Minggu, November 30, 2008

Korpri Disarankan Tak Biayai Pejabat Koruptor

NUNUKAN- Rencana pengurus KORPRI Nunukan menyediakan pengacara bagi para pejabat yang tersangkut kasus korupsi, dinilai sebagai tindakan rawan yang bisa menimbulkan masalah baru.
Sekretaris LSM L-Haerindo Haris Arleck Assegaf menyarankan, KORPRI tidak melakukan tindakan tersebut, karena bisa saja menimbulkan masalah hukum baru yang dapat menyeret para pengurus KORPRI di Nunukan.
“Saya sarankan lebih baik belajar pada kasus Burhanuddin Abdullah di Bank Indonesia. Saat itu mereka hanya menggunakan dana yayasan, tapi akhirnya bisa terseret masalah hukum. Apalagi menggunakan dana KORPRI,”katanya.
Haris justru mempertanyakan sumber dana yang akan digunakan pengurus KORPRI untuk membiayai pengacara, jika memang rencana itu terlaksana.
“Kalaupun sumber dana KORPRI berasal dari anggota, apa para anggota rela dana itu digunakan untuk membela pejabat yang tersangkut kasus korupsi?. Kalau begitu, alangkah enaknya jadi pejabat karena jika berbenturan dengan hukum, akan disediakan pengacara,”katanya.
Menurutnya, lebih baik dana itu digunakan untuk kesejahteraan anggota KORPRI.
“Kecuali kasus itu memang murni hanya kesalahan adminstrasi yang dibawah ke pengadilan tata usaha negara, wajar saja pemerintah membantu,”katanya.
Sebelumnya diberitakan, pengurus(KORPRI) Kabupaten Nunukan, berencana menyediakan pengacara untuk para pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di Nunukan.
Kasubag humas Setkab Nunukan, Kaharuddin Andi Tokkong mengatakan, disatu sisi Pemkab Nunukan juga ingin memberikan pendampingan kepada para pejabat yang diduga korupsi tersebut. Hanya saja, kata dia, agak sulit jika harus menggunakan nama pemerintah.
“Karena itu dianggap menggunakan uang negara. Seandainya ada jalan, mungkin akan digunakan untuk pendampingan,”katanya.
Namun, kata dia, bukan berarti Pemkab Nunukan lepas tangan terhadap persoalan itu.
“Makanya disini ada KORPRI yang merupakan lembaga non pemerintah. Tentunya lembaga ini punya tanggungjawab, bagiamana supaya anggota yang disangka melakukan tindakan korupsi ini, paling tidak ada pendampingan,”ujarnya.
Sebab, kata Kaharuddin, para pejabat ini juga bukan orang yang berkelebihan.
“Ya mereka itu sama dengan kami-kami ini, tidak ada yang berkelebihan. Kalau tidak diback up dari luar, bagaimana bisa. Saya dengar, dari KORPRI sudah ada upaya-upaya untuk itu. Menyiapkan pengacara, bukan hanya yang sudah ada ini, tapi siapa saja anggota KORPRI yang dianggap bermasalah hukum, nanti disiapkan,”katanya.
Sejauh ini, kejaksaan negeri Nunukan telah menetapkan dua pejabat Nunukan sebagai terdakwa. Masing-masing mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan Sekretaris Badukcapil Thoyib Budiharyadi. Keduanya tersangkut kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal.
Sedangkan dua lainnya yakni mantan bendahara Setkab Simon Sili dan Pj Sekcam Nunukan Selatan Arifuddin, masih dalam status sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah.(noe)

Jumat, November 28, 2008

Terdakwa Amdal, Siap "Serang" Jaksa


NUNUKAN- Mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi yakin, dirinya akan bebas dalam perkara dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, yang kasusnya kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan.
Untuk mementahkan semua dakwaan jaksa, sebutnya, ia telah menyiapkan dua ahli yang akan dihadirkan pada persidangan mendatang.
“Pertama saya akan menghadirkan ahli Amdal dari Universitas Mulawarman, Pak Marlon,”katanya.
Alasannya, kata Thoyib, ahli itu akan membuktikan bahwa proses perencanaan pembuatan dokumen Amdal itu sudah tepat.
Selain itu, ia juga akan menghadirkan seorang ahli akuntan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Samarinda.
“Keduanya sudah kami hubungi untuk menjadi ahli nantinya,”kata Thoyib kepada koran kaltim.
Menurut Thoyib, pihaknya harus menghadirkan ahli dari BPK untuk meyakinkan majelis hakim, bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Sampai saat ini kan jaksa tidak bisa menunjukkan dimana kerugian negaranya. Padahal, yang namanya kerugian negara harus dibuktikan dengan audit resmi dari lembaga yang berwenang seperti BPK ini,”katanya.
Dalam perkara ini, selain menghadirkan 34 saksi memberatkan, JPU juga menghadirkan dua ahli memberatkan Keduanya yakni, pakar pidana lingkungan Universitas Sumatera Utara, Prof Dr Alfi dan Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Muhammad Askari.
Pada kesempatan itu, Thoyib juga menyesalkan, karena dirinya dijerat sebagai tersangka dalam kasus itu. Padahal, saat terjadinya proses lelang, ia sudah tidak lagi menjabat sebagai kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan di Bapedalda.
“Saat itu saya sudah pindah ke Badukcapil. Padahal kalau dalam persidangan kan baik saksi-saksi maupun keterangannya cuma menyangkut masalah lelang. Saya tidak ada urusannya dengan lelang,”kata dia.
Kalaupun perencanaan Amdal itu dijadikan masalah hukum, ia justru bertanya mengapa tim verifikasi termasuk para pihak yang ikut menyetujui anggaran pembuatan dokumen Amdal, justru tidak ikut diminta pertanggungjawaban.
Menurutnya, secara teknis pelaksanaan, panitia lelang yang lebih bertanggungjawab. Sedangkan dari segi perencanaan, bupati dan DPRD Nunukan harusnya ikut dijebloskan seperti dirinya. Karena, baik bupati maupun DPRD Nunukan ikut menyetujui anggaran pekerjaan pembuatan dokumen Amdal itu. Thoyib mengatakan, dirinya telah dijerumuskan mantan bawahannya di panitia lelang.
“Kok Rahmad selaku ketua panitia lelang dibiarkan sekolah di Jakarta. Sedangkan saya masuk ke tahanan. Harusnya dia yang paling bertanggungjawab. Makanya saya tekankan ke staf saya, jangan menjerumuskan pimpinan,”katanya.
Ia mengatakan, jika pekerjaan Amdal setelah pembangunan proyek fisik dianggap menyalahi aturan, harusnya saat perencanaan anggaran, usulan itu sudah ditolak.
Dijelaskannya, perencanaan pekerjaan itu dimulai dari satuan kerja perangkat daerah dalam hal ini Bapedalda.
“Jadi bagian program membuat perencanaan atas perintah kepala Bapedalda. Kemudian sekretaris membuat usulan, lalu dimasukkan di rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) selanjutnya di bahas di panitia anggaran,”jelasnya.
Setelah dibahas di panitia anggaran, katanya, anggaran yang sudah dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Nunukan itu, akan disahkan DPRD dan bupati Nunukan.
“Disitu banyak yang menandatangani mulai dari Bappeda, keuangan, Sekda, bupati dan DPRD juga ditandatangan. Jadi banyak kaitannya,”katanya.
Ia mengatakan, Panggar harusnya meneliti semua usulan yang disampaikan. Sehingga, kalau ada yang dianggap tidak sesuai aturan, itu harus dicoret.
“Karena ini pangkalnya dari perencanaan. Kalau salah, kenapa anggarannya bisa keluar?. Ini kan tidak dicoret, bisa lolos, di berikan anggaran. Jadi yang mengesahkan ini baik bupati dan DPRD harus ikut bertanggungjawab,”katanya.
Thoyib memberikan contoh, ada anggaran di Badukcapil terpaksa harus dicoret karena tidak bisa dilaksanakan.
Thoyib didakwa melanggar undang-undang tindak pidana korupsi terkait jabatannya kala itu sebagai kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan Bapedalda, karena ikut merencanakan kegiatan Amdal.(noe)

Jadi Tersangka, Darmin Lantik Pejabat di Lapas

NUNUKAN- Meski resmi menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan, namun kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan, Darmin Djemadil ternyata belum dicopot dari jabatannya.
Pejabat instansi vertikal itu, masih sah memegang jabatannya.
Sebagai bentuk tanggungjawabnya, Kamis (27/11) lalu, Darmin melantik seorang pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Pelantikanpun terpaksa di gelar, di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan, tempat dimana Darmin menunggu proses hukum yang tengah dijalaninya.
Sejumlah pejabat di lingkungan BPN hadir pada acara itu. Dengan dilantiknya pejabat PPAT tersebut, berarti di BPN sudah ada dua pejabat PPAT.
Seorang pejabat lapas Nunukan membenarkan informasi itu.
"Sebenarnya kami berharap teman-teman pers bisa meliput langsung kegiatan itu,"kata salah seorang petinggi lapas, yang enggan namanya dikorankan.
Menurutnya, pihak lapas memfasilitasi kegiatan pelantikan itu tentunya dengan seijin dari pihak kejaksaan negeri Nunukan.
Darmin Djemadil dijebloskan ke Lapas Nunukan, pada Rabu (6/11) lalu setelah pada hari yang sama ia ditetapkan sebagai tersangka.
Saat pengadaan tanah tahun 2004 lalu, Darmin terlibat dalam panitia 9 pengadaan tanah sebagai wakil ketua.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan H Suleman Hadjarati SH MH, kepada Koran kaltim mengatakan, sejak lama sebenarnya peran Darmin sebagai kepala BPN sudah ketahuan.
"Kemarin kan sudah dari bawah. Mulai dari mantan Lurah Nunukan Selatan yang merupakan anggota tim 9. Kemudian bagian atas kan juga sudah terlihat dengan jelas. Dia (Darmin,red) juga sebagai wakil ketua tim 9,"katanya.
Darmin merupakan tersangka ketiga yang dijebloskan ke tahanan.
Sebelumnya, Senin (3/1) Kejari Nunukan juga telah menahan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE. Saat kejadian, Arifudin termasuk salah satu anggota tim 9, terkait jabatannya sebagai
lurah Nunukan Selatan kala itu. Sehari kemudian, giliran mantan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili, yang diangkut ke lembaga pemasyarakat Nunukan.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
"Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,"jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan. Budiman pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut. Tindakan hukum terhadap keduanya akan dilakukan menyusul turunnya ijin presiden tersebut.(noe)

SPN Akan Gelar Pelatihan Kader Anti Korupsi

NUNUKAN- Serikat Pelajar Nunukan (SPN), pekan depan rencananya menggelar pelatihan kader anti korupsi bagi para pelajar di daerah ini. Kegiatan ini dalam rangkaian peringatan hari anti korupsi yang jatuh tanggal 9 Desember.
Ketua komite sentral SPN, Saddam Husin mengatakan, pelatihan tersebut untuk memberikan pemahaman kepada para pelajar, apa saja sebenarnya yang dimaksudkan dengan tindakan pidana korupsi.
"Karena image yang tertanam di kepala masyarakat, yang namanya korupsi pasti menerima atau mengambil uang negara dan menikmatinya,"kata Saddam.
Padahal, sebutnya, orang yang dengan kewenangannya telah membantu menjadikan orang lain kaya, juga bisa dikategorikan sebagai koruptor.
"Kalau karena kewenangannya ternyata dia telah merugikan negara, berarti ia juga bisa dijerat tipikor, walaupun tidak menerima uang,"katanya.
Hal lainnya, kata Saddam, banyak juga yang tidak mengerti, jika pejabat menerima hadiah, bisa dijerat undang-undang tipikor.
"Pemberian gratifikasi (hadiah,red) kepada pejabat negara, sebenarnya juga termasuk tindakan korupsi,"katanya.
Menurut Saddam, perlunya pelatihan ini digelar untuk mengantisipasi, agar jika kelak para pelajar ini telah terjun langsung dan bekerja di pemerintahan, mereka bisa lebih waspada dalam menjalankan tugas.
"Paling tidak mereka sudah faham, tindakan apa yang tidak boleh dilakukan kalau tidak mau masuk penjara,"ujarnya.
Dalam pelatihan itu, jelasnya, pihaknya berencana menghadirkan sejumlah instansi terkait mulai dari kepolisian, kejaksaan sampai pengadilan.
"Ini untuk menjelaskan, bagaimana sebenarnya proses hukum yang akan dijalani para pelaku korupsi itu,"katanya.
Pada kesempatan yang sama, Saddam mengatakan, pihaknya kini telah mengarsip berita-berita korupsi yang pernah diterbitkan korankaltim sebelumnya. Arsip itu tersimpan diblog yang bisa diakses melalui alamat korupsinunukan.blogspot.com.
"Jadi masyarakat bisa mengakses semua informasi korupsi yang pernah terjadi di Nunukan, mulai dari proses konfirmasi hingga upaya hukum yang dilakukan di pengadilan,"sebutnya.
Saddam berharap, informasi itu bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai upaya hukum yang kini gencar dilakukan jajaran Kejari Nunukan.
"Dengan membuka blog ini, masyarakat bisa mendapatkan informasi yang lengkap mengenai proses hukum yang kini tengah dijalani para tersangka maupun terdakwa. Jadi informasi itu tidak diperoleh secara sepotong-sepotong,"katanya.(noe)

Kamis, November 27, 2008

17 PNS Juga Kecipratan Uang Tanah

NUNUKAN- Tak hanya pejabat yang terlibat dalam panitia 9 pengadaan tanah pada tahun 2004, sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Nunukan, juga ikut menikmati uang dari kegiatan itu.
Data yang diperoleh koran kaltim, ada 17 PNS yang ikut kecipratan dana, berupa honor kegiatan. Honor itu dibayarkan tanggal 19 Januari 2005, yang ditandai dengan daftar penerimaan honor yang juga ditandatangani pemegang kas Setkab, Simon Sili, sekretaris I panitia pengadaan tanah, Petrus Kanisius dengan disetujui wakil ketua tim pengadaan tanah, Darmin Djemadil.
Sembilan PNS menerima honor sekretariat pekerjaan pembebasan tanah kabupaten Nunukan 2004 sedangkan delapan PNS lainnya menerima honor biaya pekerjaan pengukuran lapangan dan pelacak batas pembebasan tanah kabupaten Nunukan tahun 2004.
Dalam bukti penerimaan yang ditandatangani 17 PNS itu, terdapat nama Endang Sriwahyuni dari BPN dengan honor sebesar Rp1 juta. Pegawai dari BPN yang juga menerima honor itu masing-masing, Kaminang, Agustia dan Asikin dengan jumlah Rp1 juta. Seluruh PNS BPN ini tidak dikenakan pajak penghasilan (Pph).
Berikut PNS dari tata pemerintahan Setkab Nunukan masing-masing, Syafaruddin, Purwo Hadi, Sabri, M.Nur memperoleh honor sebesar Rp1 juta. Namun, dipotong PPh sebesar Rp150 ribu, PNS di Tapem hanya menerima Rp850 ribu. Kecuali Magdalena Geradus, memperoleh Rp1 juta karena tidak dikenakan PPh.
Jumlah total yang diterima 9 PNS ini mencapai Rp9 juta. Setelah dikurangi PPh Rp600 ribu, jumlah yang mengucur ke saku 9 PNS ini mencapai Rp8,4 juta.
Sedangkan untuk pekerjaan pengukuran dan pelacak batas pembebasan tanah, Kodrat Sinaga yang bertugas sebagai pemeriksaan ukuran menerima honor sebesar Rp2,5 juta. Dipotong PPh 375 ribu, uang yang mengucur ke sakunya mencapai Rp2,125 juta.
Dua juru ukur masing-masing Jamaluddin dan Rudi memperoleh Rp4,25 juta setelah di potong PPh. Selanjutnya dua juru ukur lagi yaitu Widodo dan Viktor memperoleh 2,5 juta sedangkan tiga juru ukur lainnya yakni Dedy, Esra dan Sigit masing-masing memperoleh honor Rp2 juta tanpa PPh.
Dengan demikian, Rp23,500 juta dialokasikan untuk honor 8 PNS ini. Dipotong PPh Rp1,8 juta berarti yang masuk ke saku para juru ukur ini totalnya mencapai Rp21,6 juta.
Sebelumnya diberitakan, seluruh anggota panitia 9 telah menerima honor dari hasil jerih payah mereka itu. Seluruhnya telah menandatangani bukti penerimaan honor.
Data yang diperoleh korankaltim menunjukkan, honor tertinggi diperoleh bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad selaku ketua tim 9 sebesar Rp25,99 juta. Dipotong PPh, uang yang mengucur ke saku bupati mencapai Rp22,097 juta.
Kepala BPN Darmin Djemadil yang menjabat sebagai wakil ketua panitia, memperoleh penghasilan bersih sebesar 13,25 juta. Sedangkan lima pejabat lainnya sebagai anggota tim, masing-masing, Kadri Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rachmaji Sukirno dan Arifuddin, memperoleh angka yang sama, Rp8,8 juta.
Dua pejabat bukan anggota yakni Petrus Kanisius selaku sekretaris I dan Yulius Riung selaku sekretaris II memperoleh honor terkecil yakni, Rp4,4 juta.
Sesuai keputusan bupati Nunukan nomor 319/2004, kerja tim ini tidak hanya pada pengadaan tanah untuk ruang terbuka di depan kantor bupati, yang belakangan bermasalah hukum.
Namun mencakup delapan item, yaitu pengadaan tanah untuk kantor DPRD Nunukan, Embung Sungai Bilal, Depan Kantor Bupati, Penjara, Parkir BKD, Mess Diklat, PPI dan RSUD.
Ganti rugi untuk 12 pemilik tanah, mencapai Rp10,398 miliar. Ditambah honor panitia (1 persen), honor administrasi (1 persen) dan operasional (2 persen), total biaya yang dikeluarkan dari APBD Nunukan mencapai Rp10,8 miliar.(noe)

Bupati Belum Copot Jabatan Arifuddin

NUNUKAN- Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifuddin bisa sedikit bernafas lega. Sebab, meskipun telah menyandang status sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi, pengadaan tanah, namun jabatannya belum dicopot bupati seperti tiga pejabat lainnya yang tersandung kasus hukum.
Kasubbag humas Setkab Nunukan, Kaharuddin Andi Tokkong, hari ini, menegaskan, Arifuddin yang kini mendekam di lembaga pemasyarakatan Nunukan, masih sah memegang jabatan itu. Hal tersebut sekaligus membantah berita koran kaltim yang menyebutkan Arifuddin telah dicopot dan digantikan Umboro.
Kaharuddin mengatakan, Umboro yang sebelumnya menjabat sebagai kasubdin pertamanan DKPP Nunukan, pada Jumat (21/11) lalu dilantik sebagai camat Nunukan Selatan bukan Pj Sekcam Nunukan Selatan menggantikan Arifuddin.
“Pak Arifuddin itu kan Pj Sekcam merangkap plt camat. Nah dengan dilantiknya Umboro, jabatan plt dengan sendirinya berakhir. Namun jabatan Pj Sekcam tetap masih melekat,”tegasnya.
Ia mengatakan, meski telah berstatus sebagai tersangka, bukan berarti bupati harus mencopot para pejabat itu.
“Itu dilihat fungsi dan tugas masing-masing. Ada yang memang tidak harus digantikan, dengan catatan orang lain masuk sebagai pelaksana tugas. Ada juga yang harus diganti, misalnya Simon yang menjabat sebagai bendahara Setkab Nunukan. Apalagi Simon yang minta supaya diganti,”jelasnya.
Simon sendiri, kata Kaharuddin, sangat menyadari fungsinya yang begitu sentral sehingga memang diperlukan bendahara baru untuk menggantikannya.
“Sebab dia itu bukan hanya untuk mengeluarkan uang di sekretariat daerah (Setda), namun seluruhnya termasuk hingga ke kecamatan,”ujarnya.
Sementara, jika Simon tidak diganti, yang terjadi saat ini justru semakin berlarut-larut. Seperti, PNS Setkab tidak bisa gajian dan transaksi keuangan tidak bisa berjalan.
“Sebagai bendahara, jabatannya sangat strategis. Karena tidak ada yang bisa bergerak tanpa bendahara ini mengeluarkan uang,”katanya.
Simon digantikan Lisran, yang sebelumnya bendahara di Dinas pendapatan, pengelolaan kekuangan dan kekayaan daerah Nunukan.
Sementara, terkait kekecewaan mantan Sekretaris Badukcapil Nunukan, Thoyib Budiharyadi atas pencopotannya dari jabatan itu, dan menyebutkan bisa saja ia melakukan gugatan di PTUN, Kaharuddin mempersilahkannya.
“Itu hak beliau kalau mau PTUN. Yang jelas, kenapa ia diganti, karena jabatan sekretaris Badukcapil itu sangat penting. Kalau tidak diganti, praktis lembaga itu mandeg karena proses administrasi tidak ada yang bisa berjalan. Kalau harus ke lapas bertemu Thoyib, harus ada ijin kejaksaan, ini sama saja nantinya menghambat pelayanan publik,”ujarnya.
Selain Simon Sili, sebelumnya pada Kamis (9/10) lalu, Bupati Nunukan juga mencopot Kepala Bapedalda Hasan Basri dan sekretaris Badukcapil Nunukan, Thoyib Budi Haryadi. Keduanya tersangkut kasus tipikor pembuatan dokumen Amdal.
Hasan Basri dicopot dan digantikan Tomi Harun yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sedangkan Thoyib digantikan Sri Kustarwati.(noe)

Rabu, November 26, 2008

Mahasiswa Nunukan Demo Kejati Kaltim

Aliansi Masyarakat Anti Korupsi Nunukan, hari ini, melakukan demonstrasi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Samarinda. Aksi ini sebagai buntut kekecewaan mereka pada kinerja Kejari Nunukan. Mereka menilai, kejaksaan negeri Nunukan masih tebang pilih dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan tanah seluas 62 hektare untuk keperluan ruang terbuka hijau.
Koordinasi aksi, Phaul mengatakan, harusnya seluruh pejabat yang terlibat dalam Tim 9 ikut ditetapkan sebagai tersangka sekaligus ditahan seperti tersangka lainnya.
"Tapi, nyatanya hanya 3 orang dijerat hukum,”kata Paul.
Phaul curiga ada permainan dalam penanganan kasus ini. Sebab, dari 62 hektare lahan yang dibebaskan tahun 2004, sebanyak 47 hektare di antaranya merupakan tanah negara. Sehingga hanya sisa dari lahan milik warga itu yang dibebaskan, namun dalam APBD tetap dialokasikan biaya pembebasan sebesar Rp 7,006 miliar untuk 62 hektare lahan tersebut dengan perhitungan Rp 11.300 per meter persegi.
Ketua Tim 9 yang yang dijabat Bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad dan mantan Sekkab Nunukan Budiman Arifin, mestinya juga ikut bertanggung jawab. Namun, kata Phaul, hingga kini mereka belum disentuh.
Menanggapi hal itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Yuspar didampingi Kasi Penyidikan Iwa S Pribawa dan Kasi Penkum dan Humas Syakhrony menjelaskan, pihaknya sudah paham kasus tersebut. Yuspar dengan tegas membatah, bahwa Kejari Nunukan berlaku diskriminasi dalam menangani kasus itu.
Menurutnya, kapasitas kejaksaan beda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bupati Nunukan Abdul Hafid dan mantan Sekkab Budiman yang kini menjabat Bupati Bulungan memang belum diperiksa lebih lanjut, karena pemeriksaan kepada kedua bupati itu harus ada izin dari presiden.
“Itulah kendala kita. KPK bisa memeriksa kepala daerah tanpa izin presiden, tapi kalau kejaksaan harus ada izin,” kata Yuspar.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah lama mengajukan permohonan izin itu melalui Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung pun telah menyerahkan permohonan izin itu ke presiden. “Nah, kami tinggal menunggu izin dari presiden itu. Begitu izin turun, kami akan panggil mereka untuk diperiksa,” jelasnya.(*)

Rp103 Juta, Mengucur ke Panitia 9 Pengadaan Tanah

NUNUKAN- Sejumlah anggota panitia 9 boleh berkelit, tidak aktif dalam tim tersebut. Kenyataannya, seluruh panitia 9 telah menerima honor dari hasil jerih payah mereka itu. Seluruhnya telah menandatangani bukti penerimaan honor.
Data yang diperoleh korankaltim menunjukkan, honor tertinggi diperoleh bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad selaku ketua tim 9 sebesar Rp25,99 juta. Dipotong PPh, uang yang mengucur ke saku bupati mencapai Rp22,097 juta.
Kepala BPN Darmin Djemadil yang menjabat sebagai wakil ketua panitia, memperoleh penghasilan bersih sebesar 13,25 juta. Sedangkan lima pejabat lainnya sebagai anggota tim, masing-masing, Kadri Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rachmaji Sukirno dan Arifuddin, memperoleh angka yang sama, Rp8,8 juta.
Dua pejabat bukan anggota yakni Petrus Kanisius selaku sekretaris I dan Yulius Riung selaku sekretaris II memperoleh honor terkecil yakni, Rp4,4 juta.
Sesuai keputusan bupati Nunukan nomor 319/2004, kerja tim ini tidak hanya pada pengadaan tanah untuk ruang terbuka di depan kantor bupati, yang belakangan bermasalah hukum.
Namun mencakup delapan item, yaitu pengadaan tanah untuk kantor DPRD Nunukan, Embung Sungai Bilal, Depan Kantor Bupati, Penjara, Parkir BKD, Mess Diklat, PPI dan RSUD.
Ganti rugi untuk 12 pemilik tanah, mencapai Rp10,398 miliar. Ditambah honor panitia (1 persen), honor administrasi (1 persen) dan operasional (2 persen), total biaya yang dikeluarkan dari APBD Nunukan mencapai Rp10,8 miliar.
Pembayaran honor panitia ini dilakukan setelah ada surat permintaan pembayaran beban tetap anggaran belanja tahun anggaran 2004, yang ditandatangani Budiman Arifin, sekretaris kabupaten Nunukan sekaligus atasan langsung pemegang kas kala itu, kemudian kepala bagian keuangan Darmawan Darham dan dan pemegang kas Simon Sili.
Sedangkan PPh sebesar Rp15,57 juta telah disetorkan Simon Sili ke kantor pajak, tanggal 30 Desember 2004.
Atas fakta tersebut, aktifis LSM Lingham, Abdullah Umar mengatakan, seharusnya dalam kasus ini, Budiman Arifin dan Darmawan, juga ikut ditetapkan sebagai tersangka. Karena secara bersama-sama dengan Simon Sili, keduanya harus ikut bertanggungjawab terhadap pengeluaran uang pembayaran tanah yang dianggap bermasalah.
“Artinya disini, Sekda dan kabag keuangan mempunyai tanggungjawab dan peran yang lebih besar. Tapi kenapa dua orang ini tidak disentuh?,”tanya dia.
Menurut Abdullah Umar, seharusnya pihak Kejari Nunukan proaktif mempertanyakan ijin pemeriksaan dari presiden, jika ijin itu memang diperlukan terkait jabatan Budiman Arifin yang saat ini sebagai bupati Bulungan.
“Yang malah menjadi pertanyaan, apakah benar Kejari tinggal menunggu ijin presiden?,”tanya dia.(noe)

Jangan Intervensi Kejaksaan

Desakan salah satu LSM di Nunukan agar penyidik segera menahan seluruh pejabat yang terlibat dalam panitia 9 pengadaan tanah, disikapi berbeda oleh ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Nunukan, Ilham Zein.
Ilham yang juga ketua salah satu etnis di Nunukan mengatakan, tidak seharusnya orang atau lembaga mengintervensi tugas, peran dan tanggungjawab kejaksaan dalam suatu perkara.
“Kami sangat mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejari Nunukan. Dan apa yang dilakukan saat ini, sudah pada porsi dan tetap pada jalur penegakkan law emporcemen. Jadi kita harus bisa melihat kasus ini dalam porsi dan mekanisme aspek hukumnya,”jelasnya.
Sebagai lembaga yang sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit, kata Ilham, kejaksaan mempunyai tugas untuk menjalankan kekuasaan negara di bidang hukum, baik sebagai penuntut, eksekutor maupun kekuasaan lain yang diberikan undang-undang.
Menurutnya, penetapan tingkatan perkara maupun status oknum yang dilakukan tim jaksa, sudah pada tataran dan mekanisme yang berlaku sejak dulu sampai pelaksanaan UU 16/2004.
“Jadi masyarakat harus percayakan segala output perkara itu, apapaun hasilnya. Kan kita tidak bisa menyamakan keterlibatan orang dalam tim, dengan perkara penangkapan kelompok perjudian. Keterlibatan dan peran seorang dalam tim 9 itu kan berbeda-beda,”jelasnya.
Ilham mengatakan, keterlibatan masing-masing pejabat itu dilihat sesuai keaktifan dan keterlibatannya pada tim yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp7 miliar itu.
Ilham berharap, masyarakat bisa menetralisir persoalan ini dalam bentuk percaya sepenuhnya kepada kejaksaan.
“Karena jaksa ini sebuah profesi dan tangggungjawab, jadi kita harus memahami kerja penyidik yang tahu betul apa yang harus dilakukannya. Mereka bekerja sesuai dengan amanat undang-undang yang menaunginya,”ujarnya.
Ilham maklum, jika sebagian masyarakat terlihat sangat tidak sabar menunggu hasil dari penyidikan tim 9 ini.
“Tapi yang harus diingat, dalam era reformasi ini sangat dituntut sikap-sikap percaya sepenuhnya kepada otoritas masing-masing,”ujarnya.(noe)

Selasa, November 25, 2008

Desak Penuntasan Kasus Tanah, Mahasiswa Akan Demo Kejati Kaltim

NUNUKAN- Ratusan mahasiswa kabupaten Nunukan di Samarinda, yang tergabung dalam solidaritas mahasiswa Nunukan anti korupsi (SAMANAK), Rabu (26/11) besok akan melakukan demonstrasi ke kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Samarinda Seberang.
Koordinator SAMANAK, Phaul, mengatakan, aksi demonstrasi yang mereka lakukan itu untuk mendesak pihak kejaksaan agar menuntaskankan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan oleh tim 9.
Kasus itu sendiri, ditangani Kejari Nunukan. Belakangan, penyidik kejari Nunukan telah menahan dua anggota tim 9 masing-masing Arifuddin dan Darmin Djemadil. Selain itu, penyidik juga telah menahan Simon Sili, yang kala itu menjabat sebagai bendahara Setkab Nunukan.
Phaul mengatakan, penetapan tiga tersangka ini, menunjukkan jika penyidikan kasus tersebut terkesan hanya mengorbankan yang kecil-kecil saja.
“Kita mau Kajati Kaltim mendesak Kejari Nunukan agar benar-benar melakukan penegakan hukum seadil-adilnya. Semua tim 9 harus bertanggungjawab dalam kasus ini, jangan yang kecil saja dikorbankan,”katanya melalui telepon seluler, tadi sore.
Sembilan pejabat yang namanya terlibat dalam panitia 9 masing-masing, Abdul Hafid Ahmad, Darmin Djemadil, Kadrie Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rahmadji Sukirno, Arifudin, Petrus Kanisius dan Yulius Riung.
Selain mendesak penuntasan kasus korupsi pengadaan tanah, kata Phaul, kehadiran mereka juga untuk melaporkan sejumlah dugaan korupsi yang terjadi di Nunukan.
Sementara itu, desakan pihak-pihak tertentu agar penyidik Kejari Nunukan membebaskan salah satu tersangka kasus tanah, langsung ditentang aktifis LSM Lingham Jamhari Ismail.
Menurut Jamhari, tindakan tersebut sama saja dengan premanisme.
“Tindakan premanisme seperti itu harus diberantas,”tegasnya.
Jamhari menegaskan, seluruh tokoh-tokoh dari berbagai etnis di kota Nunukan, mendukung sepenuhnya langkah yang telah dilakukan Kejari Nunukan dibawah kepemimpinan Suleman Hadjarati.
“Kami mendukung sepenuhnya langkah Kajari Nunukan, dan tentunya kami menentang keras adanya kelompok orang atau organisasi kemasyarakatan yang berupaya mendeskreditkan Kajari Nunukan, agar membebaskan para koruptor di Nunukan,”katanya.
Dalam kasus pengadaan tanah, penyidik kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka masing-masing, Kepala BPN Nunukan, Haji Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam. Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan.(noe)

Bupati Kembali Copot Jabatan Tersangka Korupsi

NUNUKAN- Sudah jatuh tertimpa tangga pula, barangkali itulah ucapan yang pantas diterima para pejabat Nunukan yang tersangkut perkara korupsi. Pasalnya, tidak hanya harus mendekam di tahanan, para pejabat ini juga dicopot dari jabatannya. Terakhir pada Jumat (21/11) lalu, Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Ahmad, kembali mencopot jabatan dua tersangka kasus pengadaan tanah masing-masing bendahara setkab Nunukan, Simon Sili dan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifuddin SE.
Simon Sili digantikan Lisran, yang sebelumnya di BPKKD sedangkan Arifuddin digantikan Umboro dari dinas pemadam dan kebersihan. Keduanya resmi menyandang jabatan baru tersebut, saat dilantik dan diambil sumpahnya bersama 80 pejabat mulai dari pejabat eselon II, III, IV.
Kejaksaan negeri Nunukan, Senin (3/11) lalu menetapkan sebagai tersangka sekaligus menahan Arifudin. Ia tersandung kasus itu terkait jabatannya selaku Lurah Nunukan Selatan pada tahun 2004, yang secara ex officio menjabat sebagai anggota panitia 9 pengadaan tanah.
Berselang sehari kemudian giliran Simon Sili yang ditetapkan sebagai tersangka disusul penahanannya. Simon menjadi tersangka kasus itu karena sebagai bendahara, ia tidak melakukan verifikasi maupun advis, padahal ada yang tidak beres dari pengadaan tanah itu.
Keduanya dijerat pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya pada Kamis (9/10) lalu, Bupati Nunukan juga mencopot Kepala Bapedalda Hasan Basri dan sekretaris Badukcapil Nunukan, Thoyib Budi Haryadi. Keduanya tersangkut kasus tipikor pembuatan dokumen Amdal.
Hasan Basri dicopot dan digantikan Tomi Harun yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sedangkan Thoyib digantikan Sri Kustarwati.
Pemberhentian para pejabat yang tersangkut kasus korupsi ini, disesalkan Thoyib yang kini sedang menjalani persidangan kasus korupsi dugaan Amdal.
Thoyib yang sempat ditemui koran kaltim di Lapas Nunukan mengatakan, bisa saja para pejabat ini menggugat keputusan bupati di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Seharusnya kami tidak boleh di berhentikan dari jabatan itu, kalau belum ada kekuatan hukum yang tetap yang menyatakan kami bersalah. Kami bisa saja mem-PTUN-kan masalah ini,”katanya.
Thoyib khawatir, jika nantinya dalam kasus itu ternyata mereka tidak terbukti bersalah, saat kembali menjalani pekerjaan sebagai PNS, mereka justru tidak memiliki pekerjaan alias non job.
“Kalau seperti itu, berarti kami mulai dari nol lagi,”keluhnya.(noe)

Senin, November 24, 2008

Banyak Tidak Ingat, Saksi Amdal Diancam Sumpah Palsu


NUNUKAN- Ketua majelis hakim PN Nunukan, I Ketut Wiartha, tadi sore, terpaksa menegur Yosef, karena saksi kasus Amdal itu, selalu menjawab tidak tahu, atau tidak ingat, saat ditanyai.
Dalam sidang dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan Thoyib Budi Haryadi itu, hari ini, hakim bahkan mengingatkan saksi mengenai ancaman hukuman jika memberikan keterangan palsu dalam persidangan.
“Sumpah itu supaya memberikan keterangan yang benar, kalau tidak benar bisa dikenakan sumpah palsu. Anda ditanya, tidak ingat, tidak tahu, mana tanggungjawab anda?. Ingat itu, sumpah palsu bisa dikenakan ancaman pidana 9 tahun penjara,”kata Ketut kepada saksi, yang dimintai keterangannya terkait jabatannya sebagai PPTK Gedung gabungan dinas unit b, c dan aula.
Tidak hanya pada pertanyaan hakim, Yosef juga menjawab tidak tahu dan kurang ingat, terhadap hampir seluruh pertanyaan yang disampaikan JPU maupun penasehat hukum terdakwa.
Bahkan Yosef mengaku tidak tahu siapa yang menjabat sebagai kepala Bapeddalda, saat proyek itu dikerjakan.
“Masa anda tidak tahu?, Bapedalda saat itu kantornya bersebelahan dengan kantor PU,”tanya Satria Irawan, salah seorang JPU.
Saat jaksa menunjuk pada Hasan Basri, saksi mengaku kenal muka namun tidak tahu jika yang bersangkutan bernama Hasan Basri.
PH terdakwa justru punya cara lain agar Yosef mau menjawab pertanyaan yang disampaikan. Ronni, salah seorang PH terdakwa, membacakan isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang berisi jawaban saksi atas pertanyaan jaksa.
Namun, meskipun telah dibacakan, lagi-lagi Yosef mengaku tidak ingat akan keterangan yang pernah disampaikannya kepada penyidik tersebut.
Selama persidangan dua terdakwa ini, JPU telah menghadirkan 10 saksi yang diharapkan bisa membuktikan perbuatan terdakwa. Hari ini, jaksa menghadirkan lima saksi masing-masing, Saifullah Jamal, Yosef, Muhid, Agus Setyo Raharjo dan Edi. Agus merupakan saksi dari PT Nindya Karya sedangkan empat nama lainnya, menjabat sebagai PPTK atau pimpinan proyek fisik yang di Amdal.
Sebenarnya, pada sidang hari ini, kepala Dinas pekerjaan umum, Abdul Azis Muhammadiyah juga akan diminta keterangannya sebagai saksi. Hanya saja sebelum sidang dimulai, Azis justru meinggalkan kantor pengadilan negeri Nunukan.
Dalam sidang kemarin, Saifullah Jamal yang sempat menangani proyek pembangunan gedung gabungan dinas unit A mengakui, pihaknya tidak pernah mengajukan kepada Bapedalda agar proyek itu di Amdal.
“Karena tidak pernah ada proyek fisik yang diamdal sebelumnya,”katanya.
Ia juga berasumsi, pembangunan gedung saat itu hanya satu unit sehingga tidak perlu diamdal atau UPL/UKL.
Lagipula kata Saiful, dari dana APBN yang diterima untuk pembangunan gedung itu, tidak disyaratkan untuk pembuatan dokumen Amdal.
“Karena petunjuknya itu untuk fisik saja, tidak boleh dialihkan ke kegiatan lain,”katanya.
Saiful mengatakan, terkait kegiatan Amdal, dirinya tidak pernah memberikan data teknis kepada Bapedalda Nunukan.
Atas pernyataan itu, terdakwa Hasan Basri mengatakan, untuk pembuatan dokumen Amdal, memang Bapedalda tidak berwenang meminta dokumen teknis.
“Tapi minimal dari lokasi bangunan kami perlu mengetahui, apakah dia perlu di amdal atu tidak,”katanya.
Keterangan yang meringankan terdakwa, justru disampaikan Abdul Muhid, mantan pimpro pembangunan kanal Sembakung-Sebuku.
Menurut Muhid, proyek tersebut dilaksanakan berdasarkan anggaran APBD Kaltim, dan dalam ketentuan, tidak disebutkan menggunakan anggaran tersebut untuk pembuatan dokumen Andal.
Ia mengatakan, untuk pembangunan kanal yang panjangnya 8400 meter dengan lebar 24 meter dan tinggi 4-7 meter, itu perlu dibuatkan Amdal.
Memang, kata Muhid, pada tahun 2003 proyek itu sudah pernah di Amdal.
“Tapi proyek ini perlu dibuatkan amdal lagi, karena amdal yang lama sudah tidak relevan lagi. Karena setelah saya menangani proyek itu telah terjadi perubahan dimensi,”katanya.
Disebutkannya, saat Amdal dilaksanakan, proyek itu belum selesai dikerjakan. Malah ia memperkirakan pekerjaan itu baru berkisar 10 persen dari rencana.
“Saat amdal, itu masih pada tahap konstruksi. Sekarang mandeg kegiatannya, karena tidak ada bantuan dari propinsi sampai sekarang,”katanya.(noe)

Kejari Nunukan Didesak Segera Tahan Seluruh Panitia 9

NUNUKAN- Penyidikan tipikor dalam kasus pengadaan tanah yang dilakukan jaksa Kejari Nunukan, dengan menetapkan tiga tersangka yang berujung pada penahanan, dinilai sejumlah kalangan di Nunukan sebagai tindakan diskriminatif dan cenderung tebang pilih. Karena itu, penyidik kejari Nunukan didesak segera melakukan tindakan yang sama terhadap seluruh pejabat yang terlibat dalam panitia 9.
Aktifis LSM Lingham Nunukan, Abdullah Umar mengatakan, sudah jelas bahwa munculnya perkara dugaan korupsi ini berawal dari tim 9 yang secara ex officio di ketuai bupati Nunukan, Abdul Hafid Ahmad.
“Tapi kenyataannya kenapa hanya dua anggota tim 9 yang diangkut?. Kenapa yang lainnya masih dibiarkan bebas dan belum ditetapkan sebagai tersangka?,”tanya dia.
Yang membuat Abdullah heran, sebagai juru bayar Simon Sili justru ikut ditetapkan sebagai tersangka.
“Kalau saya memperlajari berkas pengadaan tanah ini, kelihatannya Simon hanya dijadikan tumbal, baik oleh tim 9 maupun penentu kebijakan dalam hal keuangan ini,”ujarnya.
Memang benar, kata Umar, Simon harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena dinilai ikut terlibat dalam pembayaran tanah itu.
“Tapi kenapa yang lain tidak diangkut?. Simon melakukan verifikasi kemudian mengembalikan ke kabag keuangan saat itu, Pak Darmawan. Dan kabag keuangan itu tahap akhir sebagai penentu apakah tanah itu dibayar atau tidak. Tapi mengapa Darmawan belum disentuh?,”tanya dia lagi.
Menurutnya, banyak pihak-pihak yang harusnya ikut bertanggungjawab karena proses pembayaran itu dianggap bermasalah.
“Kalau tersangkanya cuma tiga orang ini, kesannya kan jaksa melindungi pelaku lain yang harusnya juga dimintai pertanggungjawaban. Masa’ yang lain sudah tiga minggu ditahan, tapi orang-orang yang berkepentingan di tim 9 tidak ikut ditahan, padahal mereka penyebab masalah ini,”katanya.
Abdullah berharap, penegakan hukum yang dilakukan kejari Nunukan tidak hanya menyentuh pada orang-orang kecil saja.
Sebelumnya, kepala kejaksaan negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati SH MH, kepada koran kaltim menegaskan, seluruh yang terlibat dalam panitia 9 kemungkinan besar akan ditetapkan sebagai tersangka seperti dua anggota lainnya yang telah mendekam di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.
“Tidak menutup kemungkinan semua dimintai pertanggungjawaban. Bisa saja nantinya, termasuk mereka yang pasif,”tegasnya.
Sembilan pejabat yang namanya terlibat dalam panitia 9 masing-masing, Abdul Hafid Ahmad, Darmin Djemadil, Kadrie Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rahmadji Sukirno, Arifudin, Petrus Kanisius dan Yulius Riung.
Suleman mengatakan, dari 9 orang yang terlibat di panitia 9, hanya Abdul Hafid Ahmad saja yang belum menjalani pemeriksaan mendalam. Hal itu terkait jabatannya sebagai bupati yang memerlukan ijin presiden untuk melakukan pemeriksaan.
“Ijin presidennya sedang kita tunggu,”katanya.
Dalam kasus itu penyidik kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka masing-masing, Kepala BPN Nunukan, Haji Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam. Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan.(noe)

Minggu, November 23, 2008

Penyidikan Diskriminatif, PH Desak Pembebasan Tersangka Kasus Tanah

NUNUKAN- Penasehat hukum (PH) tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah, mendesak agar kejaksaan negeri Nunukan membebaskan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifuddin dari tahanan dan segera merehabilitasi nama baiknya. Desakan itu didasarkan pada tindakan diskriminatif jaksa penyidik dalam melakukan penyidikan dalam kasus itu.
M Hasoloan Sinaga SH selaku PH Arifuddin mengatakan, dalam penyidikan Arifuddin telah menjadi korban ketidakadilan dan diskriminasi.
“Sebab sdr Arifuddin tidak memperoleh keuntungan dari kegiatan pelepasan tanah tersebut. Adapun keberadaan Sdr Arifuddin dalam kaitannya dengan proyek pelepasan tanah tersebut adalah karena jabatannya selaku Lurah Nunukan Selatan saat itu,”kata pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Barisan Anak Bangsa (BAB) ini, dalam siaran persnya.
Hasoloan malah mempertanyakan sikap jaksa, karena pihak-pihak yang memperoleh keuntungan dan menerima uang sebesar Rp7 miliar dari proyek itu, yakni Haji Ramli dan Makmun Cs, serta sejumlah pihak lainnya justru tidak ditetapkan sebagai tersangka.
“Bahwa dengan proses hukum yang dilakukan kejaksaan negeri Nunukan ini, Sdr Arifuddin merasa telah di Dzholimi dan diperlakukan secara tidak adil oleh Kejari Nunukan,”katanya yang dibenarkan Sekjen BAB, Imral Gusti.
Selain meminta pembebasan, dalam pernyataan sikap yang juga ditandatangani Imral Gusti itu, LBH BAB meyampaikan protes keras terhadap proses penyidikan dan penahanan yang dilakukan terhadap Arifuddin.
“Kami menuntut pihak Kejari Nunukan agar berlaku fair, objektif dan adil, yaitu menerapkan prinsip persamaan didepan hukum (Equality of Law) dalam proses penyidikan tersebut,”desaknya.
Terakhir, LBH BAB juga meminta agar Kejari Nunkan segera melakukan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang memperoleh keuntungan atau kenikmatan dari proyek pelepasan tanah tersebut, yaitu pihak-pihak yang menerima uang pembayaran atas tanah yang dilepaskan tersebut.
Kejari Nunukan saat ini sedang melakukan penyidikan terhadap kasus tipikor dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan ruang terbuka kota Nunukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Nunukan.
Dalam penyidikan kasus itu Kejari Nunukan selaku penyidik telah melakukan penahanan terhadap para tersangka termasuk Arifuddin, yang ditahan sejak 3 November 2008 lalu.
Hasoloan mengungkapkan, penetapan Arifuddin sebagai tersangka karena yang bersangkutan sebagai mantan lurah Nunukan Selatan yang pernah menandatangani surat keterangan pernyataan penguasaan tanah (SPPT) dan sebagai anggota tim sembilan.(noe)

IG : Ada Upaya Mengganti Kajari Nunukan

NUNUKAN- Upaya ‘pembersihan’ yang dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, H Suleman Hadjarati SH MH, ternyata tak membuat semua pihak di Nunukan merasa puas.
LSM Indonesian Guard (IG) Jakarta, mensinyalir, ada sejumlah oknum di Nunukan, yang berupaya menggantikan Suleman dari tampuk pimpinan tertinggi di Kejari Nunukan.
Koordinator LSM IG, A Rahmad Kusuma mengatakan, pihak-pihak itu sedang menyusun strategi dengan mengumpulkan bukti-bukti yang akan dibawa ke kejaksaan agung, sebagai dasar untuk meminta Suleman diganti.
“Orang-orang ini ternyata punya jaringan yang kuat di tubuh Kejaksaan Agung. Dan upaya yang sedang mereka lakukan saat ini, sinyalnya sudah ditangkap teman-teman kita di Kejagung, yang masih kukuh menegakkan hukum. Nah teman-teman ini yang kita anggap ‘Jaksa Putih’,”kata Rahmad melalui telepon selulernya kemarin.
Menurut Rahmad, langkah Suleman yang mulai menyentuh bagian-bagin ‘sensitif’ di pemerintah daerah, merupakan sumber masalah yang menyebabkan oknum-oknum ini melakukan cara kotor untuk mengganti Kajari.
“Tujuannya kan jelas, begitu pak Suleman diganti, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang sedang berjalan bisa mandeg lagi,”ujarnya.
Sebab, dengan pimpinan yang baru, belum tentu Kajari dan jaksa di Nunukan bisa sefaham dalam penanganan kasus korupsi seperti yang telah dirintis Suleman.
“Pimpinan baru kan harus mulai dari nol lagi, harus memperlajari kasus itu dari awal lagi,”katanya.
Namun Rahmad berjanji, pihaknya tidak akan tinggal diam dengan langkah-langkah yang telah ditempuh oknum-oknum itu.
“Kami mendukung penuh upaya penegakan hukum oleh Kajari Nunukan. Dengan segala keterbatasannya IG akan mengawal jalannya proses penegakan hukum di Nunukan,”janjinya.
Menurut Rahmad, upaya hukum yang akan menggunkaan cara-cara kotor dalam menghambat proses penegakan hukum akan sia-sia.
“Karena Tuhan bersama kita,”ujarnya.(noe)

Hakim Tolak Permohonan JPU

NUNUKAN- Majelis hakim pengadilan negeri Nunukan yang diketuai I Ketut Wiartha, menolak permohonan jaksa penuntut umum (JPU), untuk menggelar dua kali sidang dalam seminggu untuk kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingungan, Thoyib Budiharyadi.
Hakim mempertimbangkan keberatan penasehat hukum (PH) terdakwa yang tidak bersedia mengikuti dua kali sidang dalam kasus itu.
Satria Irawan, salah seorang JPU mengatakan, permohonan dua kali sidang pemeriksaan saksi itu yakni pada Senin dan Kamis, didasarkan pada masa penahanan terdakwa yang sudah hampir 60 hari atau akan berakhir.
“Tentunya kami berharap perkara ini bisa cepat diputus,”harap Satria.
Namun, ketua tim PH dua terdakwa, Rabhsody Rustam mengatakan, dalam waktu bersamaan, pihaknya juga sedang menangani berbagai perkara korupsi di kota lain.
“Kami juga menangani perkara yang sudah limpah ke pengadilan di Berau dan Tarakan. Jadi kami harus membagi waktu,”katanya.
Sementara ketua MH, Ketut Wiartha mengatakan, secara pribadi dirinya berharap agar sidang kasus dugaan korupsi itu cepat diputuskan.
“Karena Kajari Nunukan juga sudah koordinasi dengan saya, kelihatannya sebentar lagi ada kasus korupsi yang juga akan dilimpahkan, sehingga banyak kasus korupsi yang akan ditangani disini. Sedangkan hakim disini sangat terbatas,”katanya.
Sebagai solusi, kata Ketut, sidang tetap digelar setiap Senin, hanya saja waktunya bisa lebih pagi.
“Kami berharap JPU bisa menghadirkan saksi pagi-pagi, jadi banyak saksi yang bisa diperiksa,”katanya.
Sementara itu tidak refresentatifnya fasilitas di ruangan sidang PN Nunukan, dikeluhkan sejumlah masyarakat yang kerap menghadiri sidang kasus korupsi pertama di Nunukan ini.
Haji Mustarich, salah seorang tokoh masyarakat Nunukan mengatakan, karena ruang sidang tidak dilengkapi pengeras suara, akibatnya pengunjung tidak begitu jelas mendengarkan keterangan saksi.
“Apalagi kalau hujan, kenapa PN Nunukan ini terlalu miskin, tidak mau membeli pengeras suara. Ini perlu perhatian, karena ini sidang terbuka yang dihadiri umum, sehingga pengunjung juga pelu mendengarkan keterangan selama di persidangan,”katanya.(noe)

Sabtu, November 22, 2008

KORPRI Siapkan Pengacara Untuk Pejabat Yang Diduga Korupsi

NUNUKAN- Pengurus Korps pegawai Negeri RI (KORPRI) Kabupaten Nunukan, berencana menyediakan pengacara untuk para pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di Nunukan.
Kasubag humas Setkab Nunukan, Kaharuddin Andi Tokkong mengatakan, disatu sisi Pemkab Nunukan juga ingin memberikan pendampingan kepada para pejabat yang diduga korupsi tersebut. Hanya saja, kata dia, agak sulit jika harus menggunakan nama pemerintah.
“Karena itu dianggap menggunakan uang negara. Seandainya ada jalan, mungkin akan digunakan untuk pendampingan,”katanya.
Namun, kata dia, bukan berarti Pemkab Nunukan lepas tangan terhadap persoalan itu.
“Makanya disini ada KORPRI yang merupakan lembaga non pemerintah. Tentunya lembaga ini punya tanggungjawab, bagiamana supaya anggota yang disangka melakukan tindakan korupsi ini, paling tidak ada pendampingan,”ujarnya.
Sebab, kata Kaharuddin, para pejabat ini juga bukan orang yang berkelebihan.
“Ya mereka itu sama dengan kami-kami ini, tidak ada yang berkelebihan. Kalau tidak diback up dari luar, bagaimana bisa. Saya dengar, dari KORPRI sudah ada upaya-upaya untuk itu. Menyiapkan pengacara, bukan hanya yang sudah ada ini, tapi siapa saja anggota KORPRI yang dianggap bermasalah hukum, nanti disiapkan,”katanya.
Sejauh ini, kejaksaan negeri Nunukan telah menetapkan dua pejabat Nunukan sebagai terdakwa. Masing-masing mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan Sekretaris Badukcapil Thoyib Budiharyadi. Keduanya tersangkut kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal.
Sedangkan dua lainnya yakni bendahara Setkab Simon Sili dan Pj Sekcam Nunukan Selatan Arifuddin, masih dalam status sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah.
Kaharuddin menegaskan, terhadap kasus korupsi itu, Pemkab Nunukan tidak akan melakukan intervensi terhadap kejaksaan sebagai lembaga yudikatif.
“Di Muspida itu, masing-masing punya Tupoksi dan bupati Nunukan sangat menghargai langkah-langkah yang dilakukan penegak hukum khususnya kejaksaan negeri Nunukan terkait upaya menciptakan clean government di Nunukan ini. Mungkin kalau ada teman-tmean yang mengatakan ini sebagai pembersihan, itu tidak bisa disalahkan juga,”katanya.
Meskipun, kata Kaharuddin, efek dari pemberantasan korupsi itu, mengarah pada eksekutif di kabupaten Nunukan.
“Hanya saja kami berharap, pemberantasan korupsi ini perlu dilakukan secara cermat dan betul-betul berdasarkan pertimbangan hukum, bukan karena dugaan-dugaan saja. Tapi bukti-bukti sudah menguatkan hal itu, kami sangat menghargai hal itu,”ujarnya.
Pada kesempatan itu juga, Kaharuddin mengeluhkan pemberitaan media yang terkesan bombastis terhadap para para pejabat yang terindikasi korupsi ini.
“Saya lihat memang teman-teman ini masih menganut the bed news is good news. Karena itu yang banyak laku terjual dan disukai orang,”ujarnya.
Kaharuddin berharap, media bisa membantu menciptakan suasana damai di Nunukan.
“Jadi tolonglah, teman-teman media silahkan melakukan investigasi dan memberikan informasi yang terkait dengan ini, tetapi dengan bahasa yang lebih damai tidak terlalu provokatif dan sensasional,”harap pria yang pernah bergelut sebagai seorang jurnalis ini.(noe)

Jumat, November 21, 2008

Diduga Menerima Suap, LSM Laporkan Polisi Tipikor Polda

NUNUKAN- Dua oknum anggota polisi dari tipikor Polda, yang sedang melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi di dinas PU Nunukan, dikabarkan ditangkap provost Polda Kaltim.
Aktivis LSM Nunukan, Jamhari Ismail mengatakan, dirinya terpaksa melaporkan kedua oknum tersebut ke komisi kepolisian dan provos Polda Kaltim, karena ada indikasi keduanya menerima suap dari oknum pejabat dinas PU Nunukan.
Awalnya, kata Jamhari, dirinya berharap oknum polisi yang datang ke Nunukan itu, menangani kasus dugaan korupsi yang pernah dilaporkannya ke KPK.
“Saya pernah melapor ke KPK, kemudian dari KPK diteruskan ke mabes Polri selanjutnya di turunkan ke Polda Kaltim,”kata Jamhari.
Belakangan, kata dia, diketahui jika oknum tersebut ternyata ditugaskan untuk memeriksa aliran slip ke rekening dinas PU Nunukan, seperti yang dilaporkan LSM NCW Kaltim.
“Saya sangat keberatan, karena harusnya laporan saya ke KPK yang diutamakan. Karena itu sudah ditelaah langsung dari Mabes Polri,”katanya.
Menurut Jamhari, pihak KPK sudah memintanya untuk terus memantau perkembangan kasus itu.
“Makanya saya pantau terus gerak mereka, karena KPK meminta saya memantau terus dimana mereka berada,”katanya.
Dari hasil penelusuran itu, oknum Tipikor itu dengan difasilitasi dua kasubdin di dinas PU Nunukan, justru berniat plesir ke Tawau, Malaysia.
“Pak Sofyang (kasubdin pengairan) mengaku itu saudaranya sehingga terbit kartu tanda penduduk. Selanjutnya mereka ke imigrasi membuat dokumen, masih saya ikuti terus,”jelasnya.
Jamhari kemudian melaporkannya ke atasan dua oknum anggota tipikor tersebut.
“Akhirnya keduanya sudah diangkut ke mapolda. Langsung provost Polda yang menangkap. Berkas PLB nya di Imigrasi sudah disita,”jelasnya.
Jamhari sebelumnya melaporkan ke KPK, dugaan tindak pidana dalam proyek pembangunan jalan dan jembatan alternatif di kecamatan Sembakung dan kecamatan Lumbis.
Jalan sepanjang 21 km yang dikerjakan PT Delta Batara Jaya itu dikerjakan diatas tanah milik PT Adindo Hutani Lestari (AHL) dengan menggunakan dana APBD thaun 2005 sampai 2007.
Lewat surat deputi bidang pengawasan interal dan pengaduan masyarakat KPK, Handoyo Sudradjat, kasus itu diserahkan kepada mabes Polri yang selanjutnya diserahkan lagi ke Polda Kaltim.(noe)

Bendahara Setkab Ditahan, PNS Tak Gajian

NUNUKAN- Kepala sub bagian humas sekretariat kabupaten (Setkab) Nunukan, Kaharuddin Andi Tokkong menegaskan, Pemkab Nunukan menghargai proses hukum yang sedang dilaksanakan jajaran kejaksaan negeri Nunukan.
Hanya saja, kata dia, sejak dilakukan penahanan-penahanan terhadap sejumlah pejabat, memang sangat berdampak bagi jalannya pemerintahan.
Salah satunya, dengan penahanan bendahara Setkab Nunukan, Simon Sili, seluruh PNS Setkab hingga kini belum gajian.
“Kami tidak pungkiri, namanya gajian, yang mengatur kan bendahara. Yang jelas kami di sekretariat mulai dari pejabat paling atas belum gajian,”katanya.
Menurut Kaharuddin, tindakan hukum yang dilakukan jajaran Kejari Nunukan, membuat ada sistem yang mengalami kemandekan.
“Karena mungkin orang yang ditahan ini, punya jabatan yang strategis di sekretariat. Nah akibatnya mempengaruhi sistem yang lain. Pemda sungguh sangat sedari kondisi saat ini, tapi disisi lain kami juga harus mendukung pemberantasan korupsi sesuai komitmen pusat sampai ke daerah,”katanya.
Kaharuddin menjelaskan, penahanan Simon Sili, yang merupakan juru bayar tentunya sangat berdampak di sekretariat.
“Beliau itu juru bayar dan tentunya beliau yang bertanda tangan untuk mengeluarkan uang dari bank sekaligus mengeluarkan uang untuk pembayaran,”katanya.
Dengan keadaan ini, tentunya Pemkab Nunukan harus mencari format terbaik, agar pekerjaan yang ditinggalkan Simon, bisa berfungsi kembali.
“Nah sementara ini Sekretaris kabupaten (Sekkab) selaku kepala SKPD sekretarat sekaligus penanggungjawab anggaran di sekretariat sudah melakukan langkah-langkah yakni segera menunjuk bendara,”katanya.
Selain itu, Sekkab juga mengupayakan agar pertanggungjawaban dari bendahara lama ini bisa di selesaikan.
“Tentunya kami tetap berkoordinasi dengan pihak kejaksaan, terkait mungkin masih ada berkas-berkas yang belum diselesaikan oleh Simon. Supaya pelayanan dibidang perbendaharaan ini tetap jalan. Jadi bagaimana berkas-berkas yang ditinggalkan itu harus bisa diselesaikan,”katanya.
Penyidik kejaksaan negeri Nunukan, Selasa (4/11) lalu menetapkan Simon Sili sebagai tersangka dan langsung menahannya.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Suleman Hadjarati menjelaskan, penetapan Simon sebagai tersangka terkait jabatannya sebagai bendahara setkab Nunukan, yang mengeluarkan uang pembayaran tanah.
“Sebagai bendahara, dia punya kewajiban untuk memverifikasi data-data itu. Tapi alasannya, dia mencairkan dana tersebut atas perintah pimpinannnya yakni sekda Nunukan kala itu,”ujarnya.
Menurutnya, selaku bendahara Simon memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi. Simon juga harusnya memberikan advis kepada yang memerintahkannya, jika pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan. Namun hal itu tidak dilakukannya dan justru ia terus bekerja sesuai perintah atasannya.
“Kalaupun ada perintah, akhirnya kepada dia-dia juga terakhir kalinya. Umpamanya, kamu harus kerjakan itu, nah tinggal dalam situasi bagaimana perintah pimpinan itu memaksa dia. Sehingga nanti kita lihat, siapa yang dimaksud memerintahkan dia itu. Kan kelihatan juga,”kata Suleman.
Kasus pengadaan tanah itu diduga merugikan negara hingga Rp7 miliar yang berasal dari APBD Nunukan tahun 2004.(noe)

Kamis, November 20, 2008

Pekan Depan, Pelapor dan Kepala PU Jadi Saksi Kasus Amdal

NUNUKAN- Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus korupsi pembuatan dokumen Amdal dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan Kabid Pemantauan dan lingkungan, Thoyib Budiharyadi, rencananya akan menghadirkan 34 saksi memberatkan dan 2 ahli, selama persidangan di pengadilan negeri Nunukan.
Satria, salah seorang anggota JPU mengatakan, sejumlah pejabat penting akan dihadirkan dalam sidang yang akan berlangsung Senin (24/11) pekan depan.
Seperti kepala Dinas Pekerjaan Umum Nunukan, Abdul Azis Muhammadiyah, kasubdin cipta karya, Khotaman. Nama lainnya Yosefh serta Ari Muliadi yang diketahui sebagai pelapor dalam kasus itu.
“Kami juga akan menghadirkan Rahmad, yang saat itu menjabat sebagai ketua panitia lelang. Dia akan kami panggil dan rencananya Senin depan akan menjadi saksi,”kata Satria.
Namun Satria mengatakan, hingga kini pihaknya belum tahu persis, dimana alamat Rahmad. Sebab, ia saat ini sedang berada di luar daerah, karena menjalani tugas belajar dari Pemkab Nunukan.
“Tapi tetap akan kami panggil,”tegasnya.
Sebenarnya, kata Satria, pada persidangan Senin lalu, jaksa telah memanggil Ari Muliadi. Hanya saja yang bersangkutan berhalangan hadir karena sedang mengikuti kursus di Yogyakarta.
“Untuk pembuktian, memang dia sangat penting. Yang pasti saksi dapat membutkikan perbuatan terdakwa. Kemungkinan minggu depan dia juga akan hadir,”katanya.
Selain saksi-saksi memberatkan, dua ahli juga bakal memberatkan para terdakwa. Keduanya yakni, pakar pidana lingkungan Universitas Sumatera Utara, Prof Dr Alfi dan Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Muhammad Askari.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati, mengatakan, para saksi-saksi ini tidak potensial untuk dijadikan tersangka baru.
“Kecil kemungkinan saksi-saksi itu jadi tersangka. Yang potensial yang dua orang itu memang,”katanya.
Sementara itu, Rabu (19/11) kemarin, untuk pertama kali sejak ditahan sebagai tersangka, bendahara Setkab Nunukan, Simon Sili, menjalani pemeriksaan di kantor Kejari Nunukan.
Simon yang tiba sekitar pukul 10.00 wita dengan menggunakan baju kemeja kotak-kotak, didampingi penasehat hukumnya, Pauang Anggalo SH.
Ia diperiksa jaksa Gusti Hamdani di lantai dua kantor Kejari, dengan ditunggui saudara dan sang istri.
Suleman mengatakan, pemeriksaan Simon kali ini, hanya berhubungan dengan tugas pokok dan fungsinya.
“Pertanyaan jaksa belum mengarah untuk mencari tersangka lainya. Karena ini berhubungan dengan tugasnya saja. Tentunya hal yang berkenaan dengan tugas yang dilaksanakan tidak sesuai aturan,”katanya.
Pemeriksaan itu sendiri terpaksa dihentikan sekitar pukul 15.30 wita, karena tersangka merasa kurang enak badan.
Penyidik kejaksaan negeri Nunukan, Selasa (4/11) lalu menetapkan Simon Sili sebagai tersangka dan langsung menahannya. Suleman Hadjarati menjelaskan, penetapan Simon sebagai tersangka terkait jabatannya sebagai bendahara setkab Nunukan, yang mengeluarkan uang pembayaran tanah.
“Sebagai bendahara, dia punya kewajiban untuk memverifikasi data-data itu. Tapi alasannya, dia mencairkan dana tersebut atas perintah pimpinannnya yakni sekda Nunukan kala itu,”ujarnya.
Menurutnya, selaku bendahara Simon memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi. Simon juga harusnya memberikan advis kepada yang memerintahkannya, jika pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan. Namun hal itu tidak dilakukannya dan justru ia terus bekerja sesuai perintah atasannya.
“Kalaupun ada perintah, akhirnya kepada dia-dia juga terakhir kalinya. Umpamanya, kamu harus kerjakan itu, nah tinggal dalam situasi bagaimana perintah pimpinan itu memaksa dia. Sehingga nanti kita lihat, siapa yang dimaksud memerintahkan dia itu. Kan kelihatan juga,”kata Suleman.
Kasus pengadaan tanah itu diduga merugikan negara hingga Rp7 miliar yang berasal dari APBD Nunukan tahun 2004.(noe)

Rabu, November 19, 2008

Bupati Nunukan Juga Terancam Jadi Tersangka Kasus Tanah



NUNUKAN- Selain bupati Bulungan Budiman Arifin, status tersangka juga bakal di sandang bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, dalam kasus pengadaan tanah yang telah menyeret tiga tersangka.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati SH MH, kepada koran kaltim menegaskan, seluruh yang terlibat dalam panitia 9 kemungkinan besar akan ditetapkan sebagai tersangka seperti dua anggota lainnya yang telah mendekam di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.
“Tidak menutup kemungkinan semua dimintai pertanggungjawaban. Bisa saja nantinya, termasuk mereka yang pasif,”tegasnya.
Sembilan pejabat yang namanya terlibat dalam panitia 9 masing-masing, Abdul Hafid Ahmad, Darmin Djemadil, Kadrie Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rahmadji Sukirno, Arifudin, Petrus Kanisius dan Yulius Riung.
Suleman mengatakan, dari 9 orang yang terlibat di panitia 9, hanya Abdul Hafid Ahmad saja yang belum menjalani pemeriksaan mendalam. Hal itu terkait jabatannya sebagai bupati yang memerlukan ijin presiden untuk melakukan pemeriksaan.
“Ijin presidennya sedang kita tunggu,”katanya.
Suleman mengakui, dari hasil penyidikan diketahui, ada sejumlah pejabat didalam tim 9 yang hanya pasif dalam kepanitiaan tersebut.
“Yang saya tahu, kepala pajak Kadrie Silawane dan Kepala dinas pertanian Suwono Thalib,”katanya.
Namun, kata dia, meskipun hanya pasif bukan berarti para pejabat ini tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya.
“Nanti kami lihat, ada namanya pertanggungjawaban formil dan materiil,”kata mantan jaksa Kalianda ini.
Secara formil, jelasnya, para pejabat itu diberikan surat perintah yang isinya menegaskan untuk dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.
“Tentunya perintah harus dilaksanakn sesuai tugas pokok dan fungsinya. Artinya perintah itu wajib dilaksanakan dan tidak dilaksakanan, tidak boleh. Itu perbuatan formalnya,”jelasnya.
Secara materiil, lanjutnya, yang dilakukan para pejabat itu apakah berupa inisiatif atau langkah apa saja yang ia lakukan.
“Partisipasi, kontribusinya apa, itu namanya perbuatan materiil. Dia punya kontribusi mengatur atau menentukan musyawarah, rapat, mengambil keputusan bersama, itu kontribusi. Perbuatan formil, dia harus ikut bertanggngjawab juga,”ujarnya.
Artinya, kata Kajari, jika pejabat yang pasif tersebut tidak melaksanakan perintah, berarti ia juga ikut bersalah.
“Ini kan kebetulan saja ada masalah, makanya banyak yang mengaku hanya pasif. Biasanya kan semua mau terlibat dalam tim 9, semua angkat tangan kalau diajak. Coba kalau diberikan reward misalnya naik jabatan, di promosikan, biar yang tidak aktif pasti mengaku aktif. Kalau perlu mereka ketemu bupati bawa foto waktu di lapangan, menunjukkan kalau mereka pernah terlibat,”katanya.
Meski mengaku pasif, jelasnya, fakta menunjukkan jika semua pejabat yang terlibat di panitia 9, pernah mengikuti rapat.
“Termasuk Suwono Thalib. Tapi mungkin saja, waktu absen dia tidak sempat tandatangan. Semuanya juga menerima honor sebagai panitia,”katanya.
Pada kesempatan itu, Suleman juga memaparkan fakta baru yang menguatkan indikasi keterlibatan bupati Bulungan Budiman Arifin, dalam dugaan korupsi tersebut.
Menurut Suleman, memang untuk pengadaan tanah, sekretaris kabupaten (Sekkab) merupakan pengguna anggaran (PA).
Hanya saja, dalam rapat panitia 9 tidak seharusnya Budiman yang memimpin pertemuan itu.
“Panitia ini kan berdiri sendiri. Ada ketua, wakil, sekretaris dan anggota. Ada kedudukan masing-masing. Sehingga, panitia 9 mengadakan rapat untuk mengambil keputusan, menegosiasi harga. Seharusnya sekda jangan ikut campur disitu. Dia tidak boleh menggantikan posisi bupati sebagai ketua tim, saat bupati tidak hadir,”bebernya.
Menurutnya, jika ketua tim tidak hadir, wakil ketua tim yang harus memimpin rapat itu, bukan sekkab Nunukan.
Sebenarnya, kata Suleman, inti perkara kasus tanah ini, yakni panitia 9 ini harusnya tidak dibentuk.
“Ini statusnya tanah negara, Pemkab Nunukan bisa langsung melakukan pengusiran. Cukup SK bupati untuk pengusiran itu, tidak perlu membentuk panitia 9. Di keppres 55/1993 cukup jelas tugas dan untuk apa tim 9 dibentuk,”katanya.
Apalagi, pengadaan tanah pada tahun 2004 itu direncanakan untuk ruang terbuka hijau.
“Apakah dalam Keppres itu termasuk klasifikasi kepentingan umum?. Coba dicek, apakah dari sejumlah item yang dimaksudkan dalam Keppres, hal itu juga termasuk?,”ujarnya.
Suleman menambahkan, jika tidak termasuk 14 item yang dimasudkan dalam Keppres 55/1993, harusnya mengajukan keppres untuk keperluan daerah itu.
“Kalau ruang terbuka tidak termasuk, jadi kalau itu memang diperlukan, harus minta dibuatkan keppres sendiri,”katanya.
Sebelumnya dalam kasus itu penyidik kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka masing-masing, Kepala BPN Nunukan, Haji Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam. Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan.(noe)

Selasa, November 18, 2008

Keterangan Saksi Memberatkan Terdakwa Korupsi Amdal


NUNUKAN- Keterangan memberatkan disampaikan dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bappeda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi, Senin (17/11) kemarin di pengadilan negeri, Nunukan.
“Jelas dalam sidang tadi, semua keterangan saksi memberatkan terdakwa,”kata salah seorang anggota JPU, Satria Irawan.
Dalam sidang yang dimulai pukul 11.30 hingga 16.00 wita itu, baik saksi Fredi maupun Firdaus, menyampaikan keterangan seperti yang didakwakan jaksa sebelumnya. Atas kesaksian dua mantan anggota panitia lelang itu, baik Hasan Basri maupun Thoyib tak menyampaikan keberatan.
“Hanya saja keterangan yang mereka sampaikan itu hanya berdasarkan pengetahuan mereka yang lama, bukan berdasarkan pengetahuan pada aturan yang baru,”kata Hasan Basri dibenarkan Thoyib.
Pada persidangan kali ini, terdakwa hanya didampingi penasehat hukumnya Rabhsody dan Nunung. Sedangkan seorang lagi, Ronni berhalangan hadir. Selain dihadiri lengkap dua tim JPU para terdakwa, sidang itupun dipantau langsung Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati.
Firdaus yang juga mantan kasubbid pemulihan di Bapedalda membenarkan, jika anggaran lelang pembuatan dokumen Amdal itu, berasal dari Bapedalda yang dimasukkan dalam pos belanja Amdal.
Ia juga mengakui, pelaksanaan Amdal sesudah proyek fisik dikerjakan. Padahal saat ditanyai jaksa, Firdaus mengatakan, jika Amdal merupakan syarat pembangunan fisik.
Tak hanya itu, Firdaus membenarkan jika kegiatan Amdal diprakarsasi Bapedalda Nunukan.
Namun keterangan sebaliknya yang disampaikannya menyebutkan, kegiatan Amdal harus dari pemrakarsa kegiatan proyek fisik dalam hal ini intansi teknis seperti dinas pekerjaan umum untuk pembangunan gedung gabungan dinas.
Yang menarik, saat akan diadakan pelelangan proyek Amdal itu, sebagai anggota panitia lelang Firdaus justru tidak mengetahui proyek fisik apa saja yang bakal di Amdal.
Dalam dakwaan jaksa sebelumnya, Hasan Basri selaku kepala Bapedalda, telah bertindak selaku pemrakarsa. Seharusnya, kata jaksa, pemrakarsa yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah dinas teknis bukan bapedalda.
Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan Bapedalda menggunakan dana untuk hal itu.
Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan enam proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Sehingga ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006.
Padahal dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal harusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan.
“Tidak ada ketentuan yang membolehkan dokumen Amdal dibuat menyusul,”tegas jaksa.
Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C.
Sementara dibidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas.
Selain itu, terungkap pula jika sejumlah proyek yang di Amdal itu, sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan serupa. Sehingga terjadi dua kali kegiatan Amdal.
“Penetapan kegiatan Amdal tidak perpedoman pada PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Maka dokumen Amdal secara formil tidak prosedural dan secara teknis itu tidak dapat digunakan,”sebut jaksa.
Perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan bertambahnya harta konsultan yang mengerjakan proyek itu. Sehingga kerugian keuangan negara melalui Pemkab Nunukan sebesar Rp1,5 miliar.(noe)

Sabtu, November 15, 2008

Penyelidik Kejati Kaltim Sambangi Kantor DPRD Nunukan, Tersangka Tanah Nangis Sesenggukan

NUNUKAN- Sebanyak 12 penyelidik dari kejaksaan tinggi Kaltim, baru-baru ini berkunjung ke kantor DPRD Nunukan, Jl. Ujang Dewa, Nunukan. Kehadiran para jaksa ini terkait penyelidikan kasus pengadaan moubeler kantor DPRD Nunukan pada tahun 2004 silam.
Sumber korankaltim menyebutkan, selama dua hari para penyelidik ini melakukan pengecekan langsung terhadap moubeler yang dibeli dengan menggunakan anggaran puluhan miliar itu.
“Semua ruangan mulai ruang pimpinan DPRD, ruang komisi hingga ruang paripurna ikut diperiksa,”kata sumber tersebut.
Menurut sumber itu lagi, para penyelidik menemukan sejumlah kejanggalan dari moubeler yang diadakan bagian umum setkab Nunukan tersebut. Menurutnya, ada indikasi telah terjadi mark up saat pengadaan moubeler itu.
“Saya sempat mencatat apa-apa saja yang diduga bermasalah. Nanti saya berikan daftarnya,”janji sumber tersebut.
Sementara itu, penahanan bendahara setkab Nunukan Simon Sili dan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifuddin, terkait kasus pengadaan tanah, belum membuat keduanya berlapang dada.
Simon Sili dikabarkan berkali-kali melontarkan kekesalannya kepada Arifudin, karena menganggap ialah sumber masalah itu.
“Gara-gara kamu sampai saya dipenjara disini,”kata Simon menujuk Arifudin, seperti ditirukan salah seorang yang pernah menjenguk kedua tersangka itu.
Keduanya bahkan tak henti-hentinya menangis, saat dikunjungi rekan-rekannya.
“Kelihatannya mereka merasa sebagai korban. Setiap ada yang berkunjung mereka pasti menangis. Bahkan sehari tiga kali dikunjungi, tiga kali juga mereka menangis setiap harinya,”kata pengunjung lainnya yang sempat bertemu tersangka.
Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE digelandang ke Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan Senin (3/11) lalu, setelah diperiksa sekitar 7 jam di kantor kejari Nunukan, Jl. Ujang Dewa.
Arifudin termasuk salah satu anggota tim 9, terkait jabatannya sebagai lurah Nunukan Selatan kala itu.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Suleman Hadjarati menjelaskan, penahanan Arifudin tidak terlepas dari perannya dalam kasus itu.
“Sebagai lurah, dia memiliki wilayah, dimana tanah tersebut terletak. Nah dialah (Arifudin,red) yang tahu bagaimana status tanah terebut. Jadi dia harus tahu semuanya, kalau tanah-tanah yang dimiliki orang-orang disitu, merupakan tanah negara,”katanya.
Namun, kata Suleman, selaku lurah, Arifudin justru ikut mengeluarkan SPPT tanah itu.
“Nah disitulah peran dia,”ujarnya.
Sehari kemudian, pada Selasa (4/11), giliran bendahara Setkab Nunukan Simon Sili, yang diangkut ke lembaga pemasyarakatan Nunukan.
Menurut Suleman, penetapan Simon sebagai tersangka terkait jabatannya sebagai bendahara setkab Nunukan, yang mengeluarkan uang pembayaran tanah.
“Sebagai bendahara, dia punya kewajiban untuk memverifikasi data-data itu. Tapi alasannya, dia mencairkan dana tersebut atas perintah pimpinannnya yakni sekda Nunukan kala itu,”ujarnya.
Menurutnya, selaku bendahara Simon memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi. Simon juga harusnya memberikan advis kepada yang memerintahkannya, jika pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan. Namun hal itu tidak dilakukannya dan justru ia terus bekerja sesuai perintah atasannya.
“Kalaupun ada perintah, akhirnya kepada dia-dia juga terakhir kalinya. Umpamanya, kamu harus kerjakan itu, nah tinggal dalam situasi bagaimana perintah pimpinan itu memaksa dia. Sehingga nanti kita lihat, siapa yang dimaksud memerintahkan dia itu. Kan kelihatan juga,”kata Suleman.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut.(noe)

Jumat, November 14, 2008

Warga Nunukan Sambut Hangat Tindakan Kejaksaan

NUNUKAN- Penahanan sejumlah pejabat yang terlibat kasus korupsi di Nunukan, menjadi perhatian serius sebagian besar masyarakat Nunukan. Dari pantuan korankaltim, sejumlah warga hampir disetiap tempat selalu membicarakan sikap heroik jajaran kejaksaan negeri Nunukan.
Aktifis LSM Nunukan Erwin Wahab mengatakan, tindakan kejaksaan tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari warga Nunukan.
“Wajar saja, soalnya di Nunukan baru kali ini ada tindakan tegas terhadap para pejabat yang diduga melakukan tindakan korupsi,”katanya.
Bahkan, kata Erwin, selama gencar-gencarnya penahanan para tersangka tersebut, pembicaraan di warung-warung kopi di daerah ini, hanya menyangkut masalah korupsi.
”Warung kopi laris manis. Soalnya di tempat itu muncul berbagai analisa-analisa, siapa lagi selanjutnya yang bakal di tahan,”katanya.
Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan kejari Nunukan rupanya juga menjadi perhatian warga di daerah pedalaman Nunukan.
Anto bolokot, tokoh pemuda Sembakung mengatakan, warga sangat mendukung tindakan para jaksa yang berani menahan para pejabat tersebut.
“Aku merasa bangga sebagai warga Nunukan, karena penegak hukum benar-benar berani memberantas korupsi,”kata Anto melalui telepon selulernya.(noe)

Kamis, November 13, 2008

Giliran Mantan Asisten I Diperiksa

NUNUKAN- Jajaran penyidik kejaksaan negeri Nunukan terus memeriksa sejumlah pihak yang masih ada sangkut pautnya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan.
Kemarin, penyidik kejari memeriksa mantan asisten pemerintahan setkab Nunukan, Petrus Kanisius.
Petrus yang kini menjabat sebagai kepala dinas periwisata, seni, pemuda dan olahraga Nunukan, tiba di kantor kejari Nunukan dan mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.00 wita.
Ia menjalani pemeriksaan terkait jabatannya kala itu sebagai sekretaris I bukan anggota dalam tim 9 pengadaan tanah yang diketuai bupati Nunukan, Abdul Hafid Ahmad.
Namun, Petrus menjalani pemeriksaan dalam statusnya sebagai saksi kasus itu.
Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana pelaksanaan pembangunan berlangsung, bertindak sebagai anggota tim 9 pengadaan tanah. Saat pengadaan tanah itu, Rakmadji masih menjabat sebagai camat Nunukan.
Dalam ketentuan itu jelas disebutkan, bupati atau walikota bertindak selaku ketua tim merangkap anggota, kemudian kepala BPN sebagai wakil ketua.
Anggota lainnya, kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan, kepala instansi Pemda yang bertanggungjawab dibidang pembangunan, kepala instansi pemda yang bertanggungjawab dibidang pertanian, lurah aau kepala desa. Sedangkan asisten pemerintahan bertindak selaku sekretaris I bukan anggota selanjutnya kepala seksi pada kantor pertahanan bertindak sebagai sekretaris II bukan anggota.
Sebelumnya, dalam kasus itu, pekan lalu penyidik Kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka. Masing-masing kepala BPN Darmin Djemadil,
Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.(noe)

Selasa, November 11, 2008

Oknum PNS Kantor Bappeda Nunukan Terlibat Money Loundry

NUNUKAN- Seorang oknum PNS di kantor Bapeda Nunukan disinyalir terlibat dalam pencucian uang (money lonudry). Selain itu, dua PNS yang bekerja diinstansi lainnya juga disinyalir melakukan tindakan serupa di Nunukan.
Hal itu diketahui berdasakran laporan kepala pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), Yunus Husein.
Menurut sumber koran kaltim, laporan PPATK itu menindaklanjuti Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang sebelumnya disampaikan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim.
Modus kegiatan money loundry itu, dengan jalan memindahkan dana dari rekening pemerintah ke rekening pribadi.
"Tindakan itu berindikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana APBD,"ujar sumber tersebut.
Dari laporan BPD Kaltim tersebut, diketahui telah terjadi pemindahaan dana milik pemerintah yakni dana APBD Nunukan ke rekening pribadi para nasabah itu.
Diketahui pula telah terjadi penarikan uang dari rekening tersebut. Hal itu diketahui dari berkurangnya saldo akhir pada rekening pribadi oknum PNS itu.
Tindakan oknum PNS itu, diduga menyimpang dari ketentuan Keppres No.42 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Keppres No.72 tahun 2004 yang menyebutkan, bendaharawan penerima atau penyetor berkala dilarang menyimpan uang dalam penguasaan atas nama pribadi atas nama pribadi pada suatu bank, atau lembaga keuangan lainya.
Selanjutnya disebutkan, penggunaan dana baik dana APBD pada simpanan pribadi maupun pendapatan bunga untuk kepentingan pribadi merupakan tindakan yang sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan jabatan atau wewenang untuk menggelapkan dana milik pemerintah.(noe)

'Seret' Bupati Nunukan Jika Terlibat Korupsi

NUNUKAN- Koordinator LSM Indonesian Guard (IG) Jakarta, Rahmat A Kusuma Berharap, jajaran kejaksaan negeri Nunukan melakukan pembersihan di tubuh pemerintah kabupaten Nunukan dengan melakukan pemeriksaan dan penangkapan terhadap oknum-oknum yang melakukan tindakan korupsi di daerah ini.
"Tindakan itu harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk mungkin orang nomor satu (bupati,red) di Nunukan,"desaknya.
Saat ini, kata Rahmad, pihaknya tinggal menunggu keberanian dari aparat penegak hukum untuk menengakkan kasus korupsi di Nunukan.
Ia sendiri menilai, tindakan yang sudah dilakukan kejari Nunukan dengan menahan bahkan melimpahkan kasus-kasus korupsi di Nunukan, merupakan suatu tindakan yang luar biasa ditengah kebuntuan penanganan kasus korupsi di daerah ini.
"Tetapi IG tetap berharap, tindakan itu tidak hanya terbatas pada para keroco. Tetapi harus pada orang yang dianggap bertanggunjawab terhadap terjadinya kasus-kasus korupsi dan perusakan hutan di Nunukan,"harapnya.
Sebelumnya, Sekretaris LSM L-Hairindo Nunukan, Haris Arleck Aseggaf, mengatakan, secara kelembagaan pihaknya memberikan dukungan moral kepada kejaksaan negeri Nunukan.
"Ini berdasarkan realitas. Bahwa masyarakat di Nunukan sangat mendukung langkah pemberantasan korupsi itu,"katanya.
Menurutnya, hukum merupakan panglima diatas segala-galanya yang harus ditegakkan di Nunukan.
"Jangan lagi kita berbicara kebijakan disini. Namun hukum yang harus dikedepankan,"katanya.
Haris mengatakan, penetapan para tersangka disusul penahanan merupakan hal yang sudah lama diimpikan masyarakat di daerah ini. Sebab sebelumnya tindakan serupa belum pernah dilakukan aparat penegak hukum sejak kabupaten Nunukan terbentuk.
Namun, Haris juga berharap Kejari Nunukan fair dan tidak tebang pilih dalam melakukan pemberantasan korupsi. Artinya, kata dia, siapapun dia dan di lembaga apapun itu, Kejari juga harus berani mengambil tindakan.
"Pemberantasan korupsi ini harus dilakukan sampai ke akar-akar pelakunya,"harapnya.
Haris menilai, ada kesan institusi tertentu belum tersentuh hukum.
"Tidak usahlah jauh-jauh, di depan mata kita saja banyak proyek yang secara kasat mata sudah tidak betul pekerjaannya,"kata dia.
Padahal, proyek-proyek itu malah menghabiskan dana hingga puluhan miliar.
"Apalagi separuh APBD Nunukan dikelola dinas pekerjaan umum. Cuma saya meragukan, apakah benar tidak ada pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek-proyek yang menelan anggaran hingga ratusan miliar itu,"kata Haris.(noe)

Senin, November 10, 2008

LSM Dukung Kejari Berantas Korupsi

NUNUKAN- Dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi, Kejaksaan negeri Nunukan dipastikan tidak jalan sendiri. Selain dukungan dari DPRD Nunukan yang pernah disampaikan melalui korankaltim, kalangan LSM juga memuji dan siap mendukung langkah kejari Nunukan itu.
Sekretaris LSM L-Hairindo Nunukan, Haris Arleck Aseggaf, mengatakan, secara kelembagaan pihaknya memberikan dukungan moral kepada kejaksaan negeri Nunukan.
"Ini berdasarkan realitas. Bahwa masyarakat di Nunukan sangat mendukung langkah pemberantasan korupsi itu,"katanya.
Menurutnya, hukum merupakan panglima diatas segala-galanya yang harus ditegakkan di Nunukan.
"Jangan lagi kita berbicara kebijakan disini. Namun hukum yang harus dikedepankan,"katanya.
Haris mengatakan, penetapan para tersangka disusul penahanan merupakan hal yang sudah lama diimpikan masyarakat di daerah ini. Sebab sebelumnya tindakan serupa belum pernah dilakukan aparat penegak hukum sejak kabupaten Nunukan terbentuk.
Namun, Haris juga berharap Kejari Nunukan fair dan tidak tebang pilih dalam melakukan pemberantasan korupsi. Artinya, kata dia, siapapun dia dan di lembaga apapun itu, Kejari juga harus berani mengambil tindakan.
"Pemberantasan korupsi ini harus dilakukan sampai ke akar-akar pelakunya,"harapnya.
Haris menilai, ada kesan institusi tertentu belum tersentuh hukum.
"Tidak usahlah jauh-jauh, di depan mata kita saja banyak proyek yang secara kasat mata sudah tidak betul pekerjaannya,"kata dia.
Padahal, proyek-proyek itu malah menghabiskan dana hingga puluhan miliar.
"Apalagi separuh APBD Nunukan dikelola dinas pekerjaan umum. Cuma saya meragukan, apakah benar tidak ada pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek-proyek yang menelan anggaran hingga ratusan miliar itu,"kata Haris.(noe)

Sabtu, November 08, 2008

Tersangka Korupsi Tanah Belum Ngaku Terima Uang

NUNUKAN- Dari tiga tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah yang telah mendekam di tahanan, satu orang diantaranyapun tidak ada yang mengaku pernah menikmati uang hasil korupsi tersebut.
Namun, penyidik pejaksaan negeri Nunukan tidak tinggal diam terhadap sikap bungkam para tersangka itu.
Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Suleman Hadjarati mengatakan, selain belum ada pengakuan dari tersangka, dalam penyidikan sementara ini, memang belum didapatkan adanya indikasi para tersangka itu ikut mencicipi uang tersebut.
“Tapi setelah kami melakukan penahanan terhadap ketiganya, mungkin nanti baru bisa terungkap. Makanya penetapan tersangka dan penahanan ini kami mulai dari bawah dulu,”katanya.
Menrutnya, jika para tersangka itu tidak menerima uang, akan dicari tahu siapa kalau begitu yang meneriman uang tersebut.
“Kemarin mereka (tersangka,red) semua tertutup. Nah dengan adanya tindakan ini (penahanan) mungkin kami bisa melihat lebih dalam lagi,”katanya.
Sebelumnya, dalam kasus itu penyidik Kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka. Masing-masing kepala BPN Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Terkait keberhasilan jajarannya mengungkap dugaan korupsi di tubuh tim 9 yang didalamnya terlibat langsung bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, Suleman hanya merendah.
“Saya bekerja hanya menjawab tuntutan masyarakat termasuk dari pers. Kalau kalian tidak nanya-nanya, saya kan diam saja. Ini kan tuntutan masyarakat, jadi kami ini ingin melaksanakan tuntutan itu. Tanpa dukungan masyarakat dan anda-anda semua, kami tidak bisa bekerja.(noe)

Jumat, November 07, 2008

Termasuk Anggota Tim 9, Nasib Mantan Camat ‘Diujung Tanduk’

NUNUKAN- Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati SH MH mengatakan, tersangka kasus pengadaan tanah tahun 2004 lalu, akan terus bertambah. Namun siapa saja yang bakal dilirik selanjutnya, Kajari masih enggan mengungkapkannya.
Namun dari pengamatan Koran kaltim, salah seorang anggota tim 9 yakni mantan camat Nunukan Rakmadji Sukirno, termasuk salah seorang yang intens menjalani pemeriksaan. Dalam pekan ini saja, ia sudah dua kali diperiksa penyidik kejari Nunukan. Walaupun statusnya masih sebagai saksi.
Bagaimana statusnya selanjutnya, Suleman mengatakan, hal itu tergantung pada hasil pengembangan penyidikan.
“Makanya tergantung pada hasil pemeriksaan nantinya. Tapi minimal dia kita periksa sebagai saksi. Tergantung yang memeriksa nantinya,”katanya.
Menurut Suleman, dalam pemeriksaan itu, peran Rakmadji dalam tim 9 akan tampak.
“Nanti akan kelihatan sejauhmana keterlibatannya. Kalau kemarin kan sudah ada yang mulai berteriak. Bagaimana kebenaran yang disampaikan tersangka lainnya itu, akan ketahun,”katanya.
Yang jelas, kata Suleman, pekan depan pihaknya kemungkinan akan menahan lagi tersangka baru dalam kasus itu. Siapa dia?, menurut Kajari tidak akan jauh-jauh dari mereka yang terlibat dengan tersangka sebelumnya.
“Rencananya masih ada lagi yang akan ditahan. Minggu depan ada lagi, akan terjadi penahanan-penahanan sampai habislah semua mereka-mereka (tersangka,red) itu,”janjinya.
Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana pelaksanaan pembangunan berlangsung, bertindak sebagai anggota tim 9 pengadaan tanah. Saat pengadaan tanah itu, Rakmadji masih menjabat sebagai camat Nunukan.
Dalam ketentuan itu jelas disebutkan, bupati atau walikota bertindak selaku ketua tim merangkap anggota, kemudian kepala BPN sebagai wakil ketua.
Anggota lainnya, kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan, kepala instansi Pemda yang bertanggungjawab dibidang pembangunan, kepala instansi pemda yang bertanggungjawab dibidang pertanian, lurah aau kepala desa. Sedangkan asisten pemerintahan bertindak selaku sekretaris I bukan anggota selanjutnya kepala seksi pada kantor pertahanan bertindak sebagai sekretaris II bukan anggota.
Sebelumnya, dalam kasus itu penyidik Kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka. Masing-masing kepala BPN Darmin Djemadil,
Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.(noe)

Kamis, November 06, 2008

Tersangkut Kasus Tanah, Kepala BPN Nunukan Dijebloskan ke Tahanan

NUNUKAN- Penahanan terhadap tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah di Nunukan, terus dilakukan jajaran kejaksaan negeri Nunukan. Rabu (6/11) kemarin Kejari menahan kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan, Haji Darmin Djemadil SH MSi.
Darmin dijebloskan ke Lapas Nunukan, pukul 17.30 wita dengan menggunakan bis tahanan kejari Nunukan.
Sebelumnya Darmin menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.10 wita. Ia diperiksa tim jaksa dengan didampingi pengacaranya dari Jakarta, Farida Setiowati SH CN.LLM.
Saat pengadaan tanah tahun 2004 lalu, Darmin terlibat dalam panitia 9 pengadaan tanah.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan H Suleman Hadjarati SH MH, kepada Koran kaltim mengatakan, sejak lama sebenarnya peran Darmin sebagai kepala BPN sudah ketahuan.
“Kemarin kan sudah dari bawah. Mulai dari mantan Lurah Nunukan Selatan yang merupakan anggota tim 9. Kemudian bagian atas kan juga sudah terlihat dengan jelas. Dia (Darmin,red) juga sebagai wakil ketua tim 9,”katanya.
Darmin merupakan tersangka ketiga yang dijebloskan ke tahanan.
Sebelumnya, Senin (3/1) lalu Kejari Nunukan juga telah menahan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE. Saat kejadian, Arifudin termasuk salah satu anggota tim 9, terkait jabatannya sebagai
lurah Nunukan Selatan kala itu. Sehari kemudian, giliran bendahara Setkab Nunukan Simon Sili, yang diangkut ke lembaga pemasyarakat Nunukan sekitar pukul 15.00 wita kemarin.
Menurut Kajari, penahanan para tersangka tidak hanya terhenti pada tiga orang tersebut.
“Rencananya masih ada lagi yang akan ditahan. Bukan besok, tapi saya lupa tanggalnya. Minggu depan ada lagi, akan terjadi penahanan-penahanan sampai habislah semua mereka-mereka itu,”janjinya.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan. Budiman pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut. Tindakan hukum terhadap keduanya akan dilakukan menyusul turunnya ijin presiden tersebut.(noe)

Rabu, November 05, 2008

Bupati Bulungan Bakal Jadi Tersangka Kasus Tanah

NUNUKAN- Penyidik kejaksaan negeri Nunukan, Selasa (4/11) kemarin kembali menahan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah. Kali ini, bendahara Setkab Nunukan Simon Sili, yang diangkut ke lembaga pemasyarakat Nunukan sekitar pukul 15.00 wita kemarin.
Dari pengakuan Simon pula, besar kemungkinan bupati Bulungan Budiman Arifin, akan terseret sebagai tersangka dalam kasus itu. Sebab, kepada penyidik Simon mengaku diperintah Budiman Arifin, yang kala itu menjabat sebagai Sekkab Nunukan.
Simon yang tiba di kantor kejari Nunukan dengan menggunakan pakaian dinas, sekitar pukul 09.15 wita, awalnya diperiksa sebagai saksi oleh jaksa Gusti Hamdani.
Namun, berdasarkan perkembangan penyidikan, ia akhirnya di tetapkan sebagai tersangka, disusul tindakan penahanan terhadapnya.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati menjelaskan, penetapan Simon sebagai tersangka terkait jabatannya sebagai bendahara setkab Nunukan, yang mengeluarkan uang pembayaran tanah.
“Sebagai bendahara, dia punya kewajiban untuk memverifikasi data-data itu. Tapi alasannya, dia mencairkan dana tersebut atas perintah pimpinannnya yakni sekda Nunukan kala itu,”ujarnya.
Menurutnya, selaku bendahara Simon memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi. Simon juga harusnya memberikan advis kepada yang memerintahkannya, jika pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan. Namun hal itu tidak dilakukannya dan justru ia terus bekerja sesuai perintah atasannya.
“Kalaupun ada perintah, akhirnya kepada dia-dia juga terakhir kalinya. Umpamanya, kamu harus kerjakan itu, nah tinggal dalam situasi bagaimana perintah pimpinan itu memaksa dia. Sehingga nanti kita lihat, siapa yang dimaksud memerintahkan dia itu. Kan kelihatan juga,”kata Suleman.
Dari hasil penyidikan, kata Suleman, diketahui jika Simon ternyata mendapat perintah dari Budiman Arifin selaku sekda Nunukan.
“Kalau mereka (Budiman Arifin,red) yang ini, dengan posisi yang sekarang (Bupati Bulungan) itu harus ijin presiden,”katanya.
Menurutnya, saat menjabat sebagai sekkab Nunukan, Budiman Arifin telah dikonfirmasi terkait kasus itu. Hanya saja kala itu baru sebatas wawancara karena sifatnya masih pengumpulan data dan keterangan.
Apakah ada kemungkinan diperiksa lagi?,
”Oh pasti, bukan kemungkinan lagi. Setelah ijin presiden itu turun, itu bukan diperiksa lagi. Ya tinggal antara dua itu. Kalau ijin presiden turun, yah sudah tidak bisa lagi, mau tidak mau. Mau tidak mau kita harus melakukan tindakan seperti yang lain,”ujar Suleman tanpa bersedia menjelaskan apakah yang dimaksudkannya itu tindakan penahanan.
Namun saat didesak Suleman mengakui, besar kemungkinan Budiman akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
“Bagaimana nanti keterangan dari yang dibawah-bawah ini, sejauhmana peran beliau (Budiman,red) dan sejauh mana keterlibatan beliau. Kemungkinan seperti itu tetap ada. Tapi kepastiannya, jawaban saya begitu dulu. Kita lihat yang dibawah ini,”katanya.
Ia melanjutkan, para bawahan yang mendapatkan perintah ini, tentunya akan ikut berbicara.
“Kalau hanya merasa disuruh, tapi mereka yang diminta pertanggungjawabannya. Saya kok kena, terus bagaimana yang memerintahkan. Itu kan bisa ngomong sendiri,”katanya.
Sejauh ini pihak kejaksaan telah meminta ijin presiden terkait keterlibatan Budiman Arifin dalam kasus pengadaan tanah tersebut. Namun lagi-lagi Suleman enggan menyebutkan, apakah ijin itu terkait pemeriksaan atau penahanan Budiman.
“Kami hanya meminta ijin, memohon. Kalau permohonan itu semuanya kewenangan prerogatif presiden,”ujarnya.
Seperti diketahui, Senin (3/1) lalu Kejari Nunukan juga telah menahan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE. Saat kejadian, Arifudin termasuk salah satu anggota tim 9, terkait jabatannya sebagai lurah Nunukan Selatan kala itu.
“Sebagai lurah, dia memiliki wilayah, dimana tanah tersebut terletak. Nah dialah (Arifudin,red) yang tahu bagaimana status tanah terebut. Jadi dia harus tahu semuanya, kalau tanah-tanah yang dimiliki orang-orang disitu, merupakan tanah negara,”katanya.
Namun, kata Suleman, selaku lurah, Arifudin justru ikut mengeluarkan SPPT tanah itu.
“Nah disitulah peran dia,”ujarnya.
Selain keduanya, kata Kajari, Rabu (5/11) hari ini Kejari kemungkinan akan kembali melakukan penahanan terhadap satu orang tersangka lainnya.
“Besok (hari ini,red) pemeriksaan satu orang lagi, kemungkinan juga ditahan,”ujarnya.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan. Budiman pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut.(noe)

Selasa, November 04, 2008

Hakim Tolak Eksepsi PH Terdakwa

NUNUKAN- Majelis hakim pengadilan negeri Nunukan yang diketuai I Ketut Wiartha, Senin (3/11) kemarin menolak seluruh eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa, dalam kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dan mantan sekretaris Badukcapil Nunukan Thoyib Budiharyadi.
Dengan demikian, pemeriksaan atas kasus itu akan dilanjutkan pada Senin (10/11) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Sidang yang semula diperkirakan berlangsung mulai pukul 10.00 WITA itu ternyata baru dimulai pukul 13.25 WITA.
MH dengan anggota Romi Sinarta serta Tri Wahyudi, dalam putusan sela yang dibacakan sekitar satu jam memutuskan untuk menolak seluruh eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa.
Hakim menilai, untuk kasus korupsi kedua terdakwa, yang berwenang mengadilinya adalah PN Nunukan. Bukan PTUN seperti yang disebutkan PH terdakwa.
Hakim juga memutuskan untuk menerima dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) karena telah memenuhi syarat formil dan materil sehingga surat dakwaan tidak dapat dibatalkan.
Dalam persidangan tersebut, Thoyib yang mengenakan kemeja lengan panjang krem dan Hasan Basri yang mengenakan kemeja lengan panjang abu-abu begitu serius menyimak putusan sela yang dibacakan MH itu.
Sidang itu sendiri hanya dihadiri dua JPU masing-masing Kurnia dan Iswan Noor. Sedangkan PH terdakwa hanya dihadiri Rustam Roni dan Nunung.
Sebelumnya, Rabhsody selaku ketua tim pensehat hukum kedua terdakwa yakin, pemeriksaan perkara tidak akan dilanjutkan sehingga kedua kliennya akan bebas begitu putusan sela dibacakan.
"Kami optimis, secara yuridis majelis hakim (MH) tidak akan melanjutkan pemeriksaan perkara itu dalam putusan sela,"ujarnya.
Menurutnya, tanggapan JPU tidak relevan dengan eksepsi yang disampaikan PH terdakwa sehingga secara yuridis hampir-hampir bisa dikatakan bukan merupakan tanggapan atas eksepsi yang telah disampaikan.(noe)