Selasa, Desember 16, 2008

Pendukung Terdakwa Korupsi Mengamuk, Kantor Kejari Nunukan Mencekam

Polda Kirimkan Dua Peleton Brimob, Antisipasi Kerusuhan

NUNUKAN- Puluhan staf termasuk jaksa Kejari Nunukan, Senin (15/12) sore hingga Selasa dinihari bertahan di kantor, Jl, Ujang Dewa. Mereka harus waspada, untuk menghindari serangan dari sekelompok orang yang diduga sebagai pendukung terdakwa dugaan korupsi pembuatan dokumen Amdal, mantan kepala Bapedalda Nunukan, Hasan Basri dan mantan kabid pemantauan dan pengawasan lingkungan, Thoyib Budiharyadi.
Pasca keributan di pengadilan negeri Nunukan, Senin sore kemarin, beredar isu jika pendukung para terdakwa yang berasal dari perkumpulan salah satu etnis di Nunukan ini, akan melakukan penyerangan ke kantor Kejari Nunukan. Suasana semakin mencekam ketika puluhan orang, yang diduga rekan pelaku, Senin sekitar pukul 20.00 wita, berkumpul di Mapolres Nunukan tempat pelaku di tahan.
Kantor Mapolres dan Kejari Nunukan, hanya dibatasi jalan selebar kurang lebih 5 meter. Untungnya isu penyerangan itu tidak terbukti, sebab, puluhan orang itu ternyata hanya ingin membesuk pelaku keributan.
Ceritanya sendiri bermula, saat berlangsungnya sidang dugaan korupsi di pengadilan negeri Nunukan. Sekitar pukul 17.00 wita, setelah meminta keterangan ahli dari kementerian negara lingkungan hidup, Muhammad Askari, ketua majelis hakim I Ketut Wiarta, menskors sidang.
Kasi pidana khusus (Pidsus), Hendri Prabowo yang juga menjadi JPU dalam perkara itu, hendak mengantarkan Askari keluar melalui pintu sebelah kiri ruang sidang.
Kemudian handphone milik Hendri berdering, iapun mengangkatnya. Tiba-tiba Hendri tertawa dan kebetulan saja ia menghadap ke wajah Ambramsyah, salah satu pendukung terdakwa.
Ambramsyah akhirnya tersinggung, dan berjalan menuju ke arah Hendri yang jaraknya kira-kira 5 meter.
“Kenapa kamu ketawa-ketawa, jaksa anjing, jaksa asu,”maki Ambramsyah sambil menunjuk Hendri.
Namun belum sempat meraih Hendri, sejumlah polisi dengan sigap mengamankan pelaku.
“Hati-hati kamu ngomong bos,”jawab Gusti Hamdani, JPU lainnya yang juga sempat ditunjuk Ambramsyah.
Sidang kemudian dibuka kembali untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi Herlina. Hanya saja, karena suasana tidak kondusif, MH langsung menskors sidang dan melanjutkannya pekan depan.
Aksi Ambramsyah ini bukan kali pertama. Pada sidang dakwaan bulan Oktober lalu, ia juga sempat membuat keributan. Aksi itu dilakukannya karena kekecewaan atas tindakan jaksa yang dipandang diskriminatif dalam penegakan hukum.
“Yang besar-besar kenapa tidak ditangkapi?, ini tanah kami, kami tidak mau diinjak-injak di tanah kami sendiri,”katanya kesal.
Setelah bertahan sekitar 7 jam di kantor kejari Nunukan, puluhan karyawan dan jaksa ini, sekitar pukul 00.30 wita tadi akhirnya meninggalkan kantor. Namun di mess jaksa Jl. Pembangunan, sejumlah jaksa tetap menyiagakan diri dengan bantuan pengamanan dari pihak kepolisian.
Kapolres Nunukan, AKBP Purwo Cahyoko mengatakan, pihaknya Senin malam kemarin telah menetapkan Ambramsyah sebagai tersangka.
“Itu sudah penyidikan, pelakunya sudah kami tahan. Ini kriminal murni, tetap kami proses hukum,”katanya.
Dari hasil pemeriksaan, jelasnya, pelaku ternyata ingin melakukan preasure agar jaksa di kejari Nunukan mundur dari kasus korupsi tersebut.
“Tapi kan tidak seperti itu, artinya ini kan tugas negara,”katanya.
Pihaknya sendiri akan terus melakukan pengamanan terhadap jajaran Kejari Nunukan. Bahkan Polres Nunukan mengerahkan sejumlah anggotanya untuk pengamanan melekat.
“Berapa jumlahnya tidak boleh disebutkan, nanti mereka tahu kekuatannya,”katanya.
Atas kejadian itu pula, Selasa hari ini, 2 peleton Brimob dari Tarakan, telah tiba di Nunukan.
“Itu memang ada kaitannya. Saya laporan ke Kapolda, kemudian Kapolda mengirimkan brimob. Kita tidak minta, tapi Kapolda yang mengirimkan untuk antisipasi,”katanya.
Menurutnya, jumlah anggota Brimob ini bisa saja bertambah nantinya.
“Kita lihat dulu perkembangannya, nanti bisa ditambah. Tapi mudah-mudahan ini tidak berkembang,”ujarnya.
Sementara, kepala Kejari Nunukan, H Suleman Hadjarati mengatakan, insiden yang terjadi di PN Nunukan tidak akan membuat pihaknya goyah.
“Kami profesional, melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang, dibawah sumpah jabatan, jaksa memang tugasnya melakukan penuntutan. Kalau ada insiden yang terjadi, karena masih dalam lingkup kurun waktu pelaksanaan tugas dan masih berpakaian dinas lengkap, tentunya itu bukan hanya pribadi tetapi institusi korps jaksa. Itu penghinaan institusi dan pejabat negara,”katanya.
Pihaknya tidak akan melakukan tindakan khusus untuk meningkatkan pengamanan terhadap para jaksa yang melakukan penuntutan kasus-kasus korupsi.
“Karena berapapun personil diturunkan, kalau tidak ada kesadaran masyarakat percuma saja. Kami tidak bisa melakukan kerja dengan baik tanpa dukungan dari masyarakat. Kalau ada tindakan seperti itu, berarti dia belum mendukung tugas kita, berarti dia tidak menghendaki pemberantasan korupsi dan penegakan hukum,”katanya.
Padahal, kata Kajari, dengan taat hukum, tentu tingkat kriminalitas menurun serta keamanan juga terjamin. Dampaknya, aktifitas ekonomi masyarakat bisa berjalan dengan baik.
Soal penanganan kasus hukum terhadap pelaku keributan, Suleman menyerahkan sepenuhnya pada aparat kepolisian.
“Kami tidak bisa mengintervensi, kalau aduan bisa saya cabut tapi itu kriminal. Tanpa diminta, polisi memang mengamankan masyarakat,”katanya.
Pagi tadi tokoh dari salah satu etnis itu telah bertemu Kajari untuk menyampaikan permohonan maaf. Hanya saja, kata Kajari, apa yang dilakukan Ambramsyah, murni dilakukan secara pribadi bukan kelompok.
“Tidak ada yang perlu didamaikan, karena ini bukan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,”tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kajari mengatakan, pada malam kejadian itu pihaknya bukan mengantisipasi serangan dari rekan-rekan pelaku.
“Kami di kantor untuk berdiskusi dengan ahli yang kita hadirkan di persidangan, kebetulan sampai larut malam. Karena momen kehadirannya di Nunukan benar-benar kita manfaatkan untuk mencari ilmu,”katanya.(noe)

2 komentar:

  1. menurut gue wajar aja itu kan reaksi emosional secara spontan karena didasarkan rasa ketidak adilan secara alamiah terhadap penerapan penegakan hukum yang dilakukan JAJARAN KEJARI NUNUKAN kepada yang kecil aja yang kena yang besar WESS.... enak tenang... jangan sanpai timbul gejolak horizontal dimasyarakat akibat penerapan hukum yang dinilai masyarakat tidak adil....
    makanya, tolong belajar dari pengalaman
    sebelumnya....
    menaklukan ular berbisa bukan yang dipegang buntutnya tapi kepalanya...
    tapi yang terjadi malah buntutnya yang dipegang bukan kepalanya...
    aneh... tapi nyata !!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  2. Kepada jajaran Kejaksaan Negeri Nunukan yang terhormat, ini sebagai catatan kami masyarakat nunukan ada kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan tentang keputusan atas tuntutan yang tidak adil, selain kasus diatas banyak kasus yang belum terselesaikan. salah satu kasus suap Tipikor yang melibatkan Aziz Muhammadiyah Kadis PU Nunukan, Ir. Khotaman dan Ir. Sopyang... sampai sejauhmana kasus tersebut kok Mandek?
    Ada juga yang lebih memprihatinkan jika masyarakat umum kena kasus narkoba... tuntutan jaksa sampai 2,5th. Tapi kenapa azis Muhammadiyah dengan kasus yang sama cuma 3 bulan penjara? apakah ini jajaran penegak hukum yang dibilang adil? Coba sy kepingin dibalas tulisan saya ini dg jaksa yang merasa dimaki-maki rakyat yg peduli keadilan?

    BalasHapus

Silahkan Sampaikan Komentar Anda Terhadap Berita Ini