Kamis, November 13, 2008

Giliran Mantan Asisten I Diperiksa

NUNUKAN- Jajaran penyidik kejaksaan negeri Nunukan terus memeriksa sejumlah pihak yang masih ada sangkut pautnya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan.
Kemarin, penyidik kejari memeriksa mantan asisten pemerintahan setkab Nunukan, Petrus Kanisius.
Petrus yang kini menjabat sebagai kepala dinas periwisata, seni, pemuda dan olahraga Nunukan, tiba di kantor kejari Nunukan dan mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.00 wita.
Ia menjalani pemeriksaan terkait jabatannya kala itu sebagai sekretaris I bukan anggota dalam tim 9 pengadaan tanah yang diketuai bupati Nunukan, Abdul Hafid Ahmad.
Namun, Petrus menjalani pemeriksaan dalam statusnya sebagai saksi kasus itu.
Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana pelaksanaan pembangunan berlangsung, bertindak sebagai anggota tim 9 pengadaan tanah. Saat pengadaan tanah itu, Rakmadji masih menjabat sebagai camat Nunukan.
Dalam ketentuan itu jelas disebutkan, bupati atau walikota bertindak selaku ketua tim merangkap anggota, kemudian kepala BPN sebagai wakil ketua.
Anggota lainnya, kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan, kepala instansi Pemda yang bertanggungjawab dibidang pembangunan, kepala instansi pemda yang bertanggungjawab dibidang pertanian, lurah aau kepala desa. Sedangkan asisten pemerintahan bertindak selaku sekretaris I bukan anggota selanjutnya kepala seksi pada kantor pertahanan bertindak sebagai sekretaris II bukan anggota.
Sebelumnya, dalam kasus itu, pekan lalu penyidik Kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka. Masing-masing kepala BPN Darmin Djemadil,
Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara Setkab Nunukan Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam.(noe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini