Jumat, November 28, 2008

Jadi Tersangka, Darmin Lantik Pejabat di Lapas

NUNUKAN- Meski resmi menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan, namun kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan, Darmin Djemadil ternyata belum dicopot dari jabatannya.
Pejabat instansi vertikal itu, masih sah memegang jabatannya.
Sebagai bentuk tanggungjawabnya, Kamis (27/11) lalu, Darmin melantik seorang pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Pelantikanpun terpaksa di gelar, di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan, tempat dimana Darmin menunggu proses hukum yang tengah dijalaninya.
Sejumlah pejabat di lingkungan BPN hadir pada acara itu. Dengan dilantiknya pejabat PPAT tersebut, berarti di BPN sudah ada dua pejabat PPAT.
Seorang pejabat lapas Nunukan membenarkan informasi itu.
"Sebenarnya kami berharap teman-teman pers bisa meliput langsung kegiatan itu,"kata salah seorang petinggi lapas, yang enggan namanya dikorankan.
Menurutnya, pihak lapas memfasilitasi kegiatan pelantikan itu tentunya dengan seijin dari pihak kejaksaan negeri Nunukan.
Darmin Djemadil dijebloskan ke Lapas Nunukan, pada Rabu (6/11) lalu setelah pada hari yang sama ia ditetapkan sebagai tersangka.
Saat pengadaan tanah tahun 2004 lalu, Darmin terlibat dalam panitia 9 pengadaan tanah sebagai wakil ketua.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan H Suleman Hadjarati SH MH, kepada Koran kaltim mengatakan, sejak lama sebenarnya peran Darmin sebagai kepala BPN sudah ketahuan.
"Kemarin kan sudah dari bawah. Mulai dari mantan Lurah Nunukan Selatan yang merupakan anggota tim 9. Kemudian bagian atas kan juga sudah terlihat dengan jelas. Dia (Darmin,red) juga sebagai wakil ketua tim 9,"katanya.
Darmin merupakan tersangka ketiga yang dijebloskan ke tahanan.
Sebelumnya, Senin (3/1) Kejari Nunukan juga telah menahan Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE. Saat kejadian, Arifudin termasuk salah satu anggota tim 9, terkait jabatannya sebagai
lurah Nunukan Selatan kala itu. Sehari kemudian, giliran mantan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili, yang diangkut ke lembaga pemasyarakat Nunukan.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
"Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,"jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.
Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan. Penyitaan tersebut didasarkan pada penetapan penyitaan Pengadilan Negeri Nunukan Nomor 59/PEN.PID/2008/PN. NNK, tanggal 24 Maret 2008.Tak hanya Bupati Nunukan, kasus itu juga menyeret Bupati Bulungan, Budiman Arifin, yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Nunukan. Budiman pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut. Tindakan hukum terhadap keduanya akan dilakukan menyusul turunnya ijin presiden tersebut.(noe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini