Jumat, Desember 12, 2008

Azis Juga Tersangka Kasus Percetakan Sawah Sembakung

Mengikuti Jejak Dua Anggota Polda Yang Tersangkut Kasus Suap

Mencuatnya kasus penyuapan yang dilakukan oknum pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Nunukan, membuka sekelumit rahasia di dinas yang dipimpin Abdul Azis Muhammadiyah. Bukan tidak mungkin kasus suap ini sudah berkali-kali dilakukan. Sejumlah kasus di dinas PU Nunukan yang ditangani aparat, mental tak jelas juntrungnya.

Niko Ruru, Nunukan

Senin 3 November, sebuah mobil mewah warna hitam milik kasubdin bina Marga, Khotaman meluncur ke kantor camat Nunukan. Dua anggota tipikor Polda Kaltim, menjadi penumpang di kendaraan tersebut.
Dengan didampingi kasubdin pengairan Sofyang, keduanya melengkapi berbagai persyaratan untuk membuat kartu tanda penduduk (KTP) Nunukan. Identitas ini salah satu persyaratan untuk bisa mendapatkan pas lintas batas (PLB).
"Ini keluarga saya,"kata Sofyang, saat memperkenalkan kedua anggota polisi itu kepada camat Nunukan, Sabri Syukur.
Kedua anggota polisi itupun kemudian merubah identitas menyangkut pekerjaannya. Di KTP, keduanya mencantumkan pekerjaan swasta meskipun tanpa mengubah nama aslinya.
Begitu KTP telah selesai, selanjutnya kedua anggota ini menuju kantor Imigrasi Nunukan, untuk membuat dokumen PLB. Tentu saja masih difasilitasi Khotaman dan Sofyang.
Tanggal 7 November, pertualangan ke Tawau, Malaysia, di mulai. Diatas MV Labuhan Express dua anggota tipikor Polda ini, melaju menuju Tempat tujuan.
Dari manifest kapal diketahui, tiga pejabat ternyata menemani dua anggota polisi tersebut. Nomor kursi diatas kapal masing-masing 58, 59, 60, 62 dan 63.
Dari dokumen PLB pula diketahui, pemilik PLB W 509799 milik Muhammad Arief Panani (34) sedangkan PLB W 496266 milik Yusuf (31). Keduanya merupakan anggota tipikor Polda Kaltim.
Di Tawau kedua anggota polisi ini langsung ditemani kepala Dinas PU Abdul Azis Muhammadiyah, Khotaman dan Sofyang.
Setelah menempuh perjalanan laut sekitar satu jam, Kelimanya ini menginap di Hotel Hetrik, Tawau. pertualanganpun berlangsung hingga tanggal 9 kemudian.
Aktifis LSM Lingham Jamhari Ismail, yang melaporkan kasus suap itu menyebutkan, saat berada di Tawau, dua anggota polisi ini sebenarnya sempat menjadi incaran polis Diraja Malaysia.
"Kebetulan saya kenal dengan Kapolwil disana. Saya langsung kontak, supaya keduanya ditangkap,"kata Jamhari.
Hanya saja, Jamhari tak tak tahu persis perkembangan disana.
Jamharipun melaporkan kasus itu ke Mabes Polri termasuk Propam Polda Kaltim.
Keduanya akhirnya ditetapkan sebagai tersangka sedangkan tiga pejabat ini di periksa di Polres Nunukan dalam kapasitas sebagai saksi kasus penyuapan.
Seluruh dokumen keimigrasian kedua polisi itu telah disita dari kantor Imigrasi Nunukan.
Arif dan Yusuf sebenarnya ditugasi melakukan pemeriksaan dugaan korupsi pembangunan jalan alternatif Sembakung-Lumbis yang merupakan limpahan kasus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, keduanya juga memeriksa pembangunan jalan dan slip setoran dari kontraktor yang masuk ke rekening dinas Pekerjaan Umum Nunukan.
Menurut sumber koran kaltim, ada sejumlah uang yang disetorkan ke rekening dinas PU antara lain Rp500 juta dari PT A, Rp700 juta dari PT AK, kemudian PT SC senilai Rp400 juta, PT P sebesar Rp500 juta sedangkan CV SL sebesar Rp178 juta.
Atas laporan Jamhari itu, sepulangnya ke Balikpapan, dua anggota tipikor ini langsung menjalani pemeriksaan hingga akhirnya di tetapkan sebagai tersangka.
Tabir dugaan suap ini mengundang kecurigaan dari sejumlah masyarakat di Nunukan. Wakil ketua DPRD Nunukan, Abdul Wahab Kiak mengatakan, bisa saja sebelumnya suap seperti ini juga dilakukan dinas PU Nunukan terhadap aparat.
"Kalau tidak ada kebohongan, untuk apa melakukan suap. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga,"katanya.
Abdul Azis Muhammadiyah memang bisa dibilang piawai dan beruntung. Bayangkan saja, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan illegal logging dalam kasus percetakan sawah di Sembakung, namun kasusnya hingga kini masih menggantung.
Ia belum pernah menjalani penahanan, padahal dalam kasus yang sama, tersangka lainnya direktur PT Tuberki, Ayang Effendi sempat menjalani hukuman badan hingga tiga bulan.
Berkas perkara Ayang berkali-kali dikembalikan Kejari Nunukan, karena tidak cukup kuat alasan untuk memproses lebih lanjut.
"Secaa materiil, alat bukti masih kurang,"kata Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati.
Anehnya, meskipun Azis telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik polres Nunukan, namun berkas perkaranya tidak pernah masuk ke kejaksaan.
"Bagaimana mau P-21 (dinyatakan lengkap) sedangkan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) saja belum pernah kami terima,"lanjut Suleman.
Dari catatan koran kaltim, Azis Muhammadiyah, tanggal 30 November 2005 mengeluarkan surat penunjukan pelaksanaan pekerjaan kepada PT Tuberki untuk melakukan pekerjaan pembangunan jaringan irigasi dan percetakan sawah desa Atap, Kecamatan Sembakung.
Dalam waktu yang bersamaan, Azis juga menandatangani surat perintah mulai kerja (SPMK).
Sebelumnya, dalam kasus tersebut polisi telah menahan direktur PT Tuberki Ayang Efendi. Ayang ditahan karena kegiatan yang dilakukan pada Desember 2005-5 Maret 2007 itu dianggap melanggar pasal 50 ayat (3) huruf ‘e’ Jo pasal 78 ayat (2),(4),(5),(8),(13) UU RI Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
PT Tuberki melaksanakan proyek pekerjaan jaringan irigasi dan percetakan sawah di desa Atap, Kecamatan Sembakung setelah memenangkan tender.
Proyek itu didanai secara multiyears melalui APBD Nunukan tahun 2005 hingga 2010 dengan nilai kontrak Rp29,706 miliar. Adapun waktu pelaksanaan mencapai 1825 hari kalender sejak diterbitkannya SPMK.
Lahan seluas 500 hektar untuk pekerjaan tersebut, 250 hektar diantaranya termasuk dalam kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) sedangkan sisanya masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK). Pekerjaan proyek itu sendiri dilakukan sebelum perubahan status kawasan itu mendapat persetujuan dari pihak berwenang.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini