Senin, Desember 08, 2008

Melihat Aktifitas Pelaku Korupsi di Lapas Nunukan

Dari sejumlah pejabat yang dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan, sebagian diantaranya tak menyangka jika bisa tersangkut kasus korupsi yang berujung penahanan badan.
Thoyib Hariyadi, Simon Sili dan Arifuddin, sama sekali tak habis pikir, tanpa menerima sepeserpun uang hasil korupsi, ternyata harus ikut bertanggungjawab atas miliaran uang negara yang lenyap karena pelanggaran terhadap aturan. Tak heran, Simon dan Arifuddin sempat menangis saat hari pertama dikerangkeng.

Niko Ruru, Nunukan

Sebuah bus milik Pemkab Nunukan meluncur menuju sungai Jepun. Matahari masih terasa menyengat meskipun jam telah menunjukkan pukul 15.00 wita. Ada sekitar 20 orang lebih jemaat gereja Toraja dan Gideon Camp, yang berkunjung ke Lapas Nunukan, hari Minggu itu. Memang pada setiap hari Minggu sore, secara bergantian gereja-gereja di Nunukan datang melayani penghuni lapas yang kebetulan beragama Kristiani.
Setelah memasuki pintu kayu lebar setinggi kurang lebih dua meter, satu persatu pengunjung harus melewati pemeriksaan yang dijaga dua sipir berseragam.
Pengunjung wanita dibiarkan masuk tanpa pemeriksaan yang ketat, sedangkan pengunjung laki-laki harus meninggalkan identitas di meja penjagaan itu.
Empat pintu yang dibatasi jeruji telah kami lalui, tepat di sebuah ruangan berbentuk L yang cukup luas, sejumlah penghuni lapas asyik ngobrol dengan pembesuk yang sebagian besar adalah keluarga mereka.
Di sudut ruangan, terlihat Thoyib Budiharyadi, mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan, Bapdalda Nunukan, ditemani sang istri dan seorang kerabatanya. Thoyib dijebloskan ke lapas karena tersangkut kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal tahun 2006 lalu yang merugikan negara hingga Rp1,5 miliar.
"Saya ini perintis, soalnya saya PNS yang pertama masuk penjara karena kasus korupsi,"kata Thoyib kepada korankaltim yang menghampirinya.
Dengan menggunakan kaos oblong putih bercelana panjang hitam, Thoyib yang bertubuh kecil, hari itu kelihatan agak lusuh.
Ia pun tak canggung menumpahkan keluh kesahnya kepada koran kaltim.
Mulai dari pemberhentiannya dari jabatan sebagai sekretaris Badukcapil, hingga proses hukum yang dihadapinya, semua terluncur bebas dari mulut Thoyib.
"Bagaimaan mungkin saya bisa dijadikan tersangka, sedangkan pada saat proses lelang berjalan saya sudah tidak di Bapedalda lagi. Disidang yang lebih banyak dibahas masalah lelangnya,"ujarnya.
Thoyib juga bercerita tentang rencananya menghadirkan dua ahli untuk mematahkan semua dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di pengadilan.
Sementara disudut ruangan lainnya, Simon Sili yang didampingi istri dan keluarga termasuk ibu dan adiknya, asyik bercanda dengan jemaat yang akan beribadah.
Tak seperti saat baru pertama dijebloskan, hari itu Simon lebih banyak tersenyum saat disapa para pengunjung.
Simon dijadikan tersangka kasus pengadaan tanah tahun 2004, yang diduga merugikan negara hingga RP7 miliar. Sebagai bendahara setkab Nunukan ia dinilai lalai karena telah meloloskan pembayaran uang tanah yang sebenarnya tidak layak dibayarkan.
Sekitar 15 menit berada di ruang besuk, seorang sipir lapas menggiring para jemaat menuju sebuah gereja di dalam lapas tersebut.
Satu pintu jeruji besi lagi harus kami lewat untuk menuju ke geraja itu. Kamipun harus menempuh perjalan sekitar 100 meter untuk menuju tempat tujuan. Gereja itu letaknya tepat di blok tempat para penghuni di sel.
Sejumlah pujian termasuk kesaksian paduan suara bergema di gedung gereja yang berukuran kira-kira 6x6 meter itu. Ada sekitar empat penghuni lapas termasuk Simon Sili, yang mengikuti kebaktian hari itu.
Pdt Aris Pakiding berkenan menyampaikan khotbah dalam ibadah yang juga dihadiri wakil bupati Nunukan Kasmir Foret dan kepala dinas pertambangan dan energi Samuel Parrangan.
Sejumlah sipir berpakaian preman sibuk mengawasi kegiatan itu dari luar gereja, diantara sipir ada juga yang ikut dalam ibadah itu. Tak tampak kesedihan diwajah para penghuni lapas. Bahkan Simon yang duduk bersebelahan dengan sang istri, lebih banyak melempar senyum pada siapapun yang menengoknya.
Ditengah berlangsungnya ibadah itu, sebuah gerobak kayu yang didorong para tamping, mampir di depan pintu blok para penghuni lapas.
Satu persatu nama penghuni dipanggil untuk mendapatkan makanan. Dari situ juga terlihat, jika tidak ada perbedaan antara penghuni lapas. Bahkan pejabat yang menjadi penghuni, juga ikut antri mengambil makanan.
Diblok ini pula, lima pejabat ini tidur berbaur bersama-sama penghuni lainnya. Kala senja, para penghuni lapas dibiarkan keluar dari sel masing-masing untuk berolahraga. Tentunya masih dalam lingkungan lapas tepatnya didalam lingkungan pintu ke enam.
Disaat yang lain sibuk bermain volli, Hasan Basri, terdakwa kasus pembuatan dokumen Amdal justru sibuk mengangkat jemurannya. Panampilannya sore itu sangat sederhana. Hanya menggunakan kaos putih berkerah dan celana pendek. Sehingga tak tampak lagi tampang sebagai orang yang pernah menjabat kepala badan pengendalian dampak lingkungan (Bapedalda).
Matahari mulai tenggelan, ibadahpun selesai. Dari balik jeruji, Thoyib kembali menyapa korankaltim.
"Tulis saja yang keras beritanya. Masa' yang besar-besar tidak ikut masuk penjara,"pesan Thoyib kepada wartawan harian ini.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini