Rabu, Desember 10, 2008

Kepala PU Nunukan Diduga Suap Polisi


NUNUKAN- Diduga terlibat penyuapan terhadap dua anggota polisi tindak pidana korupsi (tipikor) Polda Kaltim, kepala dinas pekerjaan umum (PU) Nunukan, Abdul Azis Muhammadiyah, baru-baru ini diperiksa penyidik di unit P3D Polres Nunukan.
Azis diperiksa sebagai saksi bersama kasubdin Bina Marga, Khotaman dan kasubdin pengairan, Sofyang. Ketiganya ikut terlibat dalam kasus penyuapan yang menyebabkan dua anggota tipikor Polda itu, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolres Nunukan AKBP Purwo Cahyoko mengungkapkan, selain ketiga pejabat dinas PU Nunukan itu, pihaknya juga telah memeriksa sebagai saksi, sejumlah kontraktor.
"Kita membuat surat panggilan, kurang lebih 12 orang. Tapi masih ada yang belum bisa datang karena kesibukannya,"ujarnya kepada wartawan, hari ini.
Kapolres mengatakan, pihaknya dimintai Propam Polda Kaltim untuk memeriksa saksi-saksi terkait kasus penyuapan atau gratifikasi itu.
"Nanti perkara itu berkasnya kita kirim ke Polda. Karena mereka kalau ke sini, biayanya terlalu mahal. Untuk efektifitasnya dilimpahkan ke Polres Nunukan, khusus untuk (pemeriksaan) saksi-saksi,"jelasnya.
Sedangkan pemeriksaan dua anggota tipikor Polda yang telah ditetapkan sebagai tersangka, pemeriksaan langsung dilakukan Propam Polda Kaltim.
"Tersangkanya dua anggota kita yang menerima. Sementara lingkup prosesnya masih disiplin dan mungkin nanti kode etik,"katanya.
Menurutnya, Polres tidak diberikan kewenangan meningkatkan status saksi yang diperiksa.
"Kami hanya diperintahkan memeriksa saksi, kalau peningkatan status saksi menjadi tersangka, itu nanti di polda,"katanya.
Kapolres sendiri belum mau membeberkan siapa sebenarnya yang memberi gratifikasi terhadap anggota polisi itu.
"Saya belum dapat laporan hasil dari pemeriksaan unit P3D. Nanti semua sudah diperiksa baru kita simpulkan,"katanya.
Sebelumnya diberitakan, aktivis LSM Lingham Nunukan, Jamhari Ismail terpaksa melaporkan dua anggota tipikor polda karena diduga menerima suap.
Awalnya, kata Jamhari, dirinya berharap oknum polisi yang datang ke Nunukan itu, menangani kasus dugaan korupsi yang pernah dilaporkannya ke KPK.
“Saya pernah melapor ke KPK, kemudian dari KPK diteruskan ke mabes Polri selanjutnya di turunkan ke Polda Kaltim,”kata Jamhari.
Belakangan, kata dia, diketahui jika oknum tersebut ternyata ditugaskan untuk memeriksa aliran slip ke rekening dinas PU Nunukan, seperti yang dilaporkan LSM NCW Kaltim.
“Makanya saya pantau terus gerak mereka, karena KPK meminta saya memantau terus dimana mereka berada,”katanya.
Dari hasil penelusuran itu, oknum tipikor itu dengan difasilitasi dua kasubdin di dinas PU Nunukan yakni Khotaman dan Sofyang, justru berniat plesir ke Tawau, Malaysia.
“Pak Sofyang ke kantor camat Nunukan dan mengaku itu saudaranya, sehingga terbit kartu tanda penduduk (KTP). Selanjutnya mereka ke imigrasi membuat dokumen, masih saya ikuti terus,”jelasnya.
Jamhari kemudian melaporkannya ke atasan dua oknum anggota tipikor tersebut.
“Akhirnya keduanya sudah diangkut ke Mapolda. Langsung provost Polda yang menangkap. Berkas PLB nya di Imigrasi sudah disita,”jelas Jamhari.(noe)

1 komentar:

  1. Berkas bukti pengurusan PLB untuk kedua anggota Tipikor di Kantor Kecamatan dan Imigrasi Nunukan seprtinya sudah cukup menjadi bukti adanya ketidakberesan antara oknum pejabat PU dan anggota Tipikor.
    Analisa saya, jika ada opini yang dibangun oleh para pelaku suap-menyuap mengenai alasan mereka ke Tawau sebenarnya untuk mengejar Hj. Kartini dan bukan untuk sekedar pesiar, bagi saya merupakan sebuah lelucon yang sangat amatiran.Jika memang untuk urusan intelijen, mengapa tidak secara resmi melapor dulu ke pihak Polisi Malaysia untuk minta izin memasuki negara tetangga tersebut. Bukankah ada aturan yang sangat jelas dan ketat jika ada aparat kepolisian kita yang masuk ke negara Malaysia secara ilegal, bisa dikatagorikan sebagai mata-mata dan berpotensi memperburuk hubungan diplomatik kedua negara?
    Lantas sebegitu hebat dan perlukah sampai seorang Hj. Kartini mesti dikejar ke Tawau? Apalagi menurut pengakuan 2 anggota Tipikor tersebut pada pemeriksaan awal, Hj. kartini dianggap sudah membayarkan ke kas PU perihal kewajibannya mengembalikan uang negara?
    Apalagi yang mau dikejar? Mengapa mesti membuat dokumen imigrasi palsu? Mengapa tidak lewat jalur negara secara resmi?
    Lantas jika ada yang disuap, tentu ada yang menyuap.Kalau 2 anggota Tipikor tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Propam Polda Kaltim, bagaimana mungkin para oknum pejabat di PU bisa lolos dari hukuman? saya sangat berharap kepada Propam Polda Kaltim untuk berlaku adil dalam kasus ini. Intinya, Jika 2 Anggota Tipikor sudah dinyatakan sebagai tersangka karena disuap, seharusnya oknum Dinas PU (Azis, Khotaman, dan Sofyan)juga dijadikan tersangka sebagai penyuap.

    BalasHapus

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini