya, tidak ada persetujuan DPRD terhadap pembukaan jalan di hutan lindung yang ada di pulau Nunukan ini,”ujarnya.
Dewan sendiri sejak awal tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan jalan di hutan lindung itu.
“Saya mulai awal menjadi dewan, sudah masuk tim panggar di DPRD Nunukan. Tidak pernah kami tahu tentang pembukaan jalan di hutan lindung. Sampai dimanapun, saya siap jadi saksi,”katanya.
Ia tak menampik, pembangunan jalan hutan lindung secara teknis memang menjadi wewenang Pemkab Nunukan. Namun, jelanya, harusnya sebelum dilaksanakan terlebih dahulu di bahas dulu bersama-sama DPRD.
Sebab, pembangunan jalan itu, menyangkut anggaran publik yang harus dipertanggungjawabkan.
“Itu bukan hanya anggaran PU. Harusnya kan perencanaan itu melalui badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) Nunukan,”katanya.
Kornalius menantang PU untuk membuktikan jika pembangunan tersebut telah di bahas di Bappeda Nunukan.
“Kalau memang disana ada, kapan dibahas?. Sebagai anggota DPRD Nunukan hampir lima tahun saya disini, tidak pernah hal itu dibahas,”ia melanjutkan,”Kalau pers atau SLM mau cek kesana (Bappeda,red), silahkan saja. Kalau ketemu, berikan pada kami datanya,”katanya.
Politisi asal kecamatan Krayan ini tak habis pikir, karena dinas PU Nunukan, tiba-tiba melaksanakan kebijakan pembukaan jalan tersebut. Padahal, kegiatan tersebut tidak pernah direncanakan sebelumnya.
“Lihat di RASK APBD Nunukan, ada tidak disahkan anggaran untuk pembukaan jalan di hutan lindung?. Kalau memang ada, silahkan DPRD Nunukan-pun harus ditindak secara hukum,”katanya.
Kornalius berpendapat, pembukaan jalan hutan lindung hanya menguntungkan segelintir oknum saja.
Dalam wawancara beberapa waktu lalu, kepala dinas PU Nunukan Azis Muhammadiyah mengakui, selain kasus percetakan sawah di desa Atap, Sembakung, pembukaan jalan di hutan lindung pulau Nunukan juga dilakukan sebelum ijin menteri keluar. Jalan telah selesai dibangun, namun ijin pinjam pakai kawasan hutan lindung masih dalam proses.
“Beriringan dengan temuan kasus yang di Sembakung itu,kami juga mengurus ijin pinjam pakai lahan hutan lindung Nunukan untuk pembukaan jalan lingkar,”kata Azis kala itu.(noe)

Dewan Dukung Langkah Pemberantasan Korupsi

NUNUKAN- Upaya pemberantasan korupsi yang gencar di lakukan kejaksaan negeri Nunukan, mendapatkan perhatian serius dari DPRD Nunukan.
Rabu (2/6) lalu, saat kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati bertandang ke kantor DPRD Nunukan, ketua DPRD Nunukan Ngatidjan Ahmadi secara terang-terangan menyampaikan dukungannya terhadap upaya yang dilakukan Suleman dan jajarannya.
Pertemuan itu sendiri dihadiri pula wakil ketua DPRD Nunukan masing-masing Muhammad Saleh dan Abdul Wahab Kiak serta ketua komisi I Anwar RN.
Ngatidjan kepada koran kaltim tak membantah, kunjungan Kajari ke kantornya terkait dugaan korupsi yang kini tengah ditangani Kejari Nunukan.
"Iya kita memang melakukan pembicaraan masalah itu,"katanya.
Kunjungan Suleman ke DPRD, kata Ngatidjan, bukan atas undangan DPRD. Melainkan sebuah silahturahmi saja.
Terkait dugaan korupsi itu, Ngatidjan mengatakan berapapun besarnya kerugian negara dalam berbagai kasus itu, hal tersebut merupakan bentuk tindak pidana korupsi.
"Tentunya diharapkan, pihak penuntut bisa mengungkap seberapa besar kerugian negara,"katanya.
Dewan, kata Ngatidjan, siap mensupport kejari Nunukan dengan memberikan data-data yang diperlukan.
"Dalam masalah ini kami siap memberikan support, artinya apabila memang didalam hal ini kejari memerlukan data-data yang berkaitan dengan kasus ini, kami siap memberikan data sebagaimana yang tertera di dalam APBD,"ujar politisi partai Golkar ini.
Ia kembali menegaskan, DPRD menanggapi serius persoalan korupsi di Nunukan, sebab hal itu menyangkut perbaikan Nunukan ke depan.
Apa yang harus dilakukan kejari terhadap tersangka dugaan korupsi?
"Itu urusan teknis. Yang jelas saya tidak bicara oknum, siapapun orangnya saya tidak tahu. Tapi yang jelas, ada indikasi kerugian keuangan negara itu, maka itu harus ditindak,"katanya.
Di Nunukan, Kejari telah meningkatkan tiga kasus dugaan korupsi dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus itu adalah Dana Alokasi Khsusus Dana Reboisasi, Amdal dan Pengadaan Tanah.
Dalam kasus DAK DR, penyidik kejari Nunukan secara resmi telah menetapkan mantan pimpinan proyek (Pimpro) kegiatan reboisasi Ir Nazarudin, sebagai tersangka.
Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH.
"Dalam hal ini Pimpro dan perusahaan yang mengerjakan turut bertanggungjawab secara hukum,"katanya.
Dikatakan lagi, dalam kasus ini pihaknya (kejari, Red.) telah bertemu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Mereka (BPKP, Red.) ) minta lagi sedikit data kita. Itu sudah kita lengkapi. Saya akan datang lagi kesana (BPKP, Red). BPKP minta supaya kita ekspose. Untuk itu kita sudah siap,"katanya.
Menurut Suleman, kasus DAK-DR diduga merugikan negara sekitar Rp1,9 miliar. Penyidikan kasus diarahkan pada seluruh kegiatan reboisasi di sejumlah kecamatan tetapi hanya melakukan penyidikan pada proyek yang di kerjakan di Pulau Nunukan. "Rebosiasi yang seluas 60 hektar, itu yang kami mintakan bantuan perhitungan dari BPKB. Apalagi kasus ini berawal dari temuan BPKP,"katanya.
Ia menambahkan, tahun 2004 lalu tim yang terdiri dari BPKP, Bawasda Kaltim, Dinas Kehutanan turun ke Nunukan. Hasil pemeriksaan tim ditemukan kerugian negara di DAK-DR. Atas dasar temuan itu, BPKP menyampaikan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Sementara dalam kasus Amdal, penyidik telah menetapkan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Nunukan Hasan Basri, sebagai tersangka.
Menurut Suleman, kepala Bapedalda Nunukan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Di Bapedalda sendiri, jelasnya, ada lima pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk pimpinan proyek Amdal dimaksud.
"Sebenarnya tersangkanya lebih dari lima. Dari Bepedalda dan dari konsultan. Karena mereka yang menikmati uang negara. Kan rumusnya, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan atau koorporasi. Jadi kalau diri dia sendiri tidak kaya karena itu, berarti ada orang lain yang kaya dengan itu sehingga negara menjadi rugi senilai itu ruginya. Itu unsurnya sudah terpenuhi semuanya,"jelasnya.
Proyek Amdal melibatkan enam item pekerjaan yaitu pembangunan RSUD Nunukan, Terminal Bandara Nunukan, Embung Sungai Bilal, Embung Sungai Bolong dan gedung gabungan dinas-dinas (gadis). Nilai pekerjaan mencapai Rp1,7 miliar.
Suleman menambahkan, pada 11 Juni lalu pihaknya telah menggelar kasus itu di kementerian lingkungan hidup pusat di Jakarta.
"Kita sudah mendapatkan keterangan ahli dari ahli pidana lingkungan. Seorang guru besar di Univestias Sumatera Utara di Medan, Profesor Alvi. Beliau sudah memberikan keterangannya,"katanya.
Selanjutnya, pihaknya tinggal meminta keterangan dari ahli khusus masalah Amdal.
"Itu harus diterangkan dari seorang ahli dari kementerian lingkungan hidup. Nah, sementara ini kita tinggal menunggu data. Mungkin dalam waktu dekat data itu sudah datang, kita berkas, kita limpahkan ke pengadilan,"katanya.
Suleman memperkirakan, kasus Amdal bisa lebih cepat masuk ke penuntutan di bandingkan kasus pengadaan tanah dan kasus DR-DAK.
"Ini akan menjad reward buat kita di ultah kejaksaan di hari Bhakti Adyaksa tanggal 22 Juli mendatang,"harapnya.
Sedangkan untuk kasus pengadaan tanah, pekan lalu (23/6), Kajari telah melakukan ekspose dihadapan jaksa agung Hendarman Supandji terkait permintaan ijin presiden guna memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad.
Dalam kasus itu, bupati secara eks officio menjabat sebagai ketua tim 9.
Dikatakannya, proyek pengadaan tanah yang rencananya di peruntukkan lapangan golf itu menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan pada 2004 silam.
Untuk kasus itu, dua bulan lalu Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.
Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan, karena pada waktu itu keduanya terlibat langsung dalam tim 9. Budiman Arifin juga pernah diperiksa penyelidik Kejari Nunukan.
Sebelumnya, kata Suleman, dalam kasus itu pihaknya telah melakukan pemaparan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Sekaligus pada saat itu, kami diberi keterangan oleh ahli. Jadi keterangan ahli dari aspek tanahnya sudah kami dapat,” kata mantan kasi intel Kejari Kalianda, Lampung ini.
Sementara dari aspek kerugian negaranya, telah diperoleh saat pemaparan Jumat (20/6) lalu di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim di Samarinda.(noe)