Minggu, Desember 28, 2008

Camat Nunukan Tolak Tandatangan SPPT

Pembebasan Tanah Ternyata Tak Disertai Dokumen Sah

NUNUKAN- Keterlibatan seluruh anggota panitia 9 dalam dugaan korupsi pengadaaan tanah tahun 2004 lalu, semakin menguat. Sebab, tim yang diketuai bupati Nunukan, Abdul Hafid Ahmad itu ternyata tidak melakukan tugasnya untuk melakukan verifikasi terhadap status tanah itu.
Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati mengungkapkan, surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT) yang dijadikan dasar ganti rugi tanah tersebut, ternyata tidak sah.
"Camat tidak tanda tangan, seharusnya SPPT itu tidak sah. Kenapa (tanahnya) harus dibayar?,"tanya Kajari.
Dari hasil penyidikan, kata Suleman, diketahui jika camat Nunukan kala itu, Rachmadji Sukirno, ragu menandatangani SPPT yang sudah terlebih dahulu ditandatangani lurah Nunukan Selatan, Arifuddin yang telah menjadi tersangka kasus itu.
"Selaku camat dia ragu, karena ini masih tanah negara. SPPT yang bermasalah ini tidak ditandatangani camat, tapi kenapa itu bisa berlaku di Pemda,"katanya.
Arifuddin ditetapkan sebagai tersangka karena jaksa menilai, ia telah melakukan kesalahan fatal, sebab mengeluarkan SPPT tanpa dasar yang kuat.
"Harusnya SPPT tidak diterbitkan,"ujar Suleman.
Ihwal munculnya kasus tanah ini bermula dari rencana pemkab Nunukan, untuk membebaskan lahan seluas 62 hektar yang terletak persis di depan kantor bupati Nunukan, Sungai Jepun.
"Kemudian ada spekulan tanah yang menemui orang yang menguasai tanah itu, dalam hal ini Makmun. Oleh spekulan itu, tanahnya kemudian diuruskan SPPT. Padahal sebelumnya sama sekali tidak punya dokumen apa-apa, hanya pengakuan,"ujarnya.
Pengakuan itu berbentuk skep, itupun luasnya hanya 8 hektar, bukan 62 hektar.
"Skep itu tidak diakui negara. Itu bukan tanda bukti,"katanya.
Skep tersebut atas nama M Yusuf yang dikeluarkan tahun 1981.
"Yang pasti bukan pemerintah yang mengeluarkan skep itu, dari BPN juga bukan. Tidak tahu siapa yang mengeluarkan,"katanya.
Dengan kondisi demikian, katanya, harusnya Arifuddin tidak boleh mengeluarkan SPPT, sebab tidak ada pendukungnya.
Diuraikannya, untuk pengurusan SPPT mestinya ada pendukung berupa keterangan hak garap.
"Nah hak garap ini yang belum pernah dimiliki,"ujarnya.
Menurutnya, ada aturan dari menteri dalam negeri, untuk pengaturan hak garap, camat hanya bisa mengeluarkan 2 hektar kemudian bupati seluas 10 hektar. Selanjutnya 50 hektar menjadi wewenang gubernur selebihnya wewenang menteri.
"Kalau 62 hektar harusnya menteri yang mengeluarkan hak garapnya,"katanya.
Mestinya, kata Suleman, ada sertifikat tanah sebagai bukti alas hak, yang dijadikan dasar bagi panitia 9 untuk membebaskan tanah.
"Kenyataannya kan sertifikat tidak ada, SPPT juga tidak sah. Harusnya tanah itu tidak dibebaskan,"ujarnya.
Menurutnya, SPPT bukanlah alas hak melainkan salah satu syarat untuk mengajukan permohonan sertifikat tanah.
"Hekekatnya, itu semua tanah negara. Jadi sewaktu-watu hak milik itu bisa diambil, makanya disini ada penggantian,"katanya.
Namun, jika tanah itu belum alas hak, penggantiannya cukup dengan SK bupati bukan melalui panitia pengadaan tanah.
"Ini kan dasarnya menggunakan SPPT yang dibuat tahun 2001. Kemudian tahun 2004 sudah diganti rugi karena dinilai sebagai hak milik. Apakah SPPT sudah merupakan alas hak?, apalagi SPPT itu tidak sah,"katanya.(noe)

2 komentar:

  1. NUNUKAN- Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Suleman Hadjarati menegaskan, penitia pengadaan tanah tidak perlu dibentuk, jika tanah yang akan dibebaskan ternyata bukan alas hak. Sehingga, jika tanah masyarakat yang akan dibebaskan ternyata hanya dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT), pengadaannya cukup dengan SK bupati bukan melalui tim 9 pengadaan tanah.
    “Intinya panitia pengadaan tanah tahun 2004 itu seharusnya tidak perlu dibentuk, karena tanah yang dibebaskan masih tanah negara,”kata dia.

    “Panitia 9 itu tugasnya untuk ganti rugi tanah yang sudah ada alas haknya. Kalau terhadap tanah negara, kebijakannya dengan cara memberikan kerohiman atau pengusuiran. Kalau tanah negara, tidak perlu ganti rugi cukup dengan SK bupati,”katanya.
    Suleman memberikan contoh, pengadaan tanah di kota-kota besar seperti di Jakarta, hanya dilakukan lewat pengusiran jika status tanahnya masih milik negara.
    “Pembebasan tanah dimana-mana itu sama. Apa bedanya dengan yang di rel-rel kereta api, mereka cuma diusir tanpa penitia pengadaan tanah. Kalau kita berpedoman, demikian aturannya. Kecuali ada aturan tersendiri yang bisa digunakan, yang jelas yang saya tahu aturannya begitu,”ujarnya.

    Sebenarnya, kata Suleman, inti perkara kasus tanah ini, yakni panitia 9 ini harusnya tidak dibentuk.
    “Ini statusnya tanah negara, Pemkab Nunukan bisa langsung melakukan pengusiran. Cukup SK bupati untuk pengusiran itu, tidak perlu membentuk panitia 9. Di keppres 55/1993 cukup jelas tugas dan untuk apa tim 9 dibentuk,”katanya.
    Apalagi, pengadaan tanah pada tahun 2004 itu direncanakan untuk ruang terbuka hijau.
    “Apakah dalam Keppres itu termasuk klasifikasi kepentingan umum?. Coba dicek, apakah dari sejumlah item yang dimaksudkan dalam Keppres, hal itu juga termasuk?,”ujarnya.
    Suleman menambahkan, jika tidak termasuk 14 item yang dimasudkan dalam Keppres 55/1993, harusnya mengajukan keppres untuk keperluan daerah itu.
    “Kalau ruang terbuka tidak termasuk, jadi kalau itu memang diperlukan, harus minta dibuatkan keppres sendiri,”katanya.

    “Rencananya masih ada lagi yang akan ditahan. Bukan besok, tapi saya lupa tanggalnya. Minggu depan ada lagi, akan terjadi penahanan-penahanan sampai habislah semua mereka-mereka itu,”janjinya.

    Kang ONE : kok yang laenya maseh enak tenang ya ? mana janjinya pak Suleman Hadjarati ?













    NUNUKAN- Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Suleman Hadjarati menegaskan, penitia pengadaan tanah tidak perlu dibentuk, jika tanah yang akan dibebaskan ternyata bukan alas hak. Sehingga, jika tanah masyarakat yang akan dibebaskan ternyata hanya dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT), pengadaannya cukup dengan SK bupati bukan melalui tim 9 pengadaan tanah.
    “Intinya panitia pengadaan tanah tahun 2004 itu seharusnya tidak perlu dibentuk, karena tanah yang dibebaskan masih tanah negara,”kata dia.

    “Panitia 9 itu tugasnya untuk ganti rugi tanah yang sudah ada alas haknya. Kalau terhadap tanah negara, kebijakannya dengan cara memberikan kerohiman atau pengusuiran. Kalau tanah negara, tidak perlu ganti rugi cukup dengan SK bupati,”katanya.
    Suleman memberikan contoh, pengadaan tanah di kota-kota besar seperti di Jakarta, hanya dilakukan lewat pengusiran jika status tanahnya masih milik negara.
    “Pembebasan tanah dimana-mana itu sama. Apa bedanya dengan yang di rel-rel kereta api, mereka cuma diusir tanpa penitia pengadaan tanah. Kalau kita berpedoman, demikian aturannya. Kecuali ada aturan tersendiri yang bisa digunakan, yang jelas yang saya tahu aturannya begitu,”ujarnya.

    Sebenarnya, kata Suleman, inti perkara kasus tanah ini, yakni panitia 9 ini harusnya tidak dibentuk.
    “Ini statusnya tanah negara, Pemkab Nunukan bisa langsung melakukan pengusiran. Cukup SK bupati untuk pengusiran itu, tidak perlu membentuk panitia 9. Di keppres 55/1993 cukup jelas tugas dan untuk apa tim 9 dibentuk,”katanya.
    Apalagi, pengadaan tanah pada tahun 2004 itu direncanakan untuk ruang terbuka hijau.
    “Apakah dalam Keppres itu termasuk klasifikasi kepentingan umum?. Coba dicek, apakah dari sejumlah item yang dimaksudkan dalam Keppres, hal itu juga termasuk?,”ujarnya.
    Suleman menambahkan, jika tidak termasuk 14 item yang dimasudkan dalam Keppres 55/1993, harusnya mengajukan keppres untuk keperluan daerah itu.
    “Kalau ruang terbuka tidak termasuk, jadi kalau itu memang diperlukan, harus minta dibuatkan keppres sendiri,”katanya.

    “Rencananya masih ada lagi yang akan ditahan. Bukan besok, tapi saya lupa tanggalnya. Minggu depan ada lagi, akan terjadi penahanan-penahanan sampai habislah semua mereka-mereka itu,”janjinya.

    Kang ONE : kok yang laenya maseh enak tenang ya ? mana janjinya pak Suleman Hadjarati ?









    NUNUKAN- Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Suleman Hadjarati menegaskan, penitia pengadaan tanah tidak perlu dibentuk, jika tanah yang akan dibebaskan ternyata bukan alas hak. Sehingga, jika tanah masyarakat yang akan dibebaskan ternyata hanya dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan tanah (SPPT), pengadaannya cukup dengan SK bupati bukan melalui tim 9 pengadaan tanah.
    “Intinya panitia pengadaan tanah tahun 2004 itu seharusnya tidak perlu dibentuk, karena tanah yang dibebaskan masih tanah negara,”kata dia.

    “Panitia 9 itu tugasnya untuk ganti rugi tanah yang sudah ada alas haknya. Kalau terhadap tanah negara, kebijakannya dengan cara memberikan kerohiman atau pengusuiran. Kalau tanah negara, tidak perlu ganti rugi cukup dengan SK bupati,”katanya.
    Suleman memberikan contoh, pengadaan tanah di kota-kota besar seperti di Jakarta, hanya dilakukan lewat pengusiran jika status tanahnya masih milik negara.
    “Pembebasan tanah dimana-mana itu sama. Apa bedanya dengan yang di rel-rel kereta api, mereka cuma diusir tanpa penitia pengadaan tanah. Kalau kita berpedoman, demikian aturannya. Kecuali ada aturan tersendiri yang bisa digunakan, yang jelas yang saya tahu aturannya begitu,”ujarnya.

    Sebenarnya, kata Suleman, inti perkara kasus tanah ini, yakni panitia 9 ini harusnya tidak dibentuk.
    “Ini statusnya tanah negara, Pemkab Nunukan bisa langsung melakukan pengusiran. Cukup SK bupati untuk pengusiran itu, tidak perlu membentuk panitia 9. Di keppres 55/1993 cukup jelas tugas dan untuk apa tim 9 dibentuk,”katanya.
    Apalagi, pengadaan tanah pada tahun 2004 itu direncanakan untuk ruang terbuka hijau.
    “Apakah dalam Keppres itu termasuk klasifikasi kepentingan umum?. Coba dicek, apakah dari sejumlah item yang dimaksudkan dalam Keppres, hal itu juga termasuk?,”ujarnya.
    Suleman menambahkan, jika tidak termasuk 14 item yang dimasudkan dalam Keppres 55/1993, harusnya mengajukan keppres untuk keperluan daerah itu.
    “Kalau ruang terbuka tidak termasuk, jadi kalau itu memang diperlukan, harus minta dibuatkan keppres sendiri,”katanya.

    “Rencananya masih ada lagi yang akan ditahan. Bukan besok, tapi saya lupa tanggalnya. Minggu depan ada lagi, akan terjadi penahanan-penahanan sampai habislah semua mereka-mereka itu,”janjinya.

    Kang ONE : kok yang laenya maseh enak tenang ya ? mana janjinya pak Suleman Hadjarati ?

    BalasHapus
  2. iya kok cuman tiga yang dsel yang lain enak dong,,,dan yang 3 harusnya di rugikan karena sama sama bersalah,,,, mana kelanjutanya paksulaimankami warga nunukan mau liat,,,,

    BalasHapus

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini