Selasa, November 18, 2008

Keterangan Saksi Memberatkan Terdakwa Korupsi Amdal


NUNUKAN- Keterangan memberatkan disampaikan dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bappeda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi, Senin (17/11) kemarin di pengadilan negeri, Nunukan.
“Jelas dalam sidang tadi, semua keterangan saksi memberatkan terdakwa,”kata salah seorang anggota JPU, Satria Irawan.
Dalam sidang yang dimulai pukul 11.30 hingga 16.00 wita itu, baik saksi Fredi maupun Firdaus, menyampaikan keterangan seperti yang didakwakan jaksa sebelumnya. Atas kesaksian dua mantan anggota panitia lelang itu, baik Hasan Basri maupun Thoyib tak menyampaikan keberatan.
“Hanya saja keterangan yang mereka sampaikan itu hanya berdasarkan pengetahuan mereka yang lama, bukan berdasarkan pengetahuan pada aturan yang baru,”kata Hasan Basri dibenarkan Thoyib.
Pada persidangan kali ini, terdakwa hanya didampingi penasehat hukumnya Rabhsody dan Nunung. Sedangkan seorang lagi, Ronni berhalangan hadir. Selain dihadiri lengkap dua tim JPU para terdakwa, sidang itupun dipantau langsung Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati.
Firdaus yang juga mantan kasubbid pemulihan di Bapedalda membenarkan, jika anggaran lelang pembuatan dokumen Amdal itu, berasal dari Bapedalda yang dimasukkan dalam pos belanja Amdal.
Ia juga mengakui, pelaksanaan Amdal sesudah proyek fisik dikerjakan. Padahal saat ditanyai jaksa, Firdaus mengatakan, jika Amdal merupakan syarat pembangunan fisik.
Tak hanya itu, Firdaus membenarkan jika kegiatan Amdal diprakarsasi Bapedalda Nunukan.
Namun keterangan sebaliknya yang disampaikannya menyebutkan, kegiatan Amdal harus dari pemrakarsa kegiatan proyek fisik dalam hal ini intansi teknis seperti dinas pekerjaan umum untuk pembangunan gedung gabungan dinas.
Yang menarik, saat akan diadakan pelelangan proyek Amdal itu, sebagai anggota panitia lelang Firdaus justru tidak mengetahui proyek fisik apa saja yang bakal di Amdal.
Dalam dakwaan jaksa sebelumnya, Hasan Basri selaku kepala Bapedalda, telah bertindak selaku pemrakarsa. Seharusnya, kata jaksa, pemrakarsa yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah dinas teknis bukan bapedalda.
Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan Bapedalda menggunakan dana untuk hal itu.
Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan enam proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Sehingga ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006.
Padahal dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal harusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan.
“Tidak ada ketentuan yang membolehkan dokumen Amdal dibuat menyusul,”tegas jaksa.
Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C.
Sementara dibidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas.
Selain itu, terungkap pula jika sejumlah proyek yang di Amdal itu, sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan serupa. Sehingga terjadi dua kali kegiatan Amdal.
“Penetapan kegiatan Amdal tidak perpedoman pada PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Maka dokumen Amdal secara formil tidak prosedural dan secara teknis itu tidak dapat digunakan,”sebut jaksa.
Perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan bertambahnya harta konsultan yang mengerjakan proyek itu. Sehingga kerugian keuangan negara melalui Pemkab Nunukan sebesar Rp1,5 miliar.(noe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini