Rabu, Februari 25, 2009

PH Langsung Banding

Baik mantan Kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri maupun mantan Kabid Pemantuan dan Pengawasan Lingkungan Thoyib Budiharyadi hanya tertunduk lesu mendengar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nunukan, Rabu (25/2) tadi. Keduanya tak menyangka, akibat merencanakan kegiatan pembuatan dokumen Amdal tahun 2006 lalu justru menyeret mereka ke penjara.
"Saya keberatan dengan putusan Hakim," kata Hasan Basri seusai sidang.
"Saya tidak tahu masalah Amdal, selama di persidangan kan yang dibahas pelaksanaan pelelangan Amdalnya. Sedangkan waktu itu saya sudah tidak di Bapedalda lagi," kata Thoyib Budiharyadi.
Saat pelaksanaaan pembuatan dokumen Amdal, Thoyib telah mejabat sebagai Sekretaris Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Nunukan.
Namun MH yang diketuai I ketut Wiartha punya pandangan lain. Karena bertindak selaku perencana kegiatan pembuatan Dokumen Amdal, keduanya divonis melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke (1), jo pasal 64 ayat (1) ke (1) KUHP.
"Kami akan banding," kata ketua PH terdakwa Rabhsody.
Menurut Rabhsody, putusan MH tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan termasuk argumentasi hukum dalam pledoi (pembelaan) terdakwa.
"Kasus ini pelanggaran administrasi, bukan pidana," katanya. (m23)

Koruptor Amdal Divonis 5 dan 4 Tahun Penjara

NUNUKAN-Majelis Hakim (MH) Pengadilan Negeri Nunukan, Rabu (25/2) hari ini menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan kepada mantan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan Hasan Basri.
Pada hari yang bersamaan MH yang diketuai I Ketut Wiartha juga menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan kepada mantan Kabid Pemantauan dan Pengawasan Lingkungan Bapedalda Thoyib Budiharyadi.
Putusan ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hasan Basri dengan pidana 6 tahun penjara dan pidana 5 tahun penjara kepada Thoyib Budiharyadi.
Dalam putusannya MH menilai kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal di Kantor Bapedalda Nunukan. Sehingga kerugian keuangan negara melalui APBD Nunukan tahun 2006 mencapai Rp1,5 miliar.
Keduanya melakukan perbuatan korupsi seperti dalam dakwaan primer JPU yakni melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang- Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke (1), jo pasal 64 ayat (1) ke (1) KUHP.
"Terdakwa dinilai secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,"kata Ketut saat membacakan putusan.
Sidang pembacaan putusan kedua terdakwa dilakukan dalam waktu terpisah. Sidang tersebut dimulai sejak pukul 10.30 wita dan berakhir sekitar pukul 17.00 wita.
Tak kurang 40 personil gabungan dari Satuan Brimob Polda Kaltim, Sat Samapta, dan Satreskrim Polres Nunukan diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang.
Meski putusan MH sangat mengecewakan kerabat kedua terdakwa yang mengikuti persidangan, namun jalannya persidangan tetap berlangsung aman.
Sidang tersebut menarik perhatian warga Nunukan, pasalnya ini merupakan kasus korupsi pertama yang bisa sampai ke pengadilan.
Sidang didahului pembacaan putusan terhadap terdakwa Hasan Basri dengan JPU Hendri Prabowo dan Suwanda. Setelah itu dilanjutkan sidang pembacaan putusan terhadap Thoyib Budiharyadi dengan JPU Kurnia dan Gusti Hamdani. Namun kedua terdakwa menggunakan Penasehat Hukum (PH) yang sama.
Dalam putusan itu disebutkan kedua terdakwa secara melawan hukum melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha.
Keduanya merencanakan dan bertindak selaku pemrakarsa kegiatan padahal pemrakarsa yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah dinas teknis bukan bapedalda.
Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda.
Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan enam proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Sehingga ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006.
Padahal dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal harusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan.
Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C.
Sementara dibidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas.
Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati menyambut baik putusan MH. Menurutnya, putusan itu menunjukkan penegakan hukum masih bisa dilaksanakan di Nunukan. Apalagi selama berlangsungnya proses hukum semuanya bisa berjalan dengan aman.
Ia optimis pihaknya juga bisa membuktikan dua kasus dugaan korupsi yakni pengadaan tanah dan dana reboisasi yang saat ini tengah bergulir di persidangan.
"Ini berkat dukungan semua elemen di Nunukan," katanya.(m23)

Senin, Februari 09, 2009

Terdakwa Korupsi Amdal Dituntut 6 dan 5 Tahun Penjara

NUNUKAN- Jaksa penuntut umum (JPU) kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal Bapedalda Nunukan, Senin (9/2) tadi menuntut mantan kepala Bapedalda Nunukan Hasan Basri dengan hukuman enam tahun penjara sedangkan mantan Kabid Pemantauan dan Pengawasan Lingkungan Bapedalda Thoyib Budiharyadi dituntut lima tahun penjara. Jaksa juga meminta majelis hakim menghukum keduanya membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Berdasarkan fakta persidangan, JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Nunukan menilai kedua terdakwa terbukti melanggar pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai mana dalam dakwaan primer.
Terdakwa dinilai secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Kami tidak menuntut mereka mengganti kerugian negara sehingga pasal 18 tidak bisa diterapkan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH usai sidang.
Pada persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim I Ketut Wiarta SH Mhum, tim jaksa berpendapat kedua terdakwa lewat perencanaan kegiatan pembuatan dokumen Amdal pada tahun 2005, secara melawan hukum telah melanggar PP 27/1999 tentang Amdal dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Kegiatan itu mengakibatkan negara telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp1,5 miliar dari APBD Nunukan untuk membayar konsultan.
Seharusnya, kedua terdakwa tidak merencanakan kegiatan pembuatan dokumen Amdal karena hal itu bukan bagian dari tugas pokok dan fungsinya.
Kenyataannya, keduanya lewat program itu telah bertindak selaku pemrakarsa kegiatan Amdal yang berarti telah melangkahi instansi pelaksana kegiatan teknis. Keduanya meneken kontrak dengan konsultan Amdal.
"Harusnya Bapedalda tidak bertindak sebagai pemrakarsa kegiatan karena hal itu menjadi tugas instansi teknis dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan. Bapedalda hanya sebagai penilai Amdal," kata ketua tim JPU Hendri Prabowo SH MHum.
Selain itu, pembuatan dokumen Amdal yang merupakan prasyarat pembangunan fisik justru dilakukan setelah pekerjaan sejumlah proyek sudah berjalan. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal Sebuku- Sembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gabungan dinas tahun 2006.
Atas tuntutan tersebut, tim penasehat hukum terdakwa yang diketuai Rabshody langsung menyampaikan keberatan. Mereka akan menyampaikan pembelaan (pledoi) pada persidangan Senin (16/2) pekan depan.(m23)

Jumat, Februari 06, 2009

Mantan Pimpro DAK-DR Nunukan Ditahan

BALIKPAPAN,TRIBUN- Mantan pimpinan proyek kegiatan reboisasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan Nazaruddin Semad, Jumat (6/2) pagi hari ini, dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sungai Jepun Nunukan.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penyuluhan Badan Lingkungan Hidup Nunukan itu sejak akhir Desember tahun lalu telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi DAK-DR tahun 2001-2002, yang diduga merugikan negara hingga Rp1,9 miliar.
Tersangka yang tiba di kantor Kejari Nunukan, Jl Ujang Dewa, sekitar pukul 09.00 Wita didampingi penasehat hukumnya Rabshody SH. Setelah satu setengah jam menjalani pemeriksaan, iapun langsung di gelandang ke Lapas menggunakan bus tahanan Kejari Nunukan.
Nazaruddin lebih beruntung dibandingkan tersangka dugaankorupsi lainnya, yang langsung di jebloskan ke tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Ia sempat tiga kali diperiksa sebagai tersangka sampai akhirnya ia ditahan kemarin.
Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH menjelaskan, tindakan penahanan baru bisa dilakukan agar pihaknya tidak tergesa-gesa menyusun berkas perkara. Sebab, dengan jumlah penyidik yang sangat minim, Kejari Nunukan juga tengah menangani dua kasus dugaan korupsi lainnya yang saat ini bergulir di pengadilan negeri Nunukan.
" Adminstrasinya harus kemi benahi sampai lengkap, jadi tidak terkejar-kejar dengan waktu penahanan yang akhirnya kami menjadi kerja ekstra terus. Ini kan agak santai, anggota saya juga bisa agak nyantai kerjaannya,"kata Suleman yang dihubungi melalui telepon selulernya.
Penahanan tersangka dilanjutkan penyerahan tahap dua dari penyidik ke jaksa penuntut umum.
" Tersangka, barang bukti dan berkas sudah diserahkan ke pentuntut. Penyidikan dianggap telah selesai (P-21),"katanya.
Jaksa penyidik Kejari Nunukan Satria Irawan SH menjelaskan, dalam kegiatan DAK-DR yang dilaksanakan tahun 2001 hingga 2002 di Kabupaten Nunukan yang anggarannya mencapai Rp21 miliar, diduga telah terjadi penyimpangan keuangan negara hingga Rp1,9 miliar. Proyek itu, dikerjakan kontraktor PT Dameru Putri Utama dan konsultan pengawas PT Rashmico Prima.
" Ada 500 hektar lahan di hutan lindung pulau Nunukan, seluas 300 hektar diantaranya tidak ditanami,"katanya.
Kasus itu bermula dari laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2003 silam.
"Penyidik kasus ini memang hanya fokus pada temuan BKPK itu,"katanya.
Selain Nazaruddin, penyidik Kejari Nunukan juga telah menetapkan dua tersangka lainnya yaitu kuasa direktur PT Dameru Putri Utama Teddi Wiliam dan kepala cabang PT Rashmico Prima Nunukan, Djunaidi. Namun dua nama terakhir hingga kini masih buron, keduanya belum pernah memenuhi panggilan penyidik sejak tahun 2005 silam.
“ Kami sudah memasukkan keduanya dalam daftar pencarian orang (DPO), yang ditembuskan kepada pihak Kepolisian Resort Nunukan,”katanya.
Suleman mengatakan, pihaknya tetap melakukan berbagai upaya untuk menghadirkan kedua tersangka.
" In absentia itu kan kalau dia pernah diperiksa lalu melarikan diri. Ini sama sekali tidak pernah diperiksa,"katanya.
Kaburnya dua tersangka ini, sekaligus menegaskan kebobrokan pelaksanaan kegiatan reboisasi kala itu.
" Itulah kebobrokam mereka dulu itu. Mereka sendiri tidak mengerti, pengusaha diberikan pekerjaan yang begitu besar, kok tidak tahu dimana mereka. Mungkin itulah letak-letak dari masalah ini, malapetakanya disitu sehingga terjadi masalah,"ujarnya.(m23)

Senin, Januari 19, 2009

Warga Tak Yakin Bupati Bulungan Bersalah

TANJUNG SELOR -Sejumlah warga di kabupaten Bulungan ternyata belum tahu jika
bupatinya terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Nunukan.
Namun, kalaupun itu terjadi mereka yakin bupati Bulungan, Budiman Arifin tidak akan
sampai ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya belum pernah dengar, barangkali tidak pernah terekspose di media,"kata salah
seorang PNS Pemkab Bulungan.
Sementara Arman, warga Tanjung Selor hanya memprediksi, kasus itu tak lebih
bernuansa politis untuk menjatuhkan Budiman.
"Biasalah kalau sudah menjelang pemilu pasti ada isu macam-macam,"katanya.
Arman optimis, bupati Bulungan tidak akan terlibat dalam kasus itu.
"Selama memimpin Bulungan, nyaris beliau tanpa cacat. Bahkan programnya sangat
menyentuh masyarakat miskin di Bulungan. Coba lihat, apa pernah ada riak-riak yang
memprotes kebijakan bupati?. Dia orang bersih,"sambung Arman.
Isu bakal dijadikannya Budiman sebagai tersangka, ternyata juga merebak di kalangan
mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di luar daerah.
Tak ayal, bupati melalui stafnya harus bekerja keras untuk memberikan klarifikasi
soal keterlibatan bupati dalam kasus itu.
"Kami sudah sampaikan kepada mahasiswa di luar daerah, bahwa tidak ada yang
menyimpang dari pengadaan tanah itu. Semua sudah dijalankan dengan benar,"kata
seorang staf yang diutus memberikan klarifikasi kepada mahasiswa Bulungan.(noe)

Minggu, Januari 18, 2009

Ijin Pemeriksaan bupati Nunukan dan Bulungan Sudah Turun?

TANJUNG SELOR- Presiden RI Sosilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan ijin pemeriksaan untuk 126 kepala daerah yang terdiri dari gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indoensia.
Kepastian itu disampaikan staf khusus presiden bidang pengaduan Sardan Marbun, melalui surat kabar nasional baru-baru ini.
Namun belum diketahui persis, apakah dari 126 ijin itu termasuk untuk pemeriksaan bupati Nunukan, Abdul Hafid Ahmad dan bupati Bulungan, Budiman Arifin. Keduanya tersangkut dugaan korupsi pengadaan tanah, yang telah menetapkan tiga tersangka.
Saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, kepala kejaksaan negeri Nunukan, Suleman Hadjarati, mengaku belum tahu informasi itu.
"Apakah nama-namanya ada disebutkan (di media massa,red),"tanya Kajari kepada Koran kaltim.
Selaku sekretaris kabupaten Nunukan kala itu, Budiman Arifin merupakan pengguna anggaran pengadaan tanah tersebut.
Dari pengakuan mantan bendahara Setkab Nunukan, Simon Sili yang menjadi tersangka kasus itu, besar kemungkinan bupati Bulungan Budiman Arifin, akan terseret sebagai tersangka dalam kasus itu.
Dari hasil penyidikan, kata Suleman, diketahui jika Simon ternyata mendapat perintah dari Budiman Arifin selaku sekda Nunukan.
“Kalau mereka (Budiman Arifin,red) yang ini, dengan posisi yang sekarang (Bupati Bulungan) itu harus ijin presiden,”katanya.
Menurutnya, saat menjabat sebagai sekkab Nunukan, Budiman Arifin telah dikonfirmasi terkait kasus itu. Hanya saja kala itu baru sebatas wawancara karena sifatnya masih pengumpulan data dan keterangan.
Apakah ada kemungkinan diperiksa lagi?,
“Oh pasti, bukan kemungkinan lagi. Setelah ijin presiden itu turun, itu bukan diperiksa lagi. Ya tinggal antara dua itu. Kalau ijin presiden turun, yah sudah tidak bisa lagi, mau tidak mau. Mau tidak mau kita harus melakukan tindakan seperti yang lain,”ujar Suleman tanpa bersedia menjelaskan apakah yang dimaksudkannya itu tindakan penahanan.
Namun saat didesak Suleman mengakui, besar kemungkinan Budiman akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
“Bagaimana nanti keterangan dari yang dibawah-bawah ini, sejauhmana peran beliau (Budiman,red) dan sejauh mana keterlibatan beliau. Kemungkinan seperti itu tetap ada. Tapi kepastiannya, jawaban saya begitu dulu. Kita lihat yang dibawah ini,”katanya.
Ia melanjutkan, para bawahan yang mendapatkan perintah ini, tentunya akan ikut berbicara.
“Kalau hanya merasa disuruh, tapi mereka yang diminta pertanggungjawabannya. Saya kok kena, terus bagaimana yang memerintahkan. Itu kan bisa ngomong sendiri,”katanya.
Sejauh ini pihak kejaksaan telah meminta ijin presiden terkait keterlibatan Budiman Arifin dalam kasus pengadaan tanah tersebut.
Selain terhadap Budiman, Kejari Nunukan juga telah melayangkan ijin kepada presiden untuk memeriksa bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad, terkait jabatannya selaku ketua tim 9 pengadaan tanah tersebut.
Tak hanya Budiman, bupati Nunukan juga terancam menjadi tersangka.
“Tidak menutup kemungkinan semua (tim 9,red) dimintai pertanggungjawaban. Bisa saja nantinya, termasuk mereka yang pasif,”tegasnya.
Sebelumnya dalam kasus itu penyidik kejari Nunukan telah menahan tiga tersangka masing-masing, Kepala BPN Nunukan, Haji Darmin Djemadil, Pj Sekcam Nunukan Selatan, Arifudin, SE dan bendahara pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili.
Kasus pengadaan tanah ini ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak Rabu (20/2) lalu. Suleman menjelaskan, sesuai data yang dikumpulkan penyidik, diketahui 47 hektar tanah yang dibebaskan tidak dilindungi dokumen.
“Dan lebih fatal lagi menurut pandangan kami, bukan hanya tidak dilindungi dokumen atas tanah tersebut, tapi itu merupakan tanah yang tidak patut atau wajib untuk diberikan ganti rugi,”jelasnya.
Proyek itu sendiri menelan anggaran hingga Rp7 miliar dari APBD Nunukan tahun 2004 silam. Kejaksaan negeri Nunukan telah menyita seluas 62 hektar tanah di Sungai Jepun, yang lokasinya tak jauh dari Kantor Bupati Nunukan.(noe)

Kamis, Januari 15, 2009

Tersangka DAK-DR Bakal Ditahan Besok?

NUNUKAN- Untuk kali kedua sejak resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (23/12) lalu, mantan pimpro kegiatan dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR), Nazaruddin Semad, kembali mendapat panggilan untuk diperiksa di kantor Kejari Nunukan, Jumat (16/1) besok.
"Belum tahu apakah dia datang atau tidak. Yang jelas panggilannya sudah diterima untuk besok,"kata jaksa penyidik Satria Irawan.
Nazaruddin rencananya akan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, dengan didampingi pengacaranya.
Menurut sumber koran kaltim, pemeriksaan kali ini akan dibarengi dengan penahanan tersangka.
Hanya saja, Satria belum mau membeberkan apakah Nazaruddin akan ditahan atau tidak.
"Saya tidak bisa pastikan kalau masalah penahanan. Tergantung nanti,"katanya.
Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka terkait jabatannya selaku pimpinan proyek kegiatan reboisasi pada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan. Kasus DAK-DR diduga merugikan negara sebesar Rp1,9 miliar.
“Dalam hal ini, dia bertindak sebagai penanggungjawab kegiatan tersebut,”jelas Satria.
Namun tak seperti tersangka lainnya, begitu resmi menjadi tersangka Nazaruddin tak langsung dijebloskan ke tahanan.
“Kami menganggap beliau kooperatif dalam pemanggilan selama ini. Kami menilai belum perlu dilakukan penahanan, karena penetapan tersangka tidak serta merta harus dilakukan penahanan. Memang ada yang langsung dilakukan penahanan tapi ada juga yang ditetapkan tersangka tidak dilakukan penahanan,”kata Satria beralasan.
Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka bersama kuasa direktur PT Dameru Putri Utama, Teddi Wiliam dan kepala cabang PT Rashmico Prima Nunukan, Djunaidi. Namun, dua nama terakhir hingga kini masih buron.
Dalam proyek itu diduga terjadi tindak pidana korupsi DAK-DR tahun 2001-2002 di Nunukan. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,9 miliar.(noe)

Senin, Januari 12, 2009

Tersangka Korupsi Rayakan Natal Dilapas

NUNUKAN- Simon Sili termasuk yang beruntung. Meskipun mendekam di lembaga pemsyarakatan, Sungai Jepun, namun tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah itu masih bisa merayakan sukacita natal bersama ratusan jemaat geraja di Nunukan.
Senin (12/1) malam ini, tak kurang 500 warga Kristiani hadir merayakan natal bersama penghuni Lapas. Ibadahpun digelar ditempat sederhana, dengan dihadiri sejumlah pejabat Nunukan yang tergabung dalam The Gideon seperti wakil bupati Nunukan, Kasmir Foret dan kepala dinas pertambangan dan energi Samuel Parrangan.
Simon sendiri dijebloskan ke lapas sejak awal November tahun lalu. Ia dijadikan tersangka terkait jabatannya selaku bendahara pembayaran Pemkab Nunukan.
Simon dinilai bertanggungjawab karena tidak melakukan verifikasi terhadap berkas pembayaran, meskipun ia tahu pembayaran tanah harusnya tidak boleh dibayarkan.
Perhatian khusus diberikan The Gideon terhadap penghuni lapas yang beragama Krisitiani.
Tiap Minggu sore, dalam kebaktian yang rutin dihadiri wakil bupati itu, ia bersama-sama penghuni lainnya tetap bisa mengikuti ibadah.
Untuk pelaksanaan natal di Lapas, biayanya pun menjadi tanggungan The Gideon.(noe)

Konsultan Salahkan Terdakwa

NUNUKAN- Sejak awal pelaksanaan pembuatan dokumen Amdal, pihak konsultan ternyata sudah merasa ada yang tidak beres. Misalnya saja, kegiatan Amdal dilaksanakan ketika proyek fisik sedang berjalan.
Hari ini, dalam sidang dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda, Hasan Basri dan mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi di PN Nunukan, perwakilan PT Kharisma Karya, Makmur Al Wahid yang dihadirkan sebagai saksi kasus tersebut mengatakan, pihaknya sudah mempertanyakan ke Bapedalda, mengapa Amdal harus dilaksanakan sementara proyek fisik sudah dikerjakan.
“Waktu kami tanya, alasannya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,”ungkap Makmur.
Padahal, kata Makmur, dokumen Amdal yang mereka buat harusnya digunakan sebagai petunjuk saat akan melaksanakan proyek fisik itu.
“Jadi dokumen itu sebagai petunjuk, bagaimana nantinya mereka melaksanakan proyek fisik itu,”ujarnya.
Dalam dokumen Amdal itu, sebutnya, ada penilaian negatif dan positif dari tim dalam perusahaan tersebut.
“Nah yang negatif itu disertai rekomendasi, bagaimana caranya meminimalisir. Tentunya sesuai dengan keahlian masing-masing anggota tim kami,”katanya dalam siding dengan ketua majelis hakim, I Ketut Wiartha.
Dalam kegiatan pembuatan dokumen Amdal, PT Kharisma Karya mendapatkan paket Kanal Sembakung-Sebuku dan Embung Sungai Bilal. Kedua proyek itu sudah berjalan saat di Amdal.
“Tim kami pernah mempertanyakan, kenapa embung Sungai Bilal dibuat dokumen. Alasannya karena letaknya di hutan lindung sehingga wajib Amdal,”ujarnya.
Pihaknyapun mempertanyakan, mengapa proyek kanal Sembakung-Sebuku harus di Amdal.
"Alasannya karena ada perubahan disain sehingga perlu di Amdal,"katanya.
Ia mengakui, pekerjaan Amdal harusnya dilakukan pemrakarsa proyek fisik dalam hal ini dinas pekerjaan umum, bukan Bapedalda Nunukan.
Dalam pelaksanaan kegiatan Amdal itu, Makmur menegaskan jika pihaknya hanya menganalisa lingkungan bukan proyek fisik yang dikerjakan.
Selain menghadirkan Makmur, jaksa penuntut umum juga membacakan berita acara pemeriksaan lima saksi.
Kelimanya telah dipanggil hingga empat kali namun tak datang.(noe)

Majelis Hakim Tolak BAP Rahmad Dibacakan

NUNUKAN- Niat jaksa penuntut umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Rahmad, terganjal pada sidang dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, Senin hari ini di pengadilan negeri Nunukan.
Majelis hakim yang diketuai I Ketut Wiartha menolak permohonan jaksa yang akan menggunakan pasal 162 kitab undang-undang acara pidana (KUHAP), dengan alas an pemanggilan terhadap saksi belum dilakukan secara patut dan layak.
Pada sidang dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda, Hasan Basri dan mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi itu, jaksa meminta diperkenankan membacakan enam BAP saksi.
"Seluruh saksi sudah empat kali kami panggil tapi tidak datang,"kata Satria, salah seorang anggota JPU.
Permohonan itupun langsung mendapatkan keberatan dari penasehat hukum terdakwa, yang ngotot agar saksi-saksi ini dihadirkan di persidangan.
"Kami keberatan kalau membacakan BAP. Tapi kalau majelis mempersilahkan membacakan, BAP yang dibacakan itu dianggap tidak memiliki nilai pembuktian,"kata PH terdakwa, Roni.
Satria pun langsung menepis pernyataan Roni. Menurutnya PH harus membaca KUHAP kalau menilai pembacaan BAP tidak mempunyai nilai alat bukti.
"Apakah betul saksi berhalangan atau belum dilakukan pemanggilan secara layak?. Karena informasi sebelumnya, tidak sulit menghadirkan saksi-saksi itu,"kata Roni.
Rencananya enam saksi yang dihadirkan itu diantaranya Rahmat Wahyullah yang merupakan mantan ketua panitia lelang, Budiman dan Habir.
Hakim pun kemudian meminta bukti pemanggilan terhadap saksi.
"Kami sudah memanggil Rahmat, dia Jakarta karena pendidikan, tapi kami juga tidak bisa mendapatkan alamatnya di Jakarta. Rahmad lagi pendidikan S3 di UI, tapi kami tidak mendapatkan alamatnya. Karena itu suratnya kami tujukan kepada kepala BKD Nunukan,"jelas Satria yang langsung diteriaki pengunjung sidang.
Sejumlah pengunjung yang sebagian besar kerabat terdakwa bahkan berteriak meminta Rahmad dihadirkan paksa dipersidangan.
"Suwanda (salah satu JPU,red) sering bertemu Rahmad,"kata istri terdakwa Hasan Basri.
Kecuali lima saksi itu, majelis hakim akhirnya menolak pembacaan BAP Rahmad dan meminta dilakukan pemanggilan lagi.
"Jadi kalau jawabannya pendidikan, minta surat keterangan dari BKD. Kalau tidak ada di Nunukan, instansi berwenang menerangkan secara benar. Yang lain majelis mengijinkan dibacakan dan keberatan dari penasehat hukum akan kami catat,"kata MH.(noe)

Minggu, Januari 11, 2009

Dua Terdakwa DAK-DR Bakal Disidang Absentia

NUNUKAN- Meski telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), namun hingga kini masih belum jelas dimana keberadaan dua tersangka dugaan korupsi dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR). Keduanya yakni kuasa direktur PT Dameru Putri Utama, Teddi Wiliam dan kepala cabang PT Rashmico Prima Nunukan, Djunaidi.
Kepada korankaltim Minggu (11/1) hari ini, Kepala kejaksaan negeri Nunukan, Suleman Hadjarati mengatakan, kemungkinan sidang keduanya akan dilakukan secara in absentia (tanpa dihadiri terdakwa,red).
Namun, kata Kajari, untuk melaksanakan sidang in absentia itu bukanlah perkara yang mudah. Sebab, pelaku yang dijadikan tersangka itu, diduga fiktif.
“Jadi dibuat seakan-akan pelakunya ada, tapi sebenarnya wujud orangnya tidak ada. Padahal in absentia itu kan harus jelas orangnya. Identitasnya ada, tapi kami belum pernah memeriksa langsung, sulit juga dilakukan,”ujarnya.
Kedua buronan ini ditetapkan sebagai tersangka akhir tahun lalu bersama mantan pimpro kegiatan, Nazaruddin Semad.
Proyek itu dikerjakan kontraktor PT Dameru Putri Utama dan konsultan pengawas PT Rashmico Prima.
Penetapan ketiganya menjadi tersangka karena diduga telah terjadi tindak pidana korupsi pada kegiatan DAK-DR tahun 2001-2002 yang menelan anggaran hingga Rp1,9 miliar itu. Dalam realisasinya seluas 300 hektar lahan di kampung Tator ternyata tidak ditanami.
Jaksa penyidik Satria Irawan mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan pemanggilan terhadap kedua pengusaha itu, namun mereka tak pernah datang.
“Mulai dari tahun 2005 sampai terakhir bulan ini, mereka tidak datang,”kata dia.
Jaksa menduga, kedua perusahaan itu fiktif. Dalam dokumen, disebutkan, PT Dameru Putri Utama beralamat di Nunukan, serta dua kantor di Jakarta. Sedangkan PT Rashmico Prima berkantor cabang di Nunukan, kemudian memiliki kantor di Tanjung Selor, Bulungan dan Balikpapan.
“Kami sudah berupaya mencari, ternyata kantor ini tidak bertuan,”katanya.(noe)

Jumat, Januari 09, 2009

Mantan Kepala Bapedalda Belum Jadi Tersangka DAK-DR

NUNUKAN- Mantan kepala Badan pengendalian dampak lingkungan (Bapedalda) Nunukan, Aseng Gusti Nuch, bisa sedikit bernafas lega. Meskipun dalam sejumlah dugaan korupsi di Nunukan, pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dijadikan tersangka karena dinilai sebagai penanggungjawab, namun dalam dugaan korupsi dana alokasi khusus dana
reboisasi (DAK-DR), direktur PDAM Nunukan tersebut sementara belum dimintai pertanggungjawabannya.
Jaksa penyidik kejari Nunukan, Satria Irawan mengatakan, dari hasil penyidikan, belum ditemukan adanya alasan untuk menjadi Aseng sebagai tersangka.
“Sementara ini memang belum, karena kami belum menemukan alasan untuk meminta pertanggungjawaban dari dia,”kata Satria, hari ini.
Penyidik kejaksaan negeri Nunukan, Selasa (23/12) lalu secara resmi menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi DAK-DR. Ketiganya yakni mantan pimpro kegiatan, Nazaruddin Semad, kuasa direktur PT Dameru Putri Utama, Teddi Wiliam dan kepala cabang PT Rashmico Prima Nunukan, Djunaidi. Namun, dua nama terakhir hingga kini masih buron.
“Sementara baru tiga ini yang kami jadikan tersangka,”katanya.
Satria mengatakan, dalam proyek itu, Nazaruddin dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab. Sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka, terkait jabatannya selaku pimpinan proyek kegiatan reboisasi pada Bapedalda Kabupaten Nunukan.
“Dalam hal ini, dia bertindak sebagai penanggungjawab kegiatan tersebut,”jelas Satria.
Proyek itu, dikerjakan kontraktor PT Dameru Putri Utama dan konsultan pengawas PT Rashmico Prima.
Namun, Satria mengatakan, dalam realisasinya diduga telah terjadi tindak pidana korupsi pada kegiatan DAK-DR tahun 2001-2002 yang menelan anggaran hingga Rp1,9 miliar itu.
“Kami melakukan penyelidikan hingga penyidikan, dengan berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),”katanya.
Dari hasil temuan itu diketahui, seluas 300 hektar lahan ternyata tidak ditanami tanaman reboisasi.
Satria mengungkapkan, lahan ratusan hektar itu terletak di kampung Tator, Pulau Nunukan.
“Jadi saat itu lahan tersebut ternyata tidak ditanami, sehingga diduga menimbulkan kerugian keuangan negara,”katanya.(noe)

Kamis, Januari 08, 2009

Penahanan Tersangka Korupsi Dinilai Tak Prosedural

NUNUKAN- Sejumlah pihak di Nunukan mempertanyakan penahanan para tersangka dugaan korupsi yang dinilai telah menyalahi aturan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Sebab, penyidik kejari Nunukan menahan tersangka di lembaga pemasyarakatan
sama seperti terpidana.
“Padahal di KUHAP dijelaskan, tersangka di tahan di rumah tahanan negara. Kalau digabung dengan terpidana, apakah itu tidak menyalahi aturan?,”tanya seorang warga, lewat pesan singkat kepada korankaltim.
Menanggapi hal itu, jaksa penyidik Kejari Nunukan, Satria Irawan mengakui, selama ini pihaknya menahan para tersangka di Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.
Memang penahanan itu diatur pada pasal 22 ayat (1) KUHAP dimana disebutkan, tersangka di tahan di rutan, penahanan rumah, atau penahanan kota.
“Tapi yang perlu kami luruskan, Lapas Nunukan itu fungsinya ganda. Selain sebagai lapas, juga berfungsi sebagai rutan,”katanya.
Ia mengatakan, rutan tak hanya ada di kantor polisi dan kejagung. Namun, juga merangkap di lapas.
“Jadi tidak masalah napi dan tersangka di tahan di sana,?katanya.
Yang jelas, kata Satria, perlakuan antara terpidana dan tersangka, jelas berbeda. Tersangka ini tidak satu sel dengan terpidana. Walau sama-sama di lapas sana, mereka harus terpisah,”katanya.
Selain itu, ada perbedaan perlakuan antara tersangka korupsi ini dengan narapidana yang proses hukumnya telah berkekuatan tetap.
“Kalau napi itu, sudah diberikan kegiatan-kegiatan untuk bekal saat mereka keluar dari lapas. Mereka sudah dibekali keterampilan,?sambung Kajari Nunukan,”Suleman Hadjarati.
Penahanan para tersangka di Lapas Nunukan ini wajib dilakukan.
“Waktu lapas belum ada, memang tersangka kami titip di rutan Polres Nunukan. Tapi setelah lapas itu ada, kami wajib menitipkan disana. Lagipula, di lapas tersangka bisa lebih bebas berolahraga dan beribadah di masjid,”katanya.
Ia mengatakan, penitipan tersangka ini di rutan dilakukan selama proses penyidikan hingga peradilan.
“Kalau sudah ada putusan tetap, itu ditempatkan di lapas. Lapas itu bukan penghukuman tapi pembinaan, harkat martabatnya bagaimana, supaya bias berbaur,”ujarnya.(noe)

Rabu, Januari 07, 2009

Vonis Dugaan Korupsi Amdal, Diterget Bulan Depan

NUNUKAN- Nasib dua terdakwa dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, baru bias diketahui akhir bulan depan. Lewat putusannya, majelis hakim (MH) memberikan penilaian apakah mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi bersalah atau dibebaskan.
“Saya perkirakan putusannya sudah dibacakan majelis hakim pada pertengahan atau akhir bulan depan,”kata Satria Irawan, salah seorang jaksa penuntut umum (JPU) kasus itu.
Satria mengatakan, pada Senin pekan depan pihaknya kembali memanggil satu saksi yang belum sempat memberikan keterangannya yakni mantan ketua panitia lelang, Rahmad. Rahmad sendiri, hingga kini entah menghilang kemana.
“Yang pasti sudah lebih tiga kali kami panggil, tapi tidak datang. Kami tidak tahu alamatnya dimana,”kata Satria.
Satria mengatakan, mengingat pentingnya keterangan saksi yang pernah disampaikan saat penyidikan lalu, jaksa akan menggunakan pasal 162 KUHAP agar diperkenankan membaca BAP dalam persidangan itu.
Selain Rahmad, pada sidang itu, JPU juga akan menghadirkan Thoyib sebagai saksi terdakwa Hasan Basri. Begitu juga sebaliknya.
Hingga kini, baik terdakwa maupun penasehat hukumnya belum pernah memberitahukan kepada JPU, jika akan menghadirkan saksi maupun ahli meringankan dalam kasus itu.
Namun Satria menegaskan, dari keterangan belasan saksi sebelumnya, pihaknya yakin jika kedua terdakwa itu akan divonis bersalah.
“Kami optimis dapat membuktikan perbuatan kedua terdakwa. Fakta persidangan sudah cukup,”katanya.
Setelah pemeriksaan saksi, selanjutnya JPU akan menyampaikan tuntutan. Disusul pledoi, replik, duplik dan diakhiri putusan MH.
JPU dalam dakwaannya, mendakwa kedua pelaku dengan pasal berlapis. Pada dakwaan primer, baik Hasan maupun Thoyib didakwa melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara dalam dakwaan subsider, JPU menjerat terdakwa dengan menggunakan pasal 3 undang-undang tersebut.(noe)

Selasa, Januari 06, 2009

Polres Nunukan Hanya Memeriksa Saksi-Saksi

NUNUKAN- Kapolres Nunukan AKBP Purwo Cahyoko mengatakan, pihaknya hanya
diperintahkan Propam Polda Kaltim untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang diduga ada kaitannya dengan perkara anggota Tipikor Polda Kaltim.
Kedua anggota polisi itu menjadi terperiksa karena diduga telah berangkat ke Tawau, Malaysia, saat melakukan pemeriksaan sejumlah dugaan korupsi di dinas pekerjaan umum Nunukan.
"Pemeriksaan yang dilakukan, untuk membuktikan benar atau tidak anggota tipikor tersebut ke Tawau. Siapa saja yang mendampingi dan apa saja bukti-buktinya. Kami juga mencari bukti tiket, pass cap imigrasi serta menginap di hotel mana. Kalau untuk ungkap suap kami (Polres Nunukan) tak dapat perintah,"kata, hari ini.
Menurut Kapolres, dalam pemeriksaan itu Polres Nunukan sudah memeriksa 18 orang saksi untuk dimintai keterangan dan melengkapi bukti-bukti.
Yang menjadi saksi diantaranya kepala dinas PU Nunukan, Abdul Azis Muhammadiayh, kasubdin bina marga Khotaman, kontraktor, saksi hotel dan saksi yang melihat saat dua anggota tipikor tersebut naik ke kapal.
"Berkas-berkas pemeriksaan sudah kami serahkan ke provoost Polda Kaltim saat melakukan supervisi ke Nunukan pada 14 Desember 2008. Segala bukti-bukti mengenai adanya anggota tipikor ke Tawau juga disertakan,"ujarnya.
Pada kesempatan itu Kapolres menegaskan, dalam pemberitaan dimedia massa, ia tak pernah menyebutkan jika kedua oknum anggota tipikor Polda Kaltim itu menerima suap dari kepala dinas PU Nunukan.
"Saya tidak pernah membuat pernyataan seperti headline berita koran kaltim, Kepala PU Suap Polisi. Tapi kalau isi beritanya sudah tidak masalah,"kata Kapolres.
Kapolres mengatakan, dirinya perlu meluruskan judul berita tersebut karena seakan-akan dia mengatakan hal itu.
Akibat berita itu, sebutnya, selain mendapatkan laporan dari Dewan Penasehat LSM Pemerhati Lingkungan dan HAM, Jamhari Ismail, dirinya juga mendapat somasi dari M Hasoloan Sinaga selaku kuasa hukum Khotaman.
"Karena mendapatkan tembusan saya harus menjawab dan meluruskan supaya tidak salah komunikasi. Saya juga sudah memberikan surat balasan pada kedua belah pihak yang berisi tanggapan dari kapolres Nunukan," katanya.
Sekedar mengingatkan kembali, pada edisi 11 Desember 2008, Kapolres dalamwawancaranya kepada korankaltim, menyebutkan, unit P3D Polres Nunukan telah memeriksa kepala dinas PU Nunukan, Abdul Azis Muhammadiyah, kasubdin Bina Marga, Khotaman dan kasubdin pengairan, Sofyang. Ketiganya diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menyebabkan dua anggota tipikor Polda itu, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolres mengatakan, pihaknya dimintai Propam Polda Kaltim untuk memeriksa saksi-saksi terkait kasus penyuapan atau gratifikasi itu.
"Nanti perkara itu berkasnya kita kirim ke Polda. Karena mereka kalau ke sini, biayanya terlalu mahal. Untuk efektifitasnya dilimpahkan ke Polres Nunukan, khusus untuk (pemeriksaan) saksi- saksi,"jelasnya.
Sedangkan pemeriksaan dua anggota tipikor Polda yang telah ditetapkan sebagai tersangka, pemeriksaan langsung dilakukan Propam Polda Kaltim.
"Tersangkanya dua anggota kita yang menerima. Sementara lingkup prosesnya masih disiplin dan mungkin nanti kode etik,"katanya.
Menurutnya, Polres tidak diberikan kewenangan meningkatkan status saksi yang diperiksa.
"Kami hanya diperintahkan memeriksa saksi, kalau peningkatan status saksi menjadi tersangka, itu nanti di polda,"katanya.
Kapolres sendiri belum mau membeberkan siapa sebenarnya yang memberi gratifikasi terhadap anggota polisi itu.
"Saya belum dapat laporan hasil dari pemeriksaan unit P3D. Nanti semua sudah diperiksa baru kita simpulkan,"katanya.(noe)

Senin, Januari 05, 2009

Teror Santet Disidang Terdakwa Amdal

Dizaman serba modern, santet menyantet ternyata tak juga ditinggalkan. Tak terkecuali saat berlangsungnya persidangan dengan terdakwa dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal. Tujuannya tidak lain, agar bias mempengaruhi keputusan majelis hakim.

Niko Ruru, Nunukan

Seorang pengunjung sidang, sibuk membacakan sesuatu. Entah mantra apa yang meluncur dari mulutnya.
Sedangkan salah seorang terdakwa, sambil mulutnya komat-kamit, salah satu tangannya sibuk menggerak-gerakkan tasbih yang dipegangnya.
Yang jelas, saat berlangsungnya sidang dugaan korupsi dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi, nuansa mistis begitu kentara.
Hal itu juga yang sempat dirasakan, Muhammad Askari, staf kementrian Negara lingkungan hidup, yang menjadi ahli pada persidangan sekitar tiga minggu lalu.
"Hati-hati saja, ada yang lain nih,"kata Askari, mengingatkan sejumlah jaksa.
Dideretan bangku jaksa penuntut umum, sejumlah jaksa terlihat lemas tak bersemangat.
"Ada pawang,"salah seorang jaksa menuliskannya disecarik kertas untuk diberikan ke jaksa lainnya.
"Memang ada orang pintar, tapi dia memantau dari jauh. Bukan di Nunukan,"kata salah seorang sumber.
"Wah benar-benar, bawaannya cuma ngantuk aja. Pikiran jadi tidak konsentrasi di ruangan sidang,"kata jaksa.
Siapa sebenarnya yang meniupkan santet selama berlangsungnya sidang ini?, "Saya tidak perlu begitu (santet,red), saya yakin Allah pasti akan membalas. Lihat saja apa balasan buat orang-orang yang mendzolimi saya,"kata Thoyib, terdakwa kasus itu.
Satria Irawan, salah seorang jaksa kepada koran kaltim mengatakan, dirinya tidak pernah gentar dengan santet yang dihembuskan pihak-pihak tertentu.
"Saya tidak takut kalau masalah itu. Yang pasti saya hanya mengembalikan kepada yang diatas,"kata Satria, yang mengaku belum pernah mendapatkan teror santet.
"Saya juga tidak pernah diancam santet,"kata jaksa lainnya Gusti Hamdani.
Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati mengatakan, merupakan hak siapa saja untuk berikhtiar.
"Memang itu perlu. Kami juga ikhtiar, cuma caranya beda-beda. Kami memohon kepada Allah,"ujarnya.
Menurut Suleman, menghadapi santet dari pihak lain, tidak perlu dibalas dengan cara yang sama.
"Kami ritualnya hanya menyembah Allah, se khusuknya, tapi sedikitpun tidak terbawa pemikiran lain. Itu juga tata cara,"ujarnya.
Suleman sendiri merasa belum pernah terkena santet itu.
"Semuanya datang dari Allah, kita punya keimanan, ketaqwaan harus, wajib sifatnya. Kalau percaya hal lainnya, itu musyrik, menduakan Allah"ujarnya.
Menurutnya, sebagai yang menghidupkan maupun mematikan umat-Nya, tentunya Allah sudah memiliki rencana.
"Tetapi kita tidak mencari kematian. Kalau dia buat ritual, untuk apa itu?, siapa yang mau disantet?,"tanya dia.(***)

Minggu, Januari 04, 2009

Sidang Dugaan Korupsi Amdal Kembali Digelar Besok

NUNUKAN- Sempat tertunda hampir tiga pekan, sidang dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, dengan terdakwa mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantuan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budihariyadi, Senin (5/12) besok, kembali digelar di pengadilan negeri Nunukan.
Sebenarnya, dalam jadwal yang ditetapkan majelis hakim (MH), persidangan digelar setiap Senin. Hanya saja karena salah seorang hakim menjalani cuti, sehingga sidang tak bisa dilanjutkan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kasus itu, Satria Irawan mengatakan, dalam sidang kali ini pihaknya akan menghadirkan saksi pamungkas, yakni Herlina.
"Tinggal Herlina saja yang akan kami hadirkan,"kata Satria, hari ini.
Herlina disebut-sebut sebagai saksi kunci yang sengaja dihadirkan JPU untuk membuktikan perbuatan kedua terdakwa seperti dalam dakwaan JPU.
Saat peristiwa dugaan korupsi terjadi, Herlina menjabat sebagai kasubsi rencana kegiatan lingkungan/rencana pengelolaan lingkungan (RKL/RPL).
Herlina sebelumnya telah dimasukkan daftar cekal.
Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya memang sempat melakukan pencekalan terhadap Herlina, salah seorang pejabat Bapedalda yang dinilai berpotensi menjadi tersangka
kasus pembuatan dokumen Amdal.
"Waktu itu kami mengantisipasi, karena dia juga bisa berpotensi, supaya kami tidak kecolongan. Begitu kami gali lebih jauh, ternyata sementara ini belum,"ujarnya.
Sementara itu, tokoh pemuda Nunukan, Agus Mahesa mengatakan, jika dalam persidangan ternyata Herlina diduga kuat ikut terlibat dalam kasus itu, harusnya jaksa berani mengambil tindakan tegas dengan meminta pertanggungjawaban hukum yang bersangkutan.
"Karena Herlina bersama-sama kedua terdakwa, diduga ikut menyusun rencana kegiatan Amdal itu,"katanya.
Namun sebaliknya, jika keterangan Herlina termasuk saksi-saksi menunjukkan mereka tidak bersalah, jaksa juga harus berani menuntut bebas kedua terdakwa.(noe)

Jumat, Januari 02, 2009

Oknum Polisi Disidik Kesatuannya Sendiri

TEMPO Interaktif, Balikpapan: Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur melimpahkan berkas penyidikan kasus oknum polisi penerima suap ke Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah Kalimantan Timur.
Penyidikan kepada para oknum polisi ini menunjukan adanya dugaan pelanggaran berat. “Sudah saya limpahkan ke Bagian Reserse dan Kriminal Polda Kalimantan Timur,” kata Kepala Bidang Propam Polda Kalimantan Timur, Komisaris Besar Yoyok Subagyo, Jumat (2/1).
Yoyok mengaku telah menerapkan seluruh prosedur mulai dari penyidikan hingga pelaksanaan sidang disiplin kepolisian. Dari sekian proses tersebut oknum polisi bersangkutan diduga kuat melakukan pelanggaran berat dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Yoyok, oknum polisi ini terancam dengan ketentuan hukuman tindak pidana umum Undang Undang Antikorupsi tentang Suap. Mereka bisa diperlakukan seperti halnya tersangka korupsi lainnya.
Namun demikian kewenangan penanganannya, kata Yoyok, sepenuhnya dipegang Reskrim Polda Kalimantan Timur. Propam hanya sebatas menentukan ada tidaknya pelanggaran yang telah dilakukan oknum polisi tersebut. “Sekarang tinggal Reskrim saja, mau tidak menindak anggotanya sendiri,” ujar dia.
Direktur Reskrim Polda Kalimantan Timur, Komisaris Besar Arif Wicaksono mengatakan, telah membebastugaskan kedua oknum polisi yang ditengarai terlibat dengan terlapor kasus korupsi di Nunukan. Dia sedang menyidik keterlibatan kedua anggotanya dalam kasus ini. “Sudah dibebas tugaskan,” tutur Arif.
Namun dalam hasil penyidikan sementara ini menunjukan bahwa keduanya hanya sedang menjalankan tugas penyelidikan atas dugaan kasus korupsi di Nunukan. Belum ada temuan pelanggaran berat seperti laporan Nusantara Coruption Watch. “Belum ada temuan pelanggaran," katanya.
Nusantara Coruption Watch melaporkan oknum polisi terkait tindak pidana korupsi Reskrim Kalimantan Timur yang diduga melanggar prosedur saat menjalankan tugas penyelidikan di Nunukan. Mereka adalah Ajun Komisaris Achmad Panani Eko Sik dan Brigadir Yusuf.
NCW mencurigai, oknum polisi ini kompromi dengan terlapor dugaan korupsi yaitu Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nunukan. "Mereka melakukan pemeriksaan di Nunukan, tapi menggunakan fasilitas Pemerintah Kabupaten Nunukan.
"Bahkan mereka jalan-jalan ke Tawau (Malaysia) bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nunukan," ujar Ketua NCW, Taufiqqurahman. Dialah yang sebelumnya melaporkan dugaan suap (gratifikasi) sebesar Rp 178 juta di tubuh Dinas Pekerjaan Umum Nunukan ke Direktorat Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur.
Dugaan adanya tindak pidana korupsi tersebut sehubungan proyek pembangunan jalan di Kecamatan Sebatik dan Sebatik Induk di Kabupaten Nunukan oleh CV Surya Lestari.
Sebelumnya, Kepala Satuan Tindak Pidana Korupsi Polda Kalimantan Timur, Ajun Komisaris Besar Ahmad Suyadi menyatakan anak buahnya sebatas menjalankan tugas penyelidikan di Nunukan.
Kalaupun harus ke Tawau bersama saksi, katanya merupakan pengembangan penyidikan kasus-kasus lainnya. "Mumpung di Nunukan mereka memeriksa kasus-kasus lain," paparnya.
Oleh sebab itu Suyadi membantah ada kesalahan prosedur penyelidikan yang telah dilakukan anak buahnya. Malahan, dia balik menuding laporan dugaan suap di Nunukan tidak lengkap sehingga menyulitkan kepolisian.
"Hasil sementara tidak ditemukan pelanggaran," ucap Suyadi.
S.G. WIBISONO

KPK Didesak Supervisi Alihfungsi Lahan di Nunukan

NUNUKAN- Kejaksaan tinggi Kaltim dinilai kurang serius menuntaskan dugaan korupsi penyimpangan alihfungsi lahan yang terjadi di Nunukan. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak melakukan supervisi terhadap kasus tersebut.
Ketua LSM L-Heirindo, Mansyur Gecong mengungkapkan, sudah dua kali kasus alihfungsi lahan itu masuk ke Kejati Kaltim. Namun belum ada tanda-tanda jika kasus itu segera dituntaskan.
"Karena kasus ini stagnan penanganannya, sudah saatnya KPK melakukan supervisi dan mengambil alih dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian ijin itu,"kata Mansyur, hari ini.
Mansyur mengatakan, alihfungsi lahan yang terjadi di Nunukan, tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Sumatera.
"Tapi kenapa KPK tidak mau menangani kasus ini?,"tanya dia.
Koordinator Indonesia Guard Jakarta, A Rahmad Kusuma bahkan memprediksi, kasus yang terjadi di Sumatera, hanya 10 persen dari kasus alihfungsi yang terjadi di Nunukan.
Rahmad mengatakan, selain terhadap 23 perusahaan perkebunan, alihfungsi lahan juga terjadi untuk pembangunan fisik termasuk jalan.
"Alihfungsi lahan itu dilakukan tanpa ada persetujuan menteri,"ujarnya.
Kasus itu sudah berkali-kali dilaporkan ke KPK. Hanya saja mental, dan diteruskan ke Kejati Kaltim.
"Kami kecewa atas kinerja Kejati Kaltim yang sangat lamban menyelesaikan kasus ini"kata Mansyur.
Sebelumnya, lewat surat yang ditandatangani Deputi bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat KPK, Handoyo Sudradjat, dengan nomor R-3131/40/VIII/2008, KPK telah meminta kepala kejaksaan tinggi Kalimantan Timur di Samarinda untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut.
?Dalam kasus itu ada dugaan penyimpangan dalam penerbitan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK)dengan mengalihfungsikan kawasan hutan dari kawasan budidaya kehutanan (KBK) menjadi kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) yang ditanami kelapa sawit di Nunukan, bunyi surat itu.(noe)

Kamis, Januari 01, 2009

Kejari Nunukan Juga Incar Sejumlah Pembebasan Tanah

NUNUKAN- Pengadaan tanah pemerintah yang tidak prosedural, ternyata bukan hanya terjadi saat pembebasaan tanah seluas 62 hektar, di Sungai Jepun, tahun 2004 lalu.
Disinyalir, masih ada beberapa tanah yang sudah diganti rugi, padahal statusnya masih tanah negara.
Hal itu diperkuat pernyataan sejumlah anggota panitia 9 Pemkab Nunukan yang menyebutkan, hampir semua tanah-tanah yang pernah dibebaskan, statusnya masih berupa surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT).
Padahal, jaksa menilai, SPPT bukanlah alas hak sehingga pembebasannya cukup dengan SK bupati bukan melalui penitia pengadaan tanah.
"Kalau tanah yang dibebaskan masih statusnya SPPT, berarti ada potensi pelanggaran hukum. Mereka (panitia 9,red) mengatakan SPPT itu sebagai alas hak. Siapa yang mau mengatakan itu?, karena alas hak sudah tercantum dalam UUPA nomor 05/1960,"jelas Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati, hari ini.
Suleman mengatakan, sebagai negara hukum, tentunya didalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahnya harus menurut aturan hukum.
"Sehingga yang menjadi pedoman adalah hukum. Diantaranya itu mengenai pemanfaatan tanah yang harus mengikuti aturan,"katanya.
Apakah kejari juga akan melakukan penyelidikan terhadap sejumlah pembebasan tanah yang bermasalah?,
"Kalau memang ada, kita lihat saja. Kami tidak mengarang-ngarang. Seperti tata cara ganti rugi untuk kepentingan umum, itu sudah cukup jelas. Ada aturannya, implementasinya dalam Keppres 55/1994 sangat jelas,"kata Kajari menjawab pertanyaan korankaltim.
Menurutnya, apa yang disebut tanah alas hak dan apa saja yang bisa dibebaskan panitia 9, semuanya sudah tercantum dalam berbagai aturan, termasuk SK menteri agraria/ kepala BPN.
"Bagaimana penyelenggarannya sudah diatur. Jadi bukan hanya mau kami saja, disini peran BPN sangat menentukan. Bagaimana mereka memberikan penyuluhan, sosialisasi sehingga masyarakat menjadi mengerti,"katanya.(noe)