Rabu, November 19, 2008

Bupati Nunukan Juga Terancam Jadi Tersangka Kasus Tanah



NUNUKAN- Selain bupati Bulungan Budiman Arifin, status tersangka juga bakal di sandang bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, dalam kasus pengadaan tanah yang telah menyeret tiga tersangka.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Haji Suleman Hadjarati SH MH, kepada koran kaltim menegaskan, seluruh yang terlibat dalam panitia 9 kemungkinan besar akan ditetapkan sebagai tersangka seperti dua anggota lainnya yang telah mendekam di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.
“Tidak menutup kemungkinan semua dimintai pertanggungjawaban. Bisa saja nantinya, termasuk mereka yang pasif,”tegasnya.
Sembilan pejabat yang namanya terlibat dalam panitia 9 masing-masing, Abdul Hafid Ahmad, Darmin Djemadil, Kadrie Silawane, Faridil Murad, Suwono Thalib, Rahmadji Sukirno, Arifudin, Petrus Kanisius dan Yulius Riung.
Suleman mengatakan, dari 9 orang yang terlibat di panitia 9, hanya Abdul Hafid Ahmad saja yang belum menjalani pemeriksaan mendalam. Hal itu terkait jabatannya sebagai bupati yang memerlukan ijin presiden untuk melakukan pemeriksaan.
“Ijin presidennya sedang kita tunggu,”katanya.
Suleman mengakui, dari hasil penyidikan diketahui, ada sejumlah pejabat didalam tim 9 yang hanya pasif dalam kepanitiaan tersebut.
“Yang saya tahu, kepala pajak Kadrie Silawane dan Kepala dinas pertanian Suwono Thalib,”katanya.
Namun, kata dia, meskipun hanya pasif bukan berarti para pejabat ini tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya.
“Nanti kami lihat, ada namanya pertanggungjawaban formil dan materiil,”kata mantan jaksa Kalianda ini.
Secara formil, jelasnya, para pejabat itu diberikan surat perintah yang isinya menegaskan untuk dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.
“Tentunya perintah harus dilaksanakn sesuai tugas pokok dan fungsinya. Artinya perintah itu wajib dilaksanakan dan tidak dilaksakanan, tidak boleh. Itu perbuatan formalnya,”jelasnya.
Secara materiil, lanjutnya, yang dilakukan para pejabat itu apakah berupa inisiatif atau langkah apa saja yang ia lakukan.
“Partisipasi, kontribusinya apa, itu namanya perbuatan materiil. Dia punya kontribusi mengatur atau menentukan musyawarah, rapat, mengambil keputusan bersama, itu kontribusi. Perbuatan formil, dia harus ikut bertanggngjawab juga,”ujarnya.
Artinya, kata Kajari, jika pejabat yang pasif tersebut tidak melaksanakan perintah, berarti ia juga ikut bersalah.
“Ini kan kebetulan saja ada masalah, makanya banyak yang mengaku hanya pasif. Biasanya kan semua mau terlibat dalam tim 9, semua angkat tangan kalau diajak. Coba kalau diberikan reward misalnya naik jabatan, di promosikan, biar yang tidak aktif pasti mengaku aktif. Kalau perlu mereka ketemu bupati bawa foto waktu di lapangan, menunjukkan kalau mereka pernah terlibat,”katanya.
Meski mengaku pasif, jelasnya, fakta menunjukkan jika semua pejabat yang terlibat di panitia 9, pernah mengikuti rapat.
“Termasuk Suwono Thalib. Tapi mungkin saja, waktu absen dia tidak sempat tandatangan. Semuanya juga menerima honor sebagai panitia,”katanya.
Pada kesempatan itu, Suleman juga memaparkan fakta baru yang menguatkan indikasi keterlibatan bupati Bulungan Budiman Arifin, dalam dugaan korupsi tersebut.
Menurut Suleman, memang untuk pengadaan tanah, sekretaris kabupaten (Sekkab) merupakan pengguna anggaran (PA).
Hanya saja, dalam rapat panitia 9 tidak seharusnya Budiman yang memimpin pertemuan itu.
“Panitia ini kan berdiri sendiri. Ada ketua, wakil, sekretaris dan anggota. Ada kedudukan masing-masing. Sehingga, panitia 9 mengadakan rapat untuk mengambil keputusan, menegosiasi harga. Seharusnya sekda jangan ikut campur disitu. Dia tidak boleh menggantikan posisi bupati sebagai ketua tim, saat bupati tidak hadir,”bebernya.
Menurutnya, jika ketua tim tidak hadir, wakil ketua tim yang harus memimpin rapat itu, bukan sekkab Nunukan.
Sebenarnya, kata Suleman, inti perkara kasus tanah ini, yakni panitia 9 ini harusnya tidak dibentuk.
“Ini statusnya tanah negara, Pemkab Nunukan bisa langsung melakukan pengusiran. Cukup SK bupati untuk pengusiran itu, tidak perlu membentuk panitia 9. Di keppres 55/1993 cukup jelas tugas dan untuk apa tim 9 dibentuk,”katanya.
Apalagi, pengadaan tanah pada tahun 2004 itu direncanakan untuk ruang terbuka hijau.
“Apakah dalam Keppres itu termasuk klasifikasi kepentingan umum?. Coba dicek, apakah dari sejumlah item yang dimaksudkan dalam Keppres, hal itu juga termasuk?,”ujarnya.
Suleman menambahkan, jika tidak termasuk 14 item yang dimasudkan dalam Keppres 55/1993, harusnya mengajukan keppres untuk keperluan daerah itu.
“Kalau ruang terbuka tidak termasuk, jadi kalau itu memang diperlukan, harus minta dibuatkan keppres sendiri,”katanya.
Sebelumnya dalam kasus itu penyidik kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka masing-masing, Kepala BPN Nunukan, Haji Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam. Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan.(noe)

2 komentar:

  1. Semakin cepat semakin bagus. Bravooo Kejari Nunukan

    BalasHapus
  2. Menanggapi komentar-komentar yang dilontarkan pihak-pihak dari kejasaan negeri nunukan alasan yang dimunculkan selalu nunggu ijin Presiden untuk memeriksa seorang Bupati, sehingga yang berkembang dimasyarakat sekarang kapan surat ijin Presiden itu keluar, masak SBY tidak mau keluarkan ijinnya hanya untuk seorang H. Hafid dan Budiman, apa mungkin SBY terlibat dalam kasus tanah di nunukan sehingga enggan keluarkan ijinnya untuk bupati nunukan dan bulungan, semuanya itu tidak masuk akal hanya banyolan yang nggak lucu yang kesannya hanya mengulur ngulur waktu saja dan menjadikan ATM pada siapa yang jadi sasaran tembak.
    atau jangan jangan kejasaan negeri nunukan tidak pernak sama sekali mengajuakan permohonan ijin kepada Presiden untuk periksa Bupati nunukan dan bulungan. sudaklah pak jangan melawak terus sudak banyak pelawak dijakarta rakyat sudah muak atas semua itu, tinggal anda itu mau bicara kebenaran atau kebohongan, kalau kebenaran memang nggak ada uangnya tapi kalau kebohongan bisa menghasilkan uang banyak apalagi kalau belum punya mobil mewah... (Sabdo Palon )

    BalasHapus

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini